Berusaha Hindari Pajak, Perusahaan Tempat Konflik Harimau Bonita Jadi Sorotan

PT Tabung Haji Indo Plantation diduga melakukan peralihan saham untuk menghindari pajak serta kewajiban dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

oleh M Syukur diperbarui 27 Jul 2020, 21:00 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2020, 21:00 WIB
Anggota DPR Abdul Wahid (kanan atas) berdialog dengan karyawan PT Tabung Haji Indo Plantation di Indragiri Hilir.
Anggota DPR Abdul Wahid (kanan atas) berdialog dengan karyawan PT Tabung Haji Indo Plantation di Indragiri Hilir. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - PT Tabung Haji Indo Plantation (THIP) diduga melakukan peralihan saham dari Penanam Modal Asing (PMA) menjadi perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Perusahaan beroperasi di Kabupaten Indragiri Hilir ini diduga sengaja melakukannya untuk menghindari pajak.

Perusahaan tempat harimau sumatra Bonita berkonflik ini juga disebut menghindar dari kewajiban dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), yang seharusnya diterima daerah. Hal ini membuat anggota DPR Abdul Wahid langsung menemui pihak perusahaan.

Wahid dikonfirmasi membenarkan datang ke perusahaan pada Kamis pekan lalu. Di sana dia menanyakan apakah benar perusahaan sudah dijual sahamnya dan dibeli pemodal dalam negeri.

"Ada indikasi perusahaan menghindari pajak dan BPHTB," kata Wahid, Minggu (26/7/2020).

Wahid menduga ada transaksi (take over) saham perusahaan di bawah tangan. Perubahan status dari PMA menjadi PMDN diperkuat dengan perombakan manajemen secara besar-besaran.

"Setiap peralihan status dan manejemen itu ada konsekuensi pajaknya," tegas anggota Fraksi PKB DPR ini.

Wahid mengingatkan perusahaan tentang Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994, Peraturan Pemerintah 48 Tahun 1996 tentang Pajak Penjualan dan Pembelian Tanah Perkebunan yang ada tanaman penghasilan.

Selanjutnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menyatakan jika BPHTB dialihkan menjadi salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.

"Dasar hukumnya jelas, jika benar kabar peralihan ini terindikasi menghindari itu (kewajiban pajak), maka ini sangat merugikan negara dan pemerintah daerah," tegas Wahid.

Sementara itu, perwakilan Regional Head PT THIP, Siswanta Capa, membenarkan adanya peralihan pengelolaan saham. Hanya saja, dia mengaku tak punya kapasitas menjelaskan itu kepada Abdul Wahid.

"Itu kewenangan direksi, kalau kami hanya pekerja pak. Bapak mungkin bisa panggil langsung jajaran direksi," ucap Siswanta.

Karena tak mendapat jawaban, Wahid berencana memanggil jajaran direksi untuk mengecek kebenaran informasi ini.

Sebagai informasi, PT THIP merupakan perusahaan sawit terbesar di Provinsi Riau. Sejak beroperasi, ada 16 hak guna usaha (HGU) yang diperoleh di berbagai kabupaten, termasuk di Indragiri Hilir, seluas 83.873 hektare.

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya