Herman Meang, Perajin Bambu Disabilitas yang Bangkit dari Terpaan Badai Pandemi

Sempat vacum karena pandemi, Herman Meang, perajin bambu disabilitas di pedalaman NTT mulai mengumpulkan tenaga dan bangkit lagi.

oleh Dionisius Wilibardus diperbarui 22 Okt 2020, 07:00 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2020, 07:00 WIB
Perajin Bambu
Sempat vacum karena pandemi, Herman Meang, perajin bambu disabilitas di pedalaman NTT mulai mengumpulkan tenaga dan bangkit lagi. (Liputan6.com/ Jhon Gomes)

Liputan6.com, Sikka - Pandemi Covid-19 memukul telak sektor perekonomian nasional. Tak sedikit perusahaan yang terpaksa bangkrut lantaran tak mampu menjalanan roda produksi secara maksimal. Tak terkecuali Herman Meang, seorang perajin bambu di sebuah desa di Sikka, NTT.

Sebelum pandemi melanda, halaman rumah yang diubah menjadi bengkel kerajinan bambu di Desa Nelle Barat, Kecamatan Nelle, Kabupaten Sikka, selalu tampak sibuk. Pesanan kerajinan bambu menunggu antrean untuk segera dituntaskan. Namun pandemi Covid-19 memaksa usaha kerajinan bambu itu terhenti. 

Usai vacum sejak Maret hingga September 2020 karena pandemi Covid-19, Herman memulai lagi membuka usaha kerajinan mebel miliknya. Atas bantuan Bumdes Teguh Mandiri Kecamatan Nele, dirinya membuka usaha berbagai kerajinan bambu. 

Tapi siapa yang sangka, Herman Meang yang mahir membuat kerajinan bambu itu ternyata punya keterbatasan fisik sejak kecil. Tak seperti anak pada umumnya, sejak usia dini dirinya tak bisa berjalan dengan normal.   

Menjadi perajin mebel berbahan dasar bambu sudah dilakoninya sejak 1992, usai mengikuti pelatihan dari dinas Sosial Kabupaten Sikka. Namun pengerjaan produk dari bambu itu masih dilakukan sendiri di rumahnya dan saat itu hasilnya masih dijual di lingkaran keluarga sendiri.

"Saya dulu masih kerja sendiri. Semua produk kerajinan dari bambu saya bisa kerjakan seperti kursi, meja dan lampu dan lain-lainya. Intinya produk yang saya kerjakan tergantung dari para pemesan. Sudah banyak produk yang saya buat dan telah terjual," katanya.

Keponakannya kerap membantu Herman membuat kerajinan mebel. Namun saat dirinya sekolah, Herman terpaksa mengerjakannya seorang diri. 

"Bila ada pemesanan mebel yang cukup banyak, dalam sebulan pasti saya harus berbagi dengan teman-teman saya, kadang saya kerjakan tiga set, teman saya kerjakan dua set. Ini tergantung pemesanan," katanya.

Satu set meja dan kursi membutuhkan paling tidak 10 batang bambu. Satu bambu dibeli dari petani lokal seharga Rp15 ribu.

Sekarang usaha mebel bambu milik Herman Meang tidak hanya diminati pembeli di sekitar Kabupaten Sikka saja, tetapi juga dari luar Sikka, seperi di Flores Timur dan Kupang.

 

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak juga video pilihan berikut ini:

Bumdesa Teguh Mandiri

Herman mengaku merasa terbantu usai bergabung dengan Bumdes Teguh Mandiri. Saat ini dia merasa tidak bekerja sendirian lagi.

"Dulu saya masih sendiri kerjakan. Tetapi sekarang, dengan adanya Bumdes ini saya merasa terbantu karena ada beberapa orang. Jadi satu minggu itu, saya biasa kerjakan satu set. Itupun juga tergantung dari model yang diinginkan pemesan. Untuk sekarang pesan paling banyak kursi, meja, tempat tidur dan tirai," katanya.

"Jadi kami hanya kerja saja. Bahan baku itu disediakan oleh Bumdes sampai tingkat pemasaran. Kadang-kadang pemesan yang datang langsung ke bumdes untuk pesan produk kerajinan bambu ini," tambahnya.

Keterbatasan fisik tak menghalangi dirinya untuk terus berkarya. Bahkan tak jarang juga Herman berbagi kiat kepada orang lain untuk bisa membangun usaha kerajinan bambu. Dirinya kerap mengisi palatihan ke berbagai daerah dan masuk ke desa-desa.

"Saya hanya berharap bagi orang muda, jangan malu untuk berkarya. Saya hanya seorang penyandang disabilitas tetapi saya tidak malu untuk bekerja. Saya hanya minta orang muda harus berkarya apapun jenis pekerjaannya," ungkao Herman.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya