Liputan6.com, Makassar - Hingga saat ini Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) belum juga menetapkan adanya tersangka dalam dua kasus dugaan korupsi terkait proyek DAK (Dana Alokasi Khusus) yang sebelumnya mendapat perhatian besar masyarakat Sulsel.
Kedua kasus dugaan korupsi terkait proyek DAK tersebut, masing-masing dugaan suap proyek DAK senilai Rp 49 miliar di Kabupaten Bulukumba dan dugaan korupsi proyek DAK senilai Rp 39 miliar di Kabupaten Enrekang.
"Menetapkan tersangka itu kan tidak serta merta, perlu dukungan alat bukti yang cukup. Nah, terkait kasus DAK kan perlu didalami dulu di mana unsur dugaan suapnya, speknya hingga mark-upnya," singkat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Firdaus Dewilmar saat di temui di Kantor Kejati Sulsel, Jumat (13/12/2019).
Advertisement
Terpisah, lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) menyayangkan sikap Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) yang hingga saat ini belum juga menetapkan tersangka dalam dua kasus dugaan korupsi terkait proyek DAK (Dana Alokasi Khusus) yang sudah bertahun ditangani tersebut.
"Kami heran sikap Kejati yang seakan melunak. Bukannya kasus DAK Bulukumba maupun DAK Kabupaten Enrekang kan sudah lama berstatus penyidikan. Itu kan artinya alat bukti sudah terpenuhi jadi tidak sulit menetapkan tersangka," ucap Kadir Wokanubun, Direktur Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi).
Kadir berharap Kajati Sulsel, Firdaus Dewilmar segera menepati janjinya untuk menuntaskan seluruh penanganan kasus korupsi yang mandek bertahun. Diantaranya kedua kasus terkait proyek DAK yang dimaksud.
"Awal masuk kan Kajati pernah janji demikian. Dua kasus DAK ini sudah lama mangkrak di tahap penyidikan dan hingga saat ini tak ada tersangka. Masyarakat tentu pertanyakan komitmen Kejati," ujar Kadir.
Ia juga berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menyupervisi penanganan dua kasus dugaan korupsi terkait proyek DAK yang ditaksir telah merugikan negara lumayan besar tersebut.
"KPK harusnya segera supervisi atau lebih baik lagi mengambil alih penyidikan kedua kasus DAK ini agar segera ada kepastian hukum alias tidak mengambang apalagi terkesan sengaja dihilangkan," tegas Kadir.
Baca Juga
Diawal menjabat, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Firdaus Dewilmar sebelumnya telah menginstruksikan penyidiknya segera merampungkan penyidikan seluruh kasus dugaan korupsi yang merupakan tunggakan era Kajati Sulsel, Tarmizi.
"Termasuk kasus DAK Kabupaten Bulukumba dan Kabupaten Enrekang itu, saya sudah minta segera dituntaskan," kata Firdaus di Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel), Selasa 17 September 2019.
Ia mengaku telah sepakat melakukan penyidikan bersama dengan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat guna membantu percepatan penuntasan kasus-kasus tunggakan yang dimaksud.
Seperti, kata dia, terkait Kasus dugaan suap DAK (Dana Alokasi Khusus) senilai Rp 49 miliar di Kabupaten Bulukumba, pihaknya menggandeng Kejari Bulukumba melakukan penyidikan bersama. Demikian juga dengan upaya penuntasan kasus dugaan korupsi DAK senilai Rp 39 miliar di Kabupaten Enrekang, penyidik Kejati Sulsel akan bersama dengan Kejari Enrekang.
"Ada yang diperiksa di sini (Kejati Sulsel) dan ada juga diperiksa di sana (Kejari setempat). Kita lihat bobotnya, kalau berat itu dikerja di sini (Kejati Sulsel)," jelas Firdaus.
Ia menargetkan penetapan tersangka dalam kasus-kasus tunggakan tersebut sesegera mungkin dilakukan.
"Jadi sekarang ini, penyidik sedang mengebut penyidikan untuk penetapan tersangka termasuk kasus DAK ini. Pokoknya tunggakan kasus tiga sampai empat bulan terakhir harus segera tuntas," tegas Firdaus.
Â
Kronologi Dugaan Suap DAK Rp 49 M Kabupaten Bulukumba
Sejak kasus dugaan suap proyek DAK Kabupaten Bulukumba tersebut telah ditingkatkan statusnya ke tahap penyidikan, tim Penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulsel telah memeriksa sejumlah saksi-saksi yang terkait.
Saksi-saksi tersebut yakni saksi pelapor Andi Ichwan, Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) Kabupaten Bulukumba A Zulkifli Indra Jaya, Sekretaris Daerah (Setda) Bulukumba, Andi Bau Amal, dan Rosmawaty Zasil selaku Kepala Sub Bagian Persuratan dan Tata Usaha pada Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Bulukumba serta Bupati Bulukumba, A.M Sukri Sappewali.
Kasus ini sebelumnya ditangani tiga bulan oleh Bidang Intelijen Kejati Sulsel dan kemudian penangannya diserahkan penuh ke bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulsel.
Kasus yang dikabarkan melibatkan Bupati Bulukumba A.M Andi Sukri Sappewali itu, dilaporkan resmi oleh Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa (PPM) Sulsel.
Mereka pun terhitung beberapa kali berunjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel menagih kejelasan penanganan kasus yang mereka laporkan tersebut.
Ahmad Yani, yang bertindak sebagai koordinator aksi Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa (PPM) Sulsel mengatakan unjuk rasa yang dilakukan pihaknya semata untuk mempertanyakan sejauh mana tindak lanjut kasus dugaan suap dalam mendapatkan proyek irigasi senilai Rp 49 miliar yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang telah dilaporkan pihaknya sejak dua bulan lalu.
"Kejati seharusnya mengambil langkah tegas untuk mengupas persoalan tersebut hingga ke akar-akarnya. Apalagi kesaksian seorang oknum Aparat Sipil Negara (ASN) yang membeberkan keterlibatannya dalam menyuap proyek asal Pemerintah Pusat tersebut menjadi viral di media sosial, facebook," kata Yani dalam orasinya kala itu.
Menurutnya, pengakuan oknum ASN Dinas Pendidikan Kabupaten Bulukumba di media sosial itu sangat jelas. Dimana oknum yang bersangkutan dengan terang-terangan mengaku telah menyuap untuk memuluskan upaya Kabupaten Bulukumba mendapatkan proyek yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 49 miliar.
Tak hanya itu, oknum ASN tersebut bahkan menyebarkan foto surat rekomendasi yang digunakan olehnya dalam mengurus upaya penyuapan agar Kabupaten Bulukumba mendapat kucuran proyek irigasi senilai puluhan miliar tersebut.
"Jadi tak hanya bukti foto rekomendasi yang diduga diberikan oleh Bupati Bulukumba kepada oknum ASN tersebut yang dibeberkan sendiri oleh oknum ASN yang bersangkutan. Tapi melalui media sosial facebook, ia juga memperlihatkan pecahan uang Rp 100.000 dan pecahan Rp 50.000," ungkap Yani.
Seharusnya kata dia, penegak hukum tidak mendiamkan berita viral yang disebarkan oleh oknum ASN itu. Melainkan tegas Yani, demi menjaga supremasi penegakan hukum, maka kasus tersebut harus segera ditindak lanjuti dengan memeriksa oknum ASN yang bersangkutan serta memeriksa bupati Bulukumba selaku terduga pemberi surat rekomendasi kepada oknum ASN dalam rangka pemulusan proyek pusat yang dimaksud.
"Kami juga sudah laporkan secara resmi bahkan membantu Kejati dengan memasukkan bukti-bukti terkait termasuk foto kegiatan proyek irigasi yang dimaksud," Yani menandaskan.
Â
Advertisement
Kronologi Korupsi DAK Rp 39 M di Kabupaten Enrekang
Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) resmi meningkatkan status kasus dugaan penyimpangan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 39 miliar di Kabupaten Enrekang ke tahap penyidikan, Selasa 27 Agustus 2019.
Peningkatan status penanganan kasus DAK Enrekang tersebut, setelah melalui proses ekspose yang berlangsung selama tiga jam.
"Naik ke penyidikan kan tidak serta merta. Tapi ditemukan alat bukti yang cukup dan telah lalui proses ekspose yang alot," ucap Salahuddin.
Tahap selanjutnya, kata Salahuddin, tim penyidik kembali menyusun agenda pemeriksaan saksi-saksi yang sebelumnya telah diperiksa di tahap penyelidikan.
"Penyidik lakukan pendalaman kembali keterangan saksi-saksi dalam tahap penyidikan ini untuk mengetahui kedepannya siapa nantinya yang patut bertanggungjawab atas kegiatan yang diduga merugikan negara tersebut," beber Salahuddin.
Diketahui Dana Alokasi Khusus (DAK) bantuan Pemerintah Pusat senilai Rp 39 miliar tersebut, diperuntukkan untuk membiayai proyek pembangunan bendung jaringan air baku Sungai Tabang yang berlokasi di Kecamatan Maiwa, Kabupaten Enrekang, Sulsel.
Anggaran DAK tersebut kemudian dimasukkan dalam pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Enrekang di tahun anggaran 2015.
Namun dalam pelaksanaannya, Pemerintah Kabupaten Enrekang (Pemkab Enrekang) melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dinas PUPR) Kabupaten Enrekang memanfaatkan anggaran tersebut dengan kegiatan yang berbeda. Yakni anggaran yang dimaksud digunakan membiayai kegiatan irigasi pipanisasi tertutup dan anggarannya pun dipecah menjadi 126 paket pengerjaan.
Pemkab Enrekang diduga telah melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 tahun 2015 yang mengatur tentang peruntukan anggaran DAK yang dimaksud.
Selain itu, 126 paket pengerjaan yang dibiayai menggunakan anggaran DAK tersebut juga diduga fiktif. Dimana ditemukan beberapa kejanggalan. Diantaranya proses pelelangan, penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) hingga Surat Perintah Pencairan Anggaran (SP2D) dari kas daerah ke rekening rekanan, lebih awal dilakukan sebelum tahap pembahasan anggaran.
Proses lelang hingga penerbitan surat perintah pencairan anggaran dilakukan pada 18 September 2015. Sementara pembahasan anggaran untuk pengerjaan proyek hingga pengesahannya nanti dilakukan pada tanggal 30 Oktober 2015.
Laporan kegiatan anggaran DAK tersebut diduga dimanipulasi atau laporan fiktif yang dilakukan oleh rekanan bekerjasama dengan panitia pelaksana dalam hal ini Dinas PUPR Kabupaten Enrekang guna mengejar pencairan anggaran sebelum tanggal 31 Desember 2015.
Progres pekerjaan dilapangan baru mencapai sekitar 15% - 45%. Bahkan ada yang masih sementara berlangsung hingga awal tahun 2016. Tak hanya itu, hampir 126 paket pengerjaan yang menggunakan DAK tersebut, diketahui tidak berfungsi. Sehingga tak dapat diambil azas manfaatnya oleh masyarakat Enrekang secara luas.
Hingga saat ini, terdapat 9 paket pengerjaan pipa yang bahan meterilnya masih terdapat di lokasi dan tak ada proses pengerjaan. Bahkan 6 paket pengerjaan pemasangan pipa lainnya pun diketahui anggarannya telah dicairkan namun pengerjaan tak dilakukan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: