Kisah Pilu Bocah Kakak Beradik di NTT, Ditelantarkan Orangtua dan Tak Bisa Sekolah

Kedua orangtuanya telah lama bercerai dan meninggalkan mereka begitu saja di sebuah gubuhk reyot tak layak huni.

oleh Ola Keda diperbarui 05 Feb 2020, 00:01 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2020, 00:01 WIB
Bocah Ditelantarkan Orangtua
Sungguh pilu nasib yang dialami dua bocah kakak beradik bernama Yunita Adu (11) dan Fernandus T Adu (13), keduanya ditinggalkan begitu saja oleh kedua orangtuanya yang bercerai. (Liputan6.com/ Ola Keda)

Liputan6.com, Rote Ndao - Sungguh pilu nasib yang dialami dua bocah kakak beradik bernama Yunita Adu (11) dan Fernandus T Adu (13), siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) Oelasin, Desa Oelasin, Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi NTT. Keduanya ditelantarkan orangtua, terpaksa hidup di di gubuk reyot, dan merelakan tidak melanjutkan sekolah lantaran tak ada biaya.

Jeremi Mandalla, Ketua Komunitas Safari Peduli Kasih Rote membenarkan kabar tersebut. Orangtua keduanya kini tidak lagi bersama mereka. Mereka telah lama berpisah dan pergi menelantarkan anak-anaknya begitu saja.

"Dari cerita kedua anak tersebut, katanya kedua orangtua mereka sudah lama berpisah. Mamanya sudah lama meninggalkan mereka, sedangkan bapaknya sudah beberapa tahun ini berada di Kupang," ungkap Jeremi.

Untuk bertahan hidup, Yunita Adu mengaku, dirinya bersama sang kakak terpaksa harus membantu melaksanakan pekerjaan di rumah-rumah tetangga sekitar sehingga mendapatkan sedikit uang untuk membeli beras.

"Sang kakak tidak ke sekolah karena pakaian seragam miliknya sobek. Sedangkan sang adik tidak bisa ke sekolah karena selama ini mereka tidak punya sabun mandi sehingga dirinya tidak bisa mandi untuk ke sekolah," tuturnya.

Kondisi kedua anak tersebut memang sangat memperihatinkan. Hidup layaknya anak yatim piatu tanpa kedua orangtua. Tinggal di rumah layaknya gubuk yang sebenarnya sangat tidak layak untuk dijadikan tempat tinggal.

"Mereka bahkan tidak bisa belajar dengan baik karena tidak ada penerangan di rumah itu. Saat malam tiba, mereka hanya bermodalkan sebuah senter untuk menerangi tidur mereka," kata Jeremi.

Jeremi mengaku, komunitas yang dinakhodainya menaruh perhatian serius terhadap kondisi yang dialami kedua anak tersebut. Rencananya, anggota komunitas akan menggelar rapat bersama guna memutuskan apa yang bisa dilakukan oleh komunitas Safari Peduli Kasih Rote dalam meringankan beban yang dipikul oleh kedua anak tersebut.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Merajut Asa

Jekson Manuain, Guru wali kelas VI SDN Oelasin mengaku, kondisi kedua anak tersebut terbongkar saat Fernandus T Adu absen ke sekolah lebih dari seminggu.

"Karena yang bersangkutan tidak pernah masuk sekolah selama seminggu lebih, akhirnya saya berinisiatif untuk pergi mencari tahu apa yang menjadi penyebab siswa tersebut tidak masuk sekolah. Ternyata ketika saya sampai ke rumahnya memang sungguh memprihatinkan kehidupan dua siswa tersebut," ungkap Jekson Manuain.

Fernandus sebagai kakak juga harus berperan sebagai ayah bagi adiknya untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Tidak hanya itu, Fernandus juga harus menjadi ibu bagi adik perempuan semata wayang itu.

Tidak hanya kebutuhan makan minum sehari-hari, kondisi rumah milik mereka juga sangat memprihatinkan. Mereka tinggal di rumah selayaknya gubuk, yang hanya berlantai tanah, dengan dinding yang terbuat dari bebak (kayu penutup dinding dari pelepah lontar) yang sudah lapuk. Atap gubuk dari daun lontar. Gubuk reyot ini juga tidak memiliki penerangan listrik.

Sebagai wali kelas dirinya sudah memberikan dorongan agar kedua siswa tersebut tetap melanjutkan pendidikan di SDN Oelasin.

Ia berjanji kepada Fernandus untuk menggantikan pakaian seragamnya yang sobek dengan yang baru. Selaku guru kelas, dirinya mengusahakan mulai minggu ini kedua anak tersebut sudah bisa kembali mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas dengan baik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya