Ini Penyebab Ratusan Bangkai Babi Ditemukan Berserakan di Sungai Bedera Medan

Dinas (Kadis) Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumatera Utara (Sumut) akhirnya menemukan penyebab matinya babi yang bangkainya berserakan dan mengapung di Sungai Bedera dan Danau Siombak, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan.

oleh Reza Efendi diperbarui 07 Nov 2019, 08:00 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2019, 08:00 WIB
Kadis Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap
Virus tersebut tidak bisa dilakukan pengobatan, yang bisa dilakukan upaya pencegahan, termasuk dalam hal kebersihan atau sanitasi, pemberian desinfektan, vaksinasi, dan vitamin untuk menambah daya tahan tubuh hewan ternak.

Liputan6.com, Medan - Dinas (Kadis) Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumatera Utara (Sumut) menyatakan virus hog cholera atau kolera babi sudah mewabah di 11 kabupaten dan kota. Hingga 5 November 2019, sebanyak 4.682 ekor babi mati akibat serangan virus ini.

Dari jumlah babi yang mati tersebut, termasuk bangkai babi yang berserakan dan mengapung di Sungai Bedera dan Danau Siombak, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan. Hewan ternak itu diduga kuat mati karena virus ini.

Kepala Dinas (Kadis) Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhar Harahap mengatakan, 11 kabupaten dan kota yang terjangkit kolera babi adalah Dairi, Deli Serdang, Humbang Hasundutan, Samosir, Medan, Toba Samosir, Serdang Bedagai, Karo, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Selatan.

Laporan awal terkait kematian ternak babi terjadi di Dairi, 25 September 2019. Berdasarkan laporan itu, pihak Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut langsung turun ke lokasi. Kemudian kematian ternak babi yang sama juga terjadi di Humbang Hasundutan, Karo, dan Deli Serdang.

"Dari sampel darah yang telah diambil, ternyata babi-babi tersebut terjangkit virus hog cholera," kata Azhar, Rabu (6/11/2019).

Virus tersebut tidak bisa dilakukan pengobatan, yang bisa dilakukan upaya pencegahan, termasuk dalam hal kebersihan atau sanitasi, pemberian desinfektan, vaksinasi, dan vitamin untuk menambah daya tahan tubuh hewan ternak.

Azhar menjelaskan, ada 9 rekomendasi mencegah penyebaran hog cholera, seperti meminimalisasi perpindahan ternak babi antardesa, kecamatan, dan kabupaten/kota. Selain meminimalisasi perpindahan ternak, juga harus dilakukan penguburan terhadap ternak yang sudah mati.

"Begitu juga jika ada penyembelihan, darahnya harus dibuang ke dalam tanah, bukan dibuang ke sungai atau hutan, karena bisa berdampak pada percepatan penyebaran ke ternak yang lain, dan mengganggu ketenteraman masyarakat," jelasnya.

Azhar menegaskan, keberhasilan pencegahan tergantung kepada masyarakat sendiri, sebab tidak semua bisa terpantau pemerintah. Mislanya, banyak bangkai babi yang ditemukan mengapung di Sungai Bedera diduga kuat terjangkit hog cholera.

"Saya yakin begitu. Tapi, penyakit tidak bisa menduga-duga. Harus dari hasil laboratorium,” ujarnya.

Diterangkan Azhar, hog cholera sampai saat ini hanya menyerang babi. Penularannya bisa terjadi melalui udara, dan hingga kini belum ditemukan virus menular ke manusia. Ternak babi yang terkena hog cholera masih aman dikonsumsi.

"Virus ini menular bisa lewat udara, cepat," terangnya.

Azhar menyebutkan hog cholera sangat berbeda dengan African Swan Fever (ASF). Hingga saat ini yang menyerang ternak babi di Sumut masih hog cholera. Jika ditemukan adanya serangan ASF, yang berhak menyatakan itu adalah pemerintah. "Dalam hal ini Menteri Pertanian," sebutnya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya