Kisah Hantu Gulung Tikar dan Cinta Tak Terbalas di Danau Lut Tawar Aceh

Cerita menyeramkan seputar sungai atau danau salah satunya tentang sosok hantu yang suka menenggelamkan dan membunuh orang-orang. Hantu gulung tikar namanya.

oleh Rino Abonita diperbarui 09 Nov 2018, 03:02 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2018, 03:02 WIB
Ilustrasi sungai (iStock)
Ilustrasi sungai (iStock)

Liputan6.com, Aceh - Salah satu memori menyenangkan masa kanak-kanak adalah mandi di sungai atau danau bersama sejawat. Dulu, anak-anak sangat dijaga ketat oleh orangtuanya. Anak-anak tidak dibolehkan main ke sembarang tempat apalagi berenang di sungai atau danau bersama teman-temannya.

Nah, kalau sudah begini, si anak biasanya akan curi-curi kesempatan, misal mengendap-ngendap keluar rumah atau berbohong kepada orangtuanya dengan alasan membuat tugas sekolah di rumah teman.

Jika ketahuan, orangtua anak tersebut akan menjemput anaknya ke sungai dengan membawa sepotong rotan lalu menyebat anaknya di hadapan teman-teman si anak.

Saat pergi ke sekolah keesokan harinya, anak itu akan menjadi guyonan teman-temannya dengan ledekan 'anak mami' atau semacamnya.

Kenangan masa kecil seperti itu kadang membuat kita tertawa sendiri karena ada rasa bahagia yang tak terperikan saat kita mengingat masa-masa tersebut. Adakalanya kita rindu saat-saat seperti itu.

Tapi tahu tidak? Mengapa orangtua dahulu sangat ketat melarang anaknya mandi atau bermain di pinggiran sungai atau danau.

Rupanya, di balik cerita sungai atau danau dan anak-anak ini, ada kisah seram. Kiranya, inilah salah satu alasan para orangtua melarang anaknya mandi di sungai atau danau.

Cerita menyeramkan seputar sungai atau danau salah satunya tentang sosok hantu yang suka menenggelamkan dan membunuh orang-orang. Hantu gulung tikar. Demikian sebutan umum sosok tersebut. 

Di berbagai tempat, hantu gulung tikar punya sebutan tersendiri. Di Aceh, hantu gulung tikar dikenal dengan beberapa nama, seperti, Lembide, Balum Bili, serta Balum Beude.

Namun, semua cerita mengenai hantu ini agaknya memusat pada satu sosok saja, yakni sosok yang menyerupai alas berupa tikar yang memunculkan dirinya ke permukaan air sungai atau danau serta menenggelamkan orang-orang yang ada di dekatnya.

Menurut cerita, hantu gulung tikar membunuh dengan cara menggulung korbannya terlebih dahulu. Korban hantu gulung tikar akan dihisap darahnya lalu dilepas kembali sehingga korbannya mengapung ke permukaan sungai.

Hantu gulung tikar memanipulasi korbannya dengan cara menyamar sebagai permukaan air yang tenang dan berbentuk seperti alas tikar. Ia menerkam korbannya begitu orang tersebut berenang atau melintas dengan perahu di dekatnya.

Adakalanya hantu gulung tikar mengubah dirinya menjadi labi-labi (Dogania subplana), yakni hewan sejenis bulus yang hidup di air. Selain itu, perairan yang didiami hantu gulung tikar, permukaannya akan terasa hangat, tapi di bawahnya tetap dingin.

"Katanya, kalau lihat permukaan air tenang, lalu di bawahnya berputar gak jelas. Atau terlihat seperti ada alas di permukaan, itu pasti si gulung tikar. Jangan mendekat!" yakin Ahad (29), ketika ditemui Liputan6.com di salah satu warung di Kota Meulaboh, Kamis, 8 November 2018.

Menurut lelaki penyuka traveling itu, banyak kasus orang tenggelam di sungai atau danau yang penyebabnya dikaitkan dengan keberadaan hantu gulung tikar.

Ada cerita menyebutkan, saat ditemukan, beberapa bagian tubuh korban terlihat membiru seperti kehilangan darah, dan memiliki luka kecil pada bagian pangkal jari jempol kaki seperti luka bekas gigitan lintah.

 

Cinta Tak Terbalas

Patah hati (iStock)
Ilustrasi patah hati (iStockphoto)

Banyak kisah seputar asal muasal hantu gulung tikar. Salah satunya berasal dari dataran tinggi Gayo. Di wilayah penghasil kopi terbaik Aceh ini, hantu gulung tikar dikenal dengan sebutan Lembide.

Sosok Lembide atau hantu gulung tikar disebut-sebut bersemayam di Danau Lut Tawar, yang juga menjadi salah satu ikon pariwisata di Kabupaten Aceh Tengah saat ini.

Adapun asal muasal hantu gulung tikar ini, menurut cerita yang beredar dari mulut ke mulut, berawal dari kisah seorang guru mengaji yang tergila-gila pada seorang janda yang juga ibu dari muridnya.

Selepas magrib, putra janda tersebut belajar mengaji ke tempat gurunya. Bocah itu tidak tahu jika gurunya tersebut menyimpan rasa kepada ibunya. Hari-hari pun berlalu. Hasrat itu masih terpendam. Namun, si guru tak berani mengutarakan.

Rupanya, cinta yang kadung membara itu membuat si guru mengaji atau tengku (dalam bahasa Aceh) mengambil jalan pintas. Ia bertekad menggaet hati si janda nan cantik jelita dengan bantuan ilmu magic.

Suatu hari, dia meminta anak didiknya atau putra si janda, yang sudah membuat dia tergila-gila itu, membawakan sehelai rambut ibunya. Namun, dia tidak menjelaskan maksud dan tujuannya tersebut.

Anak yang masih polos itu menceritakan kepada kepada ine (ibu)-nya perihal permintaan guru mengajinya itu. Perempuan itu sadar apa maksud dan tujuan si tengku.

Agar tidak mengecewakan hati anak semata wayangnya, ia berjanji akan memberikan helai rambutnya seperti yang diminta oleh guru mengaji tersebut.

"Iya, besok ine akan usahakan agar kamu dapat membawa rambut ine untuk diserahkan kepada tengku," kira-kira demikianlah jawaban janda tersebut.

Seraya ia tersenyum kecut, hatinya berkecamuk. Apa yang harus dilakukan. Sementara, dirinya tahu betul yang akan terjadi jika ia menyerahkan rambutnya kepada tengku tersebut.

Beruntung, seorang tetangganya tiba-tiba mengadakan hajatan dan menyembelih seekor kerbau. Tetangga tersebut menjemur kulit kerbau di depan pekarangan rumahnya.

Melihat itu, muncul ide mengambil sehelai rambut dari ekor kerbau yang dijemur tersebut kemudian diserahkan kepada putranya seperti permintaan si tengku. 

Mendapati muridnya membawa sehelai rambut yang dikira adalah rambut wanita tersebut, bukan main girang hati si tengku.

Singkat cerita, di tengah kesunyian malam di jampi-jampilah rambut yang dikira milik janda yang dicintainya itu.

"Wahai roh yang memiliki sehelai rambut ini. Datanglah kepadaku dengan penuh rasa cinta," si tengku mengucapkan mantra berulang kali.

Di tengah birahinya itu , muncullah sosok yang dipanggil di dalam mantra tadi. Namun, bukan janda nan cantik jelita yang datang, melainkan kulit kerbau bersama ekor-ekornya.

Si tengku lari terbirit-birit sementara kulit kerbau melayang-layang mengikutinya hingga ke pinggir Danau Lut Tawar.

"Wo tengku palis sigere mubeteh diri (Wahai tengku jahanam yang tidak tahu diri)," terdengar gulungan kulit kerbau yang mengejarnya itu berucap.

Akhirnya, si tengku digulung oleh kulit kerbau dan dihempas ke dalam danau lalu tewas. Singkat cerita, tubuh tengku yang digulung kulit kerbau tersebut diyakini menjelma menjadi 'Lembide' atau gulung tikar.

Si hantu gulung tikar, mengendap-endap menyamar seperti alas tikar, menerkam, dan menenggelamkan siapa saja yang berenang atau melintas di dekatnya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya