Si Kecil 'Cupang' Juga Butuh Hidup

Ikan cupang tidak hanya sekadar ikan hias bagi lelaki satu ini. Ini adalah cerita tentang Efendi (37), seorang tukang asah batu akik yang kemudian menjadi penjual ikan cupang. Simak berita lengkapnya:

oleh Rino Abonita diperbarui 03 Des 2020, 05:00 WIB
Diterbitkan 03 Des 2020, 05:00 WIB
Salah satu ikan cupang yang dijual oleh Efendi, 37 tahun. Lapaknya terletak di pinggiran jalan Meulaboh-Tapak Tuan. Foto diambil di waktu yang berbeda dengan waktu wawancara (Liputan6.com/Rino Abonita)
Salah satu ikan cupang yang dijual oleh Efendi, 37 tahun. Lapaknya terletak di pinggiran jalan Meulaboh-Tapak Tuan. Foto diambil di waktu yang berbeda dengan waktu wawancara (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Sekitar lima menit yang lalu, lelaki itu masih duduk di kursi sembari memperhatikan deretan gelas serta stoples berisi ikan cupang-ikan cupang miliknya. Ikan-ikan tersebut tampak lincah, bergerak ke sana ke mari.

Sesaat kemudian, ia berdiri lantas mengitari rak tempat menampang gelas serta stoples berisi ikan-ikan tersebut. Ditatapnya salah satu gelas sambil membungkuk dengan cara menopangkan sebelah tangannya ke lutut.

Ada yang sedang mengganggu pikirannya saat itu. Ikan yang ada di dalam gelas yang sedang dilihatnya tampak lemau, tidak selincah ikan-ikan lainnya.

"Waduh," celetuknya sembari terus menatap gelas tersebut.

Ia pun menempelkan telunjuknya ke bibir gelas seakan-akan hendak mengguncang gelas tersebut. Namun, ikan yang ada di dalamnya tetap tidak berkutik.

"Sebenarnya, wadah ikan cupang ini harus lebar," entah kepada siap perkataannya itu tertuju, ia seperti sedang berbicara kepada dirinya sendiri.

Respons yang ditunjukkan oleh ikan cupang tersebut membuatnya garuk-garuk kepala. Takut terjadi sesuatu, ia pun menurunkan gelas tersebut, menaruhnya ke lantai, kemudian mengguncangnya sedikit lebih keras, sehingga air yang ada di dalamnya ikut berdelan. 

"Nah!" tiba-tiba ia berseru dengan wajah yang semringah.

"Oh, pantas, habis begadang kau semalam, ya? Bajingan, kau coba tipu aku, ya?" semprotnya.

"Ha-ha-ha," tawa seorang pria yang sejak tadi juga ikut duduk di situ tiba-tiba pecah mendengar perkataan lelaki tersebut.

Lelaki itu kini terlihat lega. Entah apa yang terjadi barusan, yang pasti, ikan yang sebelumnya terlihat lesu sekarang telah bergerak lincah kembali.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak video pilihan berikut ini:


Antara Akik dan Cupang

Efendi, 37 tahun, penjual ikan cupang di pinggiran jalan Meulaboh-Tapak Tuan. Foto diambil di waktu yang berbeda dengan waktu wawancara (Liputan6.com/Rino Abonita)
Efendi, 37 tahun, penjual ikan cupang di pinggiran jalan Meulaboh-Tapak Tuan. Foto diambil di waktu yang berbeda dengan waktu wawancara (Liputan6.com/Rino Abonita)

Namanya adalah Efendi (37). Selama 6 tahun ini, ia berjualan ikan cupang di pinggir jalan yang saban hari dilintasi oleh kendaraan yang bergerak dari arah Tapak Tuan menuju ke Meulaboh atau sebaliknya.

Lapaknya berada di depan Tempat Pemakaman Umum (TPU). Itu adalah lapak sederhana yang terbuat dari tiang-tiang kayu bulat sebagai kerangka serta beberapa helai papan setinggi lutut sebagai dinding.

Atapnya berupa terpal lusuh yang ukurannya mengikuti luas lapak. Gelas serta stoples tanpa penutup yang menampung ikan cupang pelbagai jenis dipampang di atas rak kayu, tepat di bawah spanduk yang menerangkan bahwa tempat itu menjual ikan hias.

Ia juga memanfaatkan pohon yang ada di sebelah lapaknya sebagai tempat menaruh rak. Di bawah rak tersebut terdapat sebuah akuarium berukuran kecil yang ujung saluran filternya telah diganti, meniru pancuran bambu—seolah-olah ingin memberi kesan pedesaan.


Hobi

Gelas-gelas berisi ikan cupang yang dijual oleh Efendi, 37 tahun. Lapaknya terletak di pinggiran jalan Meulaboh-Tapak Tuan. Foto diambil di waktu yang berbeda dengan waktu wawancara (Liputan6.com/Rino Abonita)
Gelas-gelas berisi ikan cupang yang dijual oleh Efendi, 37 tahun. Lapaknya terletak di pinggiran jalan Meulaboh-Tapak Tuan. Foto diambil di waktu yang berbeda dengan waktu wawancara (Liputan6.com/Rino Abonita)

Menjual ikan cupang sebenarnya bukan pekerjaan utamanya. Efendi hanya menyambi di samping pekerjaannya sebagai tukang asah batu akik.

Saat ditemui oleh Liputan6.com, kakinya tampak berdebu. Debu-debu tersebut berasal dari batu akik yang baru saja diasahnya. 

Tempat ia berjualan saat ini awalnya memang digunakan sebagai tempat mengasah batu akik. Belakangan ini barulah ia rombak serta manfaatkan sebagai lapak untuk menjual ikan hias di samping tidak meninggalkan pekerjaan lamanya.

Ketika ditanya mengapa tidak fokus pada satu pekerjaan saja, ia mengaku dilema. Efendi merasa enggan meninggalkan pekerjaannya yang dulu.

Kendati demikian, penghasilan yang didapat dari mengasah batu disadarinya telah berkurang akhir-akhir ini. Hal ini berbeda dari kondisi beberapa tahun yang lalu.

Sebagai pemantik, antara tahun 2014-2015, sebagian wilayah di nusantara dilanda demam batu akik. Fenomena ini tidak lepas dari peran Aceh, karena provinsi ujung utara Pulau Sumatera itu memiliki batu berjenis Vesuvianit atau Idocrase yang telah menarik mata para kolektor.

Idocrase merupakan batu mineral silikat kristal tetragonal yang mempunyai beberapa varian warna. Namun, yang paling mencolok ialah yang berwarna hijau, yang memiliki harga jual mencapai puluhan juta pada waktu itu.

Mengenakan batu akik tidak lagi hanya in de mode di kalangan pria berumur saja di tahun-tahun tersebut. Trennya telah merambah hampir ke semua usia serta jenis kelamin.

Di satu sisi, melihat fenomenanya, boleh dikatakan bahwa mengenakan batu akik telah bersulih jadi ajang gengsi-gengsian kala itu. Di kalangan orang-orang kantoran, jari-jemari para pejabatnya rata-rata dilingkari dengan batu akik dengan mata yang berkilauan.

Orang-orang rela merogoh kocek lebih dalam demi memilikinya. Keadaan ini pun saling renteng dengan kemunculan para pedagang batu akik musiman yang menjamur bak cendawan di musim hujan. 

Toko yang menaruh kata gemstone di belakang namanya pun banyak bermunculan tidak sampai setahun setelah fenomena demam batu akik terjadi. Sementara itu, dari rumah-rumah penduduk tidak jarang terdengar suara mesin pengasah batu meraung-raung tiada henti.

Efendi pun sempat merasakan serta menikmati masa-masa gemilang tersebut, hingga akhirnya, euforia tersebut perlahan meredup. Ibarat kata, batu akik kini telah kehilangan kilaunya sama sekali. 

Adapun alasan mengapa dirinya masih bertahan sebagai tukang asah batu akik sampai saat ini, kendati jumlah pelanggan telah menurun drastis, sangatlah klasik. Hobi.

Kondisi ini persis seperti ramalan para psikolog finansial yang menyebut tren batu akik sebagai irrational exuberance atau kegembiraan irrasional. Mengutip pelbagai sumber, kegembiraan irrasional merupakan fenomena di mana orang berbondong-bondong membeli sesuatu karena adanya dorongan emosi kolektif. 

Contoh yang paling sering diajukan untuk menggambarkan fenomena ini ialah cerita tulip mania di Belanda yang terjadi ratusan tahun silam. Ia bisa saja melejit ke atas tak terbendungkan, kemudian menukik ke bawah, dilupakan.


Mereka Makhluk Hidup

Rak gelas serta stoples berisi ikan cupang yang dijual oleh Efendi, 37 tahun. Lapaknya terletak di pinggiran jalan Meulaboh-Tapak Tuan. Foto diambil di waktu yang berbeda dengan waktu wawancara (Liputan6.com/Rino Abonita)
Rak gelas serta stoples berisi ikan cupang yang dijual oleh Efendi, 37 tahun. Lapaknya terletak di pinggiran jalan Meulaboh-Tapak Tuan. Foto diambil di waktu yang berbeda dengan waktu wawancara (Liputan6.com/Rino Abonita)

Akuan Efendi, saat ini, pembeli ikan cupang juga tidak banyak-banyak amat sebenarnya. Penjual jenis ikan yang mampu bertahan hidup dengan volume air sedikit ini malah lebih ramai dua tahun yang lalu.

"Di situ, dulu ada orang Padang yang ikut jualan ikan cupang. Di sebelah sana juga ada," Efendi menunjuk ke arah pintu gerbang TPU.

Di sisi lain, segmentasi pasar ikan cupang belakangan ini cenderung merambah ke kalangan pria dewasa yang muncul dengan komunitas-komunitasnya. Ini menandakan bahwa pemelihara ikan hias mulai bergerak ke arah yang lebih ekslusif.

Fenomena ini sebenarnya tidak terlepas dari kemunculan pagebluk yang telah mendorong orang-orang untuk mencoba hobi baru. Hobi yang dimaksud tentu saja tak sebatas memelihara ikan cupang. 

Dulu, target Efendi hanya anak-anak yang kebetulan lewat bersama orang tuanya, yang lantas merengek minta dibelikan ikan-ikan tersebut. Namun, karena hanya dijadikan kesenangan sesaat, ikan-ikan tersebut tentu saja dipelihara dengan cara seadanya pula.

"Hanya bermodalkan akuarium mini serta pakan, dan, kalau nanti ikannya mati, ya sudah, tinggal buang," ketus Efendi.

Padahal, imbuhnya, ikan cupang memerlukan perawatan khusus sekalipun tidak serumit ikan hias jenis lainnya. Kenyatannya, soal tempat yang cocok di mana menaruh wadah ikan tersebut saja masih banyak yang teledor.

"Harusnya, tempatnya lebih baik taruh di atas lantai. Agar uap suhu dingin terjaga. Terus, air jangan sampai bau. Terus, jangan nanti, biar dilihat keren, tempat ikannya malah ditaruh di atas meja samping TV," jelas Efendi dengan rokok terselip di bibir serta jempol yang berusaha memutar roda pemantik macis. 

Akan berbeda ceritanya apabila yang memelihara adalah orang yang memang gemar memelihara ikan hias. Kebutuhan ikan-ikan tersebut tentu lebih terjamin.

Dengan begitu, kehidupan ikan juga lebih dihargai. Sebab, sebagai ikan hias, cupang bukan sekadar objek keindahan atau lucu-lucuan belaka.

"Mereka makhluk hidup juga, kan?" tegasnya.

Karena itu, ia mengaku lebih lega ketika yang datang membeli ikan hias adalah orang dewasa. Ia yakin mereka pasti lebih serius saat memeliharanya. 

"Bukan berarti anak-anak ditolak, ya, tapi, ya, begitulah," sambungnya lagi dengan senyum terselip serta mata berkedip.


Tips untuk Merawat Si Kecil

Gelas berisi ikan cupang yang dijual oleh Efendi, 37 tahun. Lapaknya terletak di pinggiran jalan Meulaboh-Tapak Tuan. Foto diambil di waktu yang berbeda dengan waktu wawancara (Liputan6.com/Rino Abonita)
Gelas berisi ikan cupang yang dijual oleh Efendi, 37 tahun. Lapaknya terletak di pinggiran jalan Meulaboh-Tapak Tuan. Foto diambil di waktu yang berbeda dengan waktu wawancara (Liputan6.com/Rino Abonita)

Ikan hias satu ini bernama ilmiah Betta splendens serta merupakan jenis ikan eksotis yang memiliki kemampuan bertahan hidup lama bahkan ketika ditempatkan ke dalam wadah sempit tanpa aerator atau alat sirkulasi udara sekalipun. Perawatannya juga tergolong gampang.

"Tapi, enggak segampang itu juga, kan? Kadang-kadang bisa kena penyakit, kena jamur dan lain-lain," kata Efendi.

Bagi pemelihara ikan cupang pemula atau yang punya keinginan untuk memeliharanya, ia punya beberapa tips. Tips yang menurutnya bisa ditemukan dengan memanfaatkan aplikasi peramban seperti Google Chrome atau lainnya.

"Kan, banyak, tinggal ketik saja, cara memelihara ikan cupang. Saya juga lihat di situ. Tapi, okelah," ujarnya lagi.

Menurut Efendi, hal yang patut dijaga saat memelihara ikan cupang, selain pakan yang tepat serta teknis perawatan lainnya, ialah kualitas air. Disarankannya untuk mengganti air sebanyak dua kali dalam seminggu atau saat warnanya mulai terlihat keruh serta berkurang karena menguap.

"Jangan pula waktu salin air nanti, ikan dipindah pakai tangan. Jangan dipegang. Sediakan tempat cadangan, Sauk dan taruh di situ dulu. Bersihkan wadah lama, sauk dan taruh kembali. Jangan kasar-kasar, jaga agar tidak lecet atau rusak radainya," anjurnya. 

Ia juga menyarankan agar menambahkan sedikit garam ke dalam air. Selain mengurangi potensi stres, garam diyakini dapat membunuh mikoorganisme yang menyebabkan penyakit pada ikan cupang.

"Terus, taruh daun ketapang ke dalam tempat ikan. Itu obat besar bagi mereka," lanjutnya lagi.

Menaruh daun ketapang seperti saran Efendi jadi salah satu alternatif serta memiliki beberapa manfaat bagi ikan cupang. Di antaranya mencegah penyebaran jamur serta penyakit kulit lainnya. 

Daun bernama ilmiah Terminalia catappa ini juga bikin warna ikan semakin terlihat bagus dan cerah, katanya. Selain itu, daun ketapang kering diyakini mampu menurunkan kadar derajat keasaman (pH) serta menyerap zat kimia dalam air.

Daun tersebut juga berfungsi sebagai tempat menaruh telur, jika ikannya khusus untuk dibudidayakan. Zat asam yang dihasilkan oleh daun ketapang disebut-sebut mampu membunuh parasit serta bakteri sehingga telur ikan terlindungi dari infeksi.

"Dan, jangan lupa, seperti yang pertama saya bilang tadi, kasih makan teratur. Jangan lihat dan menikmati saja yang bisa, di akhirat dimintai tanggung jawab," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya