Jalan Buntu Mediasi Kasus Tumpahan Minyak Balikpapan

Proses mediasi gugatan pencemaran minyak di Teluk Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) menemui jalan buntu.

oleh Abelda RN diperbarui 14 Agu 2019, 22:00 WIB
Diterbitkan 14 Agu 2019, 22:00 WIB
Gugatan Kasus Tumpahan Minyak
Proses mediasi gugatan pencemaran minyak Teluk Balikpapan. (Liputan6.com/ Abelda Gunawan)

Liputan6.com, Balikpapan - Proses mediasi gugatan pencemaran minyak di Teluk Balikpapan Kalimantan Timur (Kaltim) menemui jalan buntu. Pihak penggugat maupun tergugat dalam kasus ini gagal menemukan titik temu penyelesaian pencemaran minyak mentah di Balikpapan.

"Proses mediasi antara penggugat dan tergugat tidak berhasil,” kata perwakilan kuasa hukum Jaringan Advokasi Lingkungan (JAL), Fathul Huda Wiyashadi, Rabu (14/8/2019).

Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan menggelar lanjutan sidang gugatan warga (citizen lawsuit) terhadap tumpahan minyak Teluk Balikpapan. Hakim mediator Bambang Kuncoro pun memimpin mediasi dengan para tergugat, yaitu Gubernur Kaltim, Wali Kota Balikpapan, Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Menteri Kelautan Perikanan (KKP) dan Menteri Perhubungan (Menhub).

"Seluruh pihak tergugat hadir kecuali perwakilan Gubernur Kaltim. Gubernur Kaltim menunjukan etikat tidak baik dengan tidak menghadiri proses mediasi," ungkap Fathul.

Selama proses mediasi ini, Fathul menilai para tergugat gagal memenuhi tuntutan perumusan sistem terpadu penanggulangan pencemaran lingkungan. Seluruh pemaparan tergugat, menurutnya sudah melenceng dari substansi pembangunan sistem terpadu pencemaran lingkungan.

"Seperti contohnya Pemkab PPU akan merumuskan perda penanggulangan pencemaran lingkungan. Perda ini tidak ada artinya saat KLHK belum menerbitkan peraturan menteri penanggulangan pencemaran,” paparnya.

Fathul mengatakan, Indonesia memerlukan sistem terpadu guna meminimalisir dampak negatif pencemaran limbah minyak. Apalagi baru baru ini kasus serupa kembali terulang pencemaran minyak di Karawang Jawa Barat (Jabar).

"Sistem ini berguna melindungi kepentingan masyarakat secara nasional guna mencegah dampak negatif tumpahan minyak," tutur Fathul seraya menambahkan, Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Lingkungan Hidup mengamanatkan seluruh pihak bersama dalam penanggulangan ancaman bencana lingkungan.

Sementara itu, salah satu tergugat, perwakilan KLHK mengaku kesulitan memenuhi tuntutan pembentukan sistem terpadu penanggulangan pencemaran. Apalagi dalam kasus ini melibatkan enam instansi berbeda di tingkat pusat maupun daerah.

"Kami tidak mungkin melakukan sesuatu di luar kewenangan. Semestinya presiden yang mampu menjalankan sesuai tuntutan penggugat," kata Biro Hukum KLHK, Yudi.

Yudi mengklaim, KLHK sudah melaksanakan seluruh tugasnya soal perlindungan lingkungan kawasaan teluk. Sebulan ini, mereka bahkan sudah menggugat Pertamina atas ganti rugi kerusakan lingkungan hidup sebesar Rp 10 triliun. KLHK menggugat empat pihak, antara lian Pertamina, nahkoda Zhang Deyi, Fleet Management Limited, dan Ever Judger Holding Company Limited.

Dalam proses mediasi ini, Yudi pun menawarkan perdamaian dengan mengakomodir usulan penggugat dalam upaya pencegahan pencemaran lingkungan. Usulan penggugat nantinya diakomodir masuk program penanggulangan bencana Pertamina.

"Namun penggugat menolak usulan ini dengan alasan mereka sudah menyampaikan usulannya langsung ke Pertamina," tuturnya pasrah.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Sidang Gugatan Warga

Pencemaran Teluk Balikpapan
Tumpahan minyak di Teluk Balikpapan. (Liputan6.com/ Abelda Gunawan)

Sehubungan buntunya mediasi, pengadilan segera membuka sidang gugatan warga terhadap enam lembaga. Persidangan nantinya dimulai dengan pembacaan pokok perkara tuntutan pencemaran lingkungan Teluk Balikpapan.

"Pengadilan akan menentukan waktu persidangan serta mengundang masing masing pihak penggugat dan tergugat," ujar Fathun.

Tiga bulan ini, aktivis lingkungan Balikpapan menggugat enam lembaga pemerintah dalam kasus tumpahan minyak. Dalam hal ini, KLHK diminta memimpin pemulihan dan audit lingkungan perairan Teluk Balikpapan. Instansi ini pun dituntut transparan dalam penerapan sanksi administrasi kepada Pertamina.

Sedangkan KKP hanya diminta menguji pangan segar dari perairan Teluk Balikpapan. Tujuannya guna mengantisipasi dampak pencemaran limbah terhadap produk pangan warga Balikpapan.

Bencana tumpahan 5 ribu kilo liter minyak di Teluk Balikpapan terjadi bulan April 2018 silam. Tumpahan minyak mematik kebakaran yang menewaskan lima orang pemancing lokal Balikpapan.

Belakangan diketahui, jangkar kapal MV Ever Judger mematahkan pipa minyak di dasar perairan Teluk Balikpapan. Nahkoda kapalnya kemudian dijatuhi hukuman penjara 10 tahun serta denda Rp 15 miliar.

Permasalahannya, pencemaran lingkungan terlanjur terjadi di mana warga Kaltim menjadi korbannya. Pencemaran berdampak buruk tiga kota, yaitu Balikpapan, PPU, dan Kutai Kartanegara.

Universitas Mulawarman Samarinda bahkan melansir kajian dampak pencemaran terhadap kelangsungan hutan bakau setempat.  Setidaknya, tumpahan minyak mengancam 300 hektare hutan bakau terhubung langsung area teluk.

Kondisi terbaru, sembilan hektare hutan bakau di Kelurahan Margasari Balikpapan sudah nyaris punah seluruhnya. Perkampungan nelayan ini persis di belakang kilang pengolahan minyak Pertamina Balikpapan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya