Gibran Maju Pilwalkot dan Faktor Emosional Warga Solo

Dua tujuan dari survei yang Median lakukan, pertama adalah melihat dinamika elektabilitas dan mengidentifikasi kandidat-kandidat yang potensial dan kedua, adalah melihat persepsi publik atas isu dinasti politik yang saat ini diembuskan kepada Gibran.

oleh Liputan Enam diperbarui 17 Des 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 17 Des 2019, 12:00 WIB
Gibran Berangkat Mendaftar Cawalkot Solo Via DPD PDIP Jateng
Gibran Rakabuming Raka yang mendaftar sebagai Cawalkot Solo sedang menyalami para relawan yang akan mendampingi berangkat ke Semarang.(Liputan6.com/Fajar Abrori)

Liputan6.com, Jakarta - Putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming mendaftarkan dirinya ke partai politik untuk maju menjadi Wali Kota Solo. Isu dinasti politik pun berkembang seiring dengan majunya Gibran dalam Pemilihan Wali Kota Solo 2020.

Kehadiran Gibran dalam persaingan merebut kursi Solo 1 ini dipandang sebagai upaya penurunan kekuasaan mengingat sebelumnya Jokowi pernah menjabat sebagai Wali Kota Solo, bahkan kemudian naik menjadi Gubernur di DKI Jakarta dan sekarang menjadi Presiden Republik Indonesia (RI).

Berangkat dari isu dinasti politik ini, Media Survei Nasional (Median) melakukan survei di beberapa kota di Indonesia. Salah satunya di Kota Solo. Tujuannya untuk mengukur elektabilitas tokoh-tokoh di Kota Solo dan mencari tahu kaitannya dengan isu kemunculan dinasti politik di sana.  

"Diketahui nanti, pada 2020 ada kurang lebih 270 pilkada di Indonesia. Dari sekian ratus pilkada, kami menemukan ada dua yang cukup menarik. Pertama, ada di Kota Solo. Kedua ada di Kota Medan," kata Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun di Restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta (16/12/2019).

Ia mengatakan, tentunya ini masih tahap pendaftaran, secara resmi baru bulan Juni 2020. Sementara pilkada akan dilaksanakan 23 September 2020. Ia bersama timnya belum mengambil data di kota Medan, tetapi rencananya dalam waktu dekat akan melakukan survei.  

"Ada dua tujuan dari survei yang kami lakukan, pertama adalah melihat dinamika elektabilitas dan mengidentifikasi kandidat-kandidat yang potensial dan kedua, adalah melihat persepsi publik atas isu dinasti politik yang saat ini diembuskan kepada Gibran," ujar Rico kepada Liputan6.com.

Sementara itu, Rico menjelaskan, dalam Pilwalkot Solo, ada tiga alasan orang memilih petahana Achmad Purnomo, pertama dianggap berpengalaman artinya ia memiliki track record sebagai Wakil Wali Kota Solo. Kedua, merakyat artinya hubungan antara dia dengan publik. Ketiga, belum ada calon lain yang dianggap kuat.

Sedangkan, ada tiga alasan orang memilih Gibran, pertama karena ia masih muda, kedua ia adalah anaknya Jokowi, dan ketiga ia pengusaha kreatif.

Menurut Rico, publik Solo memilih Achmad Purnomo karena faktor rasionalitas yang tinggi artinya cukup berpengalaman, sedangkan orang yang memilih Gibran karena faktor emosional yang tinggi. Manusia bertindak tidak hanya karena faktor rasional saja, tapi juga karena faktor emosi juga. Seperti yang pernah terjadi sebelumnya, lanjut Rico, pada Pilkada Gubernur DKI yang dinilai faktor emosi lebih besar daripada faktor rasional dalam memengaruhi kemenangan calon.

"Di sisi lain itu bisa dipakai oleh Timses Gibran dan itu yang perlu diwaspadai oleh Pak Purnomo. Tetapi kalau hanya menggunakan faktor Jokowi saja tidak cukup. Karena yang memilih tidak hanya pemilih pemula, dan muda, tetapi juga pemilih dewasa yang berhadapan dengan dunia kerja. Dari sisi demografi itu lebih rasional dalam memilih," kata Rico.

Rico mengatakan, di Kota Solo, Jokowi adalah panutan sehingga mereka memilih Gibran karena mereka menganggap Gibran seperti Jokowi yang mengikuti jejak bapaknya. "Mungkin dalam waktu sembilan bulan ke depan, artinya Pak Jokowi akan memengaruhi juga terhadap pemilih Gibran," Rico menandaskan.

 

Akhmad Mundzirul Awwal/PNJ.

Simak Video Pilihan Berikut:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya