Piala Adipura di Tengah Lautan Sampah Permukiman Kumuh Kota Palembang

Ada permukiman kumuh yang menjadi wajah lain Kota Palembang, kota yang meraih penghargaan Piala Adipura oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.

oleh Nefri Inge diperbarui 17 Jan 2019, 08:00 WIB
Diterbitkan 17 Jan 2019, 08:00 WIB
Lautan Sampah di Pemukiman Kumuh Kota Palembang Peraih Adipura
Lautan sampah bertebaran di pemukiman warga di atas Sungai Tawar Palembang (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Di teras rumah kayu reyot di Jalan Sungai Tawar 1 RT 11 Kelurahan 29 Ilir Palembang, Bayu, anak kecil berkaus kuning duduk santai memakan camilannya. Tatapan matanya sesekali melirik ke aliran sungai di depan rumahnya yang penuh dengan genangan sampah.

Aroma menyengat dari tumpukan sampah itu, tak jua membuat selera makannya berkurang. Ia dengan lahap menghabisi camilannya penuh semangat.

Tanpa alas kaki, Bayu akhirnya melangkah ke sana ke mari membawa sisa camilannya, meskipun sampah di depan rumah reyot itu bertebaran di lantai kayu. Bocah lugu ini juga sesekali mengejar kucing kampung yang berusaha meraih camilannya.

Ada juga Yeni, ibu dua anak yang duduk di pintu depan rumahnya sembari mengajari anak bungsunya menulis. Anak sulungnya juga tampak asyik bermain bersama kawan sejawatnya, rumah kayu di atas Sungai Tawar Palembang.

Lautan sampah di anak Sungai Musi ini menjadi pemandangan sehari-hari Yeni dan para warga di sekitarnya. Sejak menghuni rumah kontrakannya dua tahun lalu, Yeni harus beradaptasi dengan genangan sampah rumah tangga yang menghiasi depan rumahnya.

"Dari awal pindah sampai sekarang, sampah seperti ini di depan rumah sudah ada. Setiap hari mencium bau busuk sampah, tapi mau bagaimana lagi, kondisinya memang seperti ini," ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (16/1/2019).

Jika musim penghujan tiba, Yeni bersama suaminya dan para tetangga harus bersiap untuk membersihkan rumah. Luapan air sungai ditambah sampah-sampah akan masuk ke rumahnya.

Beberapa kali DKK Palembang sering membersihkan lautan sampah di depan rumahnya. Namun, sampah lainnya kembali datang dan menumpuk. Saluran Sungai Tawar yang tidak mengalir, membuat sampah semakin bertambah jika airnya surut.

Tidak hanya bau busuk menyengat yang dirasakannya setiap hari. Yeni sekeluarga sering mengalami gangguan pencernaan dan gatal di kulitnya karena paparan air kumuh yang terkontaminasi sampah.

"Kalau air PAM mati, kami terpaksa menggunakan air sungai yang agak bersih di bawah jembatan, untuk mencuci pakaian dan perabot dapur," katanya sambil menunjuk arah Jembatan Sungai Tawar 1 Palembang.

 

Sampah Tutupi Aliran Sungai

Lautan Sampah di Pemukiman Kumuh Kota Palembang Peraih Adipura
Sampah rumah tangga memenuhi seluruh aliran Sungai Tawar Palembang (Liputan6.com / Nefri Inge)

Meskipun terbilang kumuh dan reyot, rumah kayu yang dikontraknya ini terbilang cukup mahal, biaya sewanya Rp 500.000 sebulan. Harga yang tidak sesuai dengan kondisi rumah itu, sudah termasuk biaya air PAM sebulan.

Yeni dan suami terpaksa menempati permukiman kumuh ini karena mereka tidak mendapatkan rumah lainnya. Dia harus betah tinggal di rumah kumuh ini, meskipun ancaman penyakit parah bisa mengganggu kesehatan keluarganya.

Kebiasaan membuang sampah hingga menjadi lautan sampah di depan rumah, tidak hanya dilakoni oleh warga sekitar. Namun, banyak warga dari daerah lain sengaja membuang sampah ke Sungai Tawar.

"Hampir setiap hari, warga kawasan lain berhenti di jembatan dan melempar kantong sampah ke sungai. Ada juga sampah yang terbawa aliran sungai yang bermuara ke sini. Jadi bukan sampah dari warga sini saja," ujarnya.

Lautan sampah di Sungai Tawar Palembang ternyata menjadi ladang rezeki bagi Marno, yang sehari-hari beraktivitas memungut sampah. Dengan memikul karung besar, mata Marno melirik ke bawah jembatan, untuk mencari sampah yang bisa diambilnya.

"Di sini setiap hari sampah bertumpuk, tidak pernah berkurang. Kadang sudah berminggu-minggu, sampah ini mengendap," katanya.

Pria bertubuh kurus ini pun sudah hafal dengan aroma busuk lautan sampah di Sungai Tawar Palembang. Apalagi dia sering mengambil sampah plastik yang menggenang di atas sungai, meskipun sampah itu sudah berhari-hari terendam. 

 

 

 

 

Impian Piala Adipura Kencana

Lautan Sampah di Pemukiman Kumuh Kota Palembang Peraih Adipura
Wakil Wali Kota (Wawako) Palembang Fitrianti Agustinda bersama petugas DKK Palembang merayakan keberhasilan meraih Piala Adipura ke-12 kalinya (Dok. Humas Pemkot Palembang / Nefri Inge)

Meskipun lingkungan pemukiman warga Palembang ini jauh dari kata layak, tetapi Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang berhasil mendapatkan Piala Adipura, yang diberikan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ke Wali Kota (Wako) Palembang Harnojoyo.

Pada hari Senin (14/1/2019), Harnojoyo menerima Piala Adipura kategori Metropolitan. Penghargaan ini sendiri diberikan ke kota yang dinilai berhasil dalam pengelolaan kebersihan serta lingkungan perkotaan.

Piala Adipura yang didapat ke-12 kalinya, kali ini tidak dirayakan dengan arak-arakan. Wako Palembang menginginkan perayaan penghargaan ini dilakukan secara sederhana. Dia menargetkan bisa mengalahkan Surabaya untuk merebut Piala Adipura Kencana.

"Terakhir kita dapat Piala Adipura Kencana tahun 2014, sedangkan Surabaya berturut-turut dapat piala tersebut.

Orang nomor satu di Palembang ini berharap Piala Adipura bisa menjadi motivasi serta target ke depan bisa mengalahkan Surabaya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya