Misa Kudus di Negeri Syariat

Selasa sore (24/12/2019) Liputan6.com mengunjungi Gereja Katolik Hati Kudus di Banda Aceh untuk melihat langsung prosesi perayaan ekaristi umat Katolik di provinsi berjuluk Serambi Makkah itu, sebagai berikut:

oleh Rino Abonita diperbarui 26 Des 2019, 01:00 WIB
Diterbitkan 26 Des 2019, 01:00 WIB
Sakramen ekaristi di Gereja Katolik Hati Kudus (GKHK) Banda Aceh (Liputan6.com/Rino Abonita)
Sakramen ekaristi di Gereja Katolik Hati Kudus (GKHK) Banda Aceh (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Di ceruk sudut kiri gereja itu ada replika Pietà. Meski tak persis dengan karya Michelangelo Buonarroti di Santo Petrus, Pietà di Gereja Katolik Hati Kudus (GKHK) Banda Aceh sama dalam pesan dan kesan yang ingin disampaikan.

Pietà menggambarkan Maria memangku tubuh Yesus setelah penyaliban. Sementara, samsara Kristus dari memikul kayu salib ke bukit Golgota hingga rangkaian peristiwa liyan yang kemudian dikenal sebagai 'perhentian jalan salib' dapat ditangkap melalui belasan pigura yang tergantung mengelilingi panti umat.

GKHK Banda Aceh memiliki tiga pintu samping, satu pintu utama, serta ruang adorasi juga barisan kursi jemaat berwarna merah kayu dibelah lorong menuju altar seperti gereja pada umumnya. Di masing-masing pintu gereja terdapat dua bejana kecil berisi air suci berlapis verdigris dengan gambar malaikat bersayap.

Tak ada yang alpa —kecuali anak-anak— mencelupkan tangan ke salah satu bejana, membentuk tanda salib di dada, sebagai ritus wajib sebelum memasuki gereja.

Lebih dari sekadar makna simbolis penyucian diri, bagi umat Katolik, air juga pengingat akan pembaptisan, pengakuan dan penyatuan dalam tritunggal, seperti terlihat dari sikap jura jemaat kala berhadapan dengan sang mesias dengan salibnya yang menggantung di dinding altar.

Jemaat katolik di seputaran Banda Aceh mulai memadati rumah ibadah sejak pukul 18.00 WIB. Rangkaian perayaan ekaristi dimulai saat sang imam, Pastor Ibrahim Riberu OCD cum Vikaris Parokial memasuki altar.

Terdapat sebuah gong di bawah apse, di sebelah kiri altar, yang dipukul beberapa kali, mengikuti rangkaian perjamuan. Di kanan altar terdapat pohon natal yang gemerlapan, dan tulisan 'Merry Christmas' berwarna merah, tergantung bersama tiga lonceng, di bawah lampu kristal yang tampak anomali, di antara 8 lampu lain dengan warna kuning dominan sehingga menimbulkan kesan religius.

Suasana berlangsung penuh takzim saat litani, madah, serta kidung berkumandang. Seorang perempuan bersuara bagus, yang suka menggerakkan kedua tangannya dengan gemulai, jadi dirigen, sementara, kor dari balkon terdengar harmonis selaras dengan jemaat.

Malam itu sempat ada sakramen pembaptisan terhadap 4 orang, selain rangkaian peribadatan yang lazim dalam Misa Kudus, seperti kolekte dan komuni dan lainnya hingga imam, prodiakon beserta putera-puteri altar berarak meninggalkan ruangan diikuti jemaat.

Umat Katolik di provinsi paling barat pun mengakhiri rangkaian ekaristi, sehari sebelum perayaan Natal, Selasa malam (24/12/2019). Liputan6.com berada di lokasi dari sore hingga sakramen berakhir pada pukul 21.00 WIB lewat.

Jadi Sahabat untuk Siapa Saja

Perayaan ekaristi di Gereja Katolik Hati Kudus (GKHK) Banda Aceh (Liputan6.com/Rino Abonita)
Perayaan ekaristi di Gereja Katolik Hati Kudus (GKHK) Banda Aceh (Liputan6.com/Rino Abonita)

Sesuai tema Natal 2019 'Menjadi Sahabat untuk Siapa Saja', Pastor Ibrahim Riberu OCD akrab disapa Pastor Han, mengatakan bahwa proyeksi keuskupan kali ini bagaimana gereja, terutama Katolik, hidup lebih bermasyarakat.

"Bukan saja dengan sesama anggota gereja Katolik, tapi siapa saja, teristimewa yang berhadir di sekitar kita," jelas Pastor Han, usai peribadatan, kepada Liputan6.com, Selasa malam (24/12/2019).

Dalam kepercayaan Katolik, ekaristi adalah ‘jantung’ dari iman, sumber dan puncak seluruh kehidupan kristiani serta rangkuman iman, demikian disebut dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK). Kristus diyakini hadir, secara riil dan substansial dalam rupa tubuh, darah, jiwa, serta sifat ketuhanan yang terangkum dalam konsekrasi ketika roti dan anggur bersulih jadi tubuh dan darah.

"Kita mengambil semangatnya, sebagaimana Yesus menebarkan kasih, menjadi sahabat bagi yang lain," imbuh Pastor Han.

Sterilisasi Jibom

Pos pengamanan di GKHK Banda Aceh (Liputan6.com/Rino Abonita)
Pos pengamanan di GKHK Banda Aceh (Liputan6.com/Rino Abonita)

Tim Penjinak Bom (Jibom) Gegana sempat melakukan sterilisasi dan mendirikan pos pengamanan di beberapa gereja yang ada di Banda Aceh, termasuk GKHK Banda Aceh. Ini dilakukan untuk mengantisipasi segala hal yang dapat menganggu kenyamanan umat Kristiani di Serambi Makkah dalam beribadah.

"Kita memiliki 4 titik, terutama HKBP, GKHK, Methodist, dan lainnya," sebut Wakasup I Jibom Gegana, Rizaldi, kepada awak media di lokasi, Selasa sore (24/12/2019).

Tim Jibom menurunkan 20 personel, sementara, petugas dari Polresta Banda Aceh berjumlah 10 personel ditempatkan di setiap pos pengamanan. Pengamanan akan terus diperketat hingga perayaan Natal dan Tahun Baru usai.

Selain rumah ibadah, kepolisian juga menerjunkan personel untuk mengamankan tempat wisata serta pusat-pusat perbelanjaan.

"Sebelum tanggal 24 Desember sudah kita laksanakan, sampai nanti puncaknya pada tanggal 1, dalam rangka tahun baru," jelas Rizaldi.

Tentang Gereja Katolik Hati Kudus Banda Aceh

Gereja Katolik Hati Kudus Banda Aceh (Liputan6.com/Rino Abonita)
Gereja Katolik Hati Kudus Banda Aceh (Liputan6.com/Rino Abonita)

Gereja Katolik Hati Kudus (GKHK) Banda Aceh terbentuk dengan arsitektur —antara Romanesque dan Mudejar— memiliki sudut-sudut persegi tegas dan sebuah menara simetris yang menjulang di kiri bangunan, mewujud dalam kesatuan metaforis, sebagai jalan spiritual seorang Katolik kepada Tuhannya.

GKHK Banda Aceh satu-satunya gereja Katolik di kota madya tersebut. Gereja ini disebut-sebut sudah ada sejak zaman pendudukan Belanda.

Seorang pastor bernama Henricus Christiaan Verbraak SJ ditugaskan ke Aceh untuk kepentingan rohani tentara Belanda pada masa itu. Verbraak merupakan misionaris di Ranah Minang pada awalnya.

Ia menginjakkan kaki pertama kali di Banda Aceh pada Juni 1874. Sang pastor tinggal di gubuk sederhana, sekaligus menjadi tempat pelayanan, di pinggir Krueng Aceh, merupakan bagian istana yang masuk dalam teritorial kompeni, disebut Pante Pirak.

Verbraak, dibantu tentara Belanda, membangun kapel dan pastoran sederhana dari kayu dan bambu. Penguasa militer, yang mengetahui bahwa bangunan tersebut tak mungkin bertahan lama karena kawasan itu sering dilanda banjir, memberikan izin untuk mendirikan kapel dan pastoran yang lebih layak.

Pembangunan mulai dikerjakan pada 5 Februari 1884 dengan material yang lebih berkualitas, dan, mulai digunakan pada perayaan paskah setahun kemudian. Verbraak memimpin kapel dan pastoran untuk paroki Kota Madya Banda Aceh hingga medio 1907 sebelum menyerahkan kepemimpinan kepada generasi setelahnya.

"Waktu itu, hubungan pemerintah dengan sultan sangat baik," akuan Pengurus GKHK Banda Aceh, Robertus Wirjana.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya