Â
Liputan6.com, Kendari - Kasus penembakan mahasiswa hingga tewas di Kendari saat demonstrasi menolak RUU yang tidak pro-rakyat, belum menemukan titik terang. Hingga 31 hari usai kematian La Randi (21) dan Muhammad Yusuf Kaldawi (21), polisi belum juga menemukan siap tersangka penembakan.Â
Beragam aksi protes mahasiswa atas lambannya pengusutan kasus tersebut itu pun muncul. Mulai dari demonstrasi berujung ricuh, teaterikal, hingga melempar tinja di kerumunan polisi yang menjaga demonstran.
Advertisement
Belasan kantong tinja, dilempar kearah pihak kepolisian yang berjaga, Senin (28/10/2019). Aksi ini, sebagai balasan semburan air water canon milik Polda Sultra ke arah demonstran.
Baca Juga
Beberapa orang polisi sempat kaget mengetahui benda yang meluncur dari arah demonstran dan mengenai baju seragam mereka.
Benda bertekstur lembek itu, dimasukkan dalam kantong plastik yang berisi tinja hewan. Baunya yang menusuk hidung, berasal dari kotoran sapi.
Lemparan kantong tinja, menyebabkan sejumlah anggota polisi yang bersenjatakan tongkat, gas air mata dan tameng sempat mundur.
Pelemparan tinja di tengah aksi menuntut kasus mahasiswa tewas, dibenarkan Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara, AKBP Harry Goldenhardt. Dia menyatakan, demonstran melakukan pelemparan terhadap sejumlah polisi yang mengawal aksi.
"Ini saya share beberapa foto dan gambarnya," ujar Harry Goldenhardt.
Tak hanya itu, Direktur Direktorat Polisi Air dan Udara (Dirpolairud) Polda Sulawesi Tenggara, Kombes Pol Andi Anugerah terkena lemparan batu pada bagian wajah, Senin (28/10/2019). Andi Anugerah yang menggunakan masker, sempat mengeluarkan banyak darah dan dilarikan ke rumah sakit.
Dari pihak mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO), enam orang mahasiswa sempat diamankan polisi. Beberapa di antaranya diamankan di dalam Polda Sultra saat menyelinap masuk bersama wartawan.
Aksi unik melempar kotoran manusia, dipicu kesalnya demonstran karena tersangka penembakan belum terungkap. Protes sejak sehari setelah penembakan hingga Senin (28/10/2019), polisi dinilai belum berbuat maksimal menuntaskan kasus.
Alasan lainnya, polisi terus menangkapi belasan mahasiswa saat menuntut penuntasan kasus 2 orang mahasiswa tewas. Parahnya, banyak mahasiswa mengalami luka-luka usai dikeroyok oknum anggota polisi.
Setelah kasus mahasiswa, salah seorang mahasiswa Teknik UHO, Muhammad Iman Saputra, sempat dirawat di rumah sakit karena dikeroyok puluhan anggota polisi saat demo pekan lalu. Korban sempat mengalami luka luka saat dikeroyok polisi.
Diketahui, korban terus berjatuhan dari pihak mahasiswa dan polisi sejak demonstrasi menuntut pelaku penembakan 2 orang mahasiswa tewas di Kota Kendari. Belasan mahasiswa mengalami luka, kondisi yang sama juga menimpa pihak kepolisian dan TNI yang mengamankan demonstran.
Menunggu Titik Terang
Penyelesaian kasus Penembakan La Randi dan Muhammad Yusuf Kaldawi hingga hari ini belum menemui titik terang. Dua korban tewas, polisi hanya mengungkapkan korban bernama Randi (21), terkena peluru tajam di dada kiri, menembus dada kanan.
Sedangkan Muhammad Yusuf Kaldawi, polisi belum mengkonfirmasi soal penembakan. Jenazah Yusuf belum sempat diautopsi karena langsung dibawa pulang dan dimakamkan pihak keluarga.
Selain itu, tidak ada proyektil peluru yang ditemukan dari kedua korban. Pihak dokter RS Korem Kendari hanya menemukan 2 luka tembak pada dada Randi. Sedangkan, pada korban Yusuf Kardawi, tidak ada proyektil peluru.
Dari sejumlah video yang beredar pada saat penembakan keduanya, terdengar belasan kali peluru ditembakkan. Namun, Dit Propam Mabes Polri yang turun langsung, mengatakan dari keenam anggota polisi yang diperiksa, ada dua hingga tiga orang saja yang menembak.
"Dari hasil pemeriksaan, belum ada anggota yang mengaku menembak kedua korban," ujar Kepala Biro Provost Divisi Propam Mabes Polri Brigjen Pol Hendro Pandowo, 17 Oktober lalu.
Dia menambahkan, dari hasil pemeriksaan, ada tiga orang melakukan penembakan kearah atas. Ketiganya, juga tak mengakui menembak langsung ke arah para korban.
"Kalau mereka mengakui, akan mudah. Namun, sampai hari ini mereka tak mengaku," jelas Hendro.
Hal lainnya yang memicu protes, proyektil peluru yang dibawa keluar negeri untuk penyelidikan. Dua negara dijadikan rujukan, Belanda dan Australia.
Dibutuhkan sekitar 6 bulan untuk menyelidiki peluru. Namun, peluru yang dibawa keluar negeri, bukanlah peluru yang menembus dada korban La Randi. Juga bukan dari peluru yang diduga dari kepala Muhammad Yusuf Kaldawi.
Proyektil yang dibawa keluar negeri, berasal dari kaki wanita bernama Yulia Putri (19). Yulia Putri diketahui terkena tembakan di kaki saat sementara tidur.
Beberapa jam setelah La Randi dan Muhamad Yusuf Kaldawi tertembak, lokasi di sekitar demonstrasi langsung dibersihkan. Selongsong peluru yang ditembakkan, dipungut dari lokasi sekitar DPRD Provinsi hingga ke sejumlah titik.
Salah seorang pengamat hukum di Sulawesi Tenggara, LM Bariun SH menyoroti kepolisian lamban menyelesaikan kasus. Menurutnya, polisi sebenarnya sudah memiliki bukti awal dan petunjuk."Saat ini, masyarakat menunggu kepastian siapa pelakunya. Kalau digantung begini, keluarga korban akan bertanya serius atau tidak," katanya.
Dia menegaskan, mahasiswa harus mengawal kasus penembakan. Sebab, sudah menjadi perhatian masyarakat."Kalau yang lain, 1 atau 2 minggu sudah didapat pelakunya. Kenapa ini seperti lamban," ujarnya.Namun, terkait peluru yang dibawa ke Belanda atau Australia, dia ikut mendukung agar dalam penyelidikan peluru berjalan profesional. Sehingga, pihaknya meminta mahasiswa bersabar dengan langkah yang diambil kepolisian.
Advertisement
Pejabat Polisi Hanya Dicopot
Setelah penembakan Randi dan Yusuf, Kapolda Sulawesi Tenggara Brigjen Pol Iriyanto dicopot dari jabatannya, Jumat (27/10/2019). Iriyanto diganti Brigjen Pol Merdi Syam.
Selanjutnya, Kasat reskrim Polres Kendari, AKP Diki Kurniawan juga digeser dari jabatannya, Sabtu (5/10/2019). Diki Kurniawan diganti AKP Muhammad Sofyan Rasidi.
Tidak sampai disitu, Kapolres Kendari AKBP Jemi Junaidi juga dicopot, 7 Oktober 2019. Jemi pindah di Polda Kalimantan Tengah, digantikan AKBP Didik Efrianto.
Terkait pindahnya kapolres, sempat memicu sejumlah pertanyaan. Apalagi, Kapolres sempat berada di lokasi demonstrasi.
Enam orang anggota polisi lainnya, berstatus bebas tugas usai diperiksa. Keenamnya merupakan bintara asal Polres Kendari.
Namun, pencopotan delapan personel ini, Kabid Humas Polda menolak menyatakan bergesernya mereka bukan terkait kasus tewasnya Randi dan Yusuf serta 2 penembakan lainnya. Hal ini hanya sebagai bentuk penyegaran dalam tubuh Polri.
"Bukan karena kasus penembakan, ini biasa dalam tubuh Polri," ujar AKBP Harry Goldenhardt, dihubungi via telepon seluler.
Kejanggalan
Dari enam orang anggota polisi yang menjalani sidang disiplin, ternyata ada dua inisial yang berbeda dari pernyataan Kepala Biro Provost Divisi Propam Mabes Polri Brigjen Pol Hendro Pandowo.
Menurut Hendro, ada enam inisial yang diperiksa karena membawa senjata api saat demonstrasi 26 September 2019. Di antaranya, DK, GM, MI, Ma, H, dan B.
Setelah menjalani persidangan, keenamnya dihukum sidang disiplin. Di antaranya, sanksi penundaan kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala, dan penahanan selama 21 hari.
Namun, dari enam polisi, ada dua inisial yang hilang. Keduanya yakni, GM dan B. Soal kedua inisial yang hilang ini, Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara, AKBP Harry Goldenhardt mengatakan, akan memeriksa soal informasi itu.
"Kita akan cek ya," ujarnya singkat.
Yang muncul kemudian, berinisial lain. Yakni, Dk, Ar, MI, Ma, H, dan Fr. Keenamnya, menjalani hukuman selama 21 hari.
Advertisement
Kakak Randi Ditawari Jadi PNS
Setelah sebulan lebih kasus penembakan, salah seorang saudara kandung La Randi (21), mahasiswa tewas saat demonstrasi di Kendari, sempat berbicara kepada awak media. Saudara perempuannya yang diketahui bernama Fitriani Sali, baru menyelesaikan wisuda di UHO, Rabu (30/10/2019).
Dia mengungkapkan, setelah adiknya meninggal, dia pernah dihubungi seseorang yang mengaku oknum perwira polisi. Pejabat polisi itu, menurut Fitriani, seorang wanita.
Saat dihubungi, Fitriani mengaku dibujuk dan dijanjikan lolos pegawai negeri sipil. Namun, dia menolak dengan keras.
"Dia mengaku dari Mabes Polri," ujar Fitriani.
Fitriani menegaskan, dia tak ingin menerima tawaran itu. Meskipun, kedua orang tuanya tak mau banyak berbicara sioal tawaran itu.
"Yang kami sesalkan, polisi tak pernah meminta maaf. Sejauh ini, yang kami andalkan hanya kuasa hukum," ujarnya.
Sempat menangis saat ditemui, Fitriani juga menyesalkan lambannya penyelidikan. Hingga sudah 31 hari, belum ada tersangka dalam kasus ini.
"Kalau hanya disiplin, saya pikir itu tak cukup dibanding nyawa adik saya," katanya.
Kapolda Sulawesi Tenggara, Brigjen Pol Merdy Syam, saat mengunjungi Sekretariat AJI Kendari menyatakan, Polri sudah berupaya melakukan penyelesaian kasus mahasiswa tewas. Dia menyatakan, proses penyelesaian dilakukan dengan dua cara, melalui sidang disiplin dan proses pidana.
"Kita proses sidang disiplin, sedangkan untuk pidana, menunggu alat bukti yang saat ini sudah dibawa di Mabes Polri," ujarnya.
Alat bukti yang dimaksud yakni, proyektil peluru. Sisa bongkahan peluru yang ditemukan dan diduga ditembakkan saat aksi demonstrasi, menurut Kapolda Sultra, sedang dalam proses penyelidikan di Belanda dan Australia.