Liputan6.com, Kendari - Lima orang polisi yang menjalani sidang disiplin perdana di Polda Sulawesi Tenggara, tak mau mengaku terlibat saat aksi demonstrasi yang menyebabkan 2 orang mahasiswa tewas di Kendari, Kamis (26/9/2019). Meskipun Keenamnya diperiksa langsung Provos Mabes Polri, mereka bertahan tak mengakui kasus penembakan.
Kedua orang mahasiswa tewas asal Universitas Halu Oleo (UHO) yakni, La Randi (21) dan Muhammad Yusuf Kaldawi (19). Keduanya berasal dari Fakultas Perikanan dan Fakultas Teknik.
La Randi tewas dan mengalami luka tembak peluru tajam pada dada samping bagian kiri, tembus ke dada kanan. Sedangkan Yusuf meninggal 12 jam setelah mengalami cedera dan pendarahan hebat karena diduga luka tembak di bagian kepala.
Advertisement
Baca Juga
Karo Provos Divisi Propam Mabes Polri Brigjen Hendro Pandowo, menyatakan pihaknya sudah memeriksa enam orang anggota Polres Kendari mengaku. Namun, semua bersikukuh tidak terlibat penembakan dua orang mahasiswa tewas, termasuk 2 orang warga lainnya yang terkena proyektil peluru.
"Kami hadir karena ada yang tewas dan terkena peluru, kami mengawal proses penyidikan dan persidangan," ujar Brigjen Pol Hendro Pandowo, Kamis (17/10/2019).
Dia mengatakan, kalau mereka mengaku siapa yang menembak hingga ada yang tewas, tentu mabes Polri tak akan kesulitan. Namun, kenyataannya mereka tak mengakui.
"Mereka hanya mengaku melakukan tembakan peringatan dan kearah atas," beber Hendro Pandowo.
Diketahui, selain 2 orang mahasiswa tewas di Kendari saat unjukrasa, ada 2 korban lain yang terkena peluru. Keduanya yakni, Oksa Putra Palulun (25) dan Yulia Putri (19). Oksa terkena tembakan yang menembus lengan tangan kanan, sedangkan Putri Yulia.
Â
Â
Kasat Reskrim Tak Disidang
Kasat Reskrim Polres Kendari, AKP Diki Kurniawan tak hadir saat sidang disiplin pelanggaran SOP. Hanya lima orang dari enam orang polisi yang diduga melanggar SOP saat aksi demo pada 26 September lalu.
Kelimanya yakni, Bripka Arifuddin, Brigadir Muhammad Ikbal, Brigadir Abdul M, Bripda Hendrawan dan Bripda Faturrochman. Keenam orang ini, akan menjalani sidang pelanggaran Karena membawa senjata api saat menghalau demonstran.
Kabid Propam Polda Sulawesi Tenggara, AKBP Agoeng Adi Kurniawan mengatakan Kasat Reskrim tak menjalani persidangan bersama kelimanya karena Atasa Yang Berhak Menghukum (ANKUM)-nya berbeda.Â
"Lima orang ini, pindah mutasi di Yanma Polda Sultra. Jadi yang berhak menghukum (Ankum) adalah Kepala Bidang Pelayanan Masyarakat Polda Sultra. Sedangkan, Kasat Reskrim pindah di Biro Ops Polda ditangani Bapak Karo Ops, jadi ankumnya berbeda," ujar Agoeng Adi Kurniawan.
Agoeng melanjutkan, kelimanya diduga melanggar SOP. Sesungguhnya Kapolri sudah memberitahu soal penggunaan peluru tajam dan karet tidak diperbolehkan. Soal Kasat Reskrim, dia setelah dipindahkan di Biro OPS Polda Sultra.
Advertisement
Peluru Berkurang
Saat diperiksa senjata dan peluru enam polisi yang disidang itu, ternyata pelurunya kurang. Rata-rata, ada beberapa orang terperiksa tak mengembalikan peluru dengan utuh.
"Ada dua hingga tiga orang anggota yang menembakkan peluru saat aksi berlangsung," ujar Karo Provost Bidang Propam Mabes Polri, Brigjen Pol Hendro Pandowo.
Dibuthkan uji balistik, untuk menentukan siapa siapa yang terlibat. Uji balistik peluru dilakukan di Belanda atau Australia. Hal ini dilakukan untuk menjaga independensi penyelesaian kasus hukum.
Meskipun lokasinya jauh, namun Mabes Polri menjamin akan maksimal mengungkap pelaku. Belanda juga dipilih Karena memiliki rekam jejak yang baik.Â
Saksikan juga video pilihan berikut ini: