Tolak Tol Sumbar - Riau, Warga di 5 Desa Adat Lapor Ombudsman

Warga di 5 Desa Adat di Kabupaten Limapuluh Kota bersikeras menolak pembangunan jalan Tol Sumbar - Riau. Apa alasannya?

oleh Novia Harlina diperbarui 29 Jan 2021, 06:47 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2021, 06:46 WIB
Pembangunan Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) sepanjang 60,47 kilometer (km). Dok Kementerian PUPR
Pembangunan Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) sepanjang 60,47 kilometer (km). Dok Kementerian PUPR

Liputan6.com, Padang - Pembangunan tol Sumatera Barat-Riau yang sudah dimulai sejak 2017 hingga kini terus mengalami sejumlah kendala. Terbaru, masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota juga menolak tol yang dibangun melintas di lima nagari (desa adat) di daerah itu.

Lima nagari itu yakni Nagari Lubuk Batingkok, Koto Tangah Simalanggang, Koto Tinggi Simalanggang, Taeh Baruh dan Nagari Gurun. Perwakilan warga di lima nagari tersebut, Kamis (28/1/2021) kemarin, mendatangi Kantor Ombudsman Sumbar.

Mereka mengadukan nasib lahan produktif dan pemukiman penduduk, yang akan terdampak jika pembangunan proyek Tol Trans Sumatera itu tetap dibangun.

"Kesimpulan kami, dalam proyek ini ada maladministrasi, karena sejak proses pemancangan masyarakat tidak diajak duduk bersama," kata Sekretaris Forum Masyarakat Terdampak Tol, Ezi Fitriana usai pertemuan dengan Ombudsman, Kamis (28/1/2021).

Menurutnya proses yang dilakukan selama ini, hanya melihat dari foto satelit saja tanpa tahu bagaimana kondisi di lapangan.

Setelah pemancangan dilakukan oleh pihak-pihak terkait, baru sosialisasi dilakukan kepada masyarakat. Dalam proses sosialisasi tersebut sejak awal masyarakat sudah menolak, jika jalan tol harus melalui lahan di lima nagari ini.

Ezi menyebut, rute ini akan melalui lahan produktif dan pemukiman padat penduduk. Kehadiran tol juga akan merusak sosial budaya, tatanan adat yang telah dipertahankan selama ini.

Pihaknya juga telah menyurati dan membuat berita acara kesepakatan di lima nagari tersebut. Surat bahkan sudah dikirim ke instansi terkait mulai tingkat kabupaten, provinsi, hingga nasional.

Hanya saja belum ada respons dari pihak terkait hingga saat ini, dengan alasan bahwa pengerjaan proyek tol masih tahap perencanaan dini, masih jauh lagi dari proses penetapan lokasi.

"Sepengatahuan kami rencana-rencana itu sudah mulai melakukan pemetaan, sudah inventarisir lahan, dan sudah punya target pembebasan lahan," ujarnya.

 

 

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Ratusan Ribu Lahan Produktif Akan Terdampak

Menengok Pembangunan  Jalan Tol Serpong-Cinere yang Hampir Rampung
Suasana pembangunan Jalan Tol Serpong-Cinere yang melintasi wilayah Serpong (Jombang), Serua, Ciputat, Pamulang, dan Pondok Cabe/Cinere di Tangerang Selatan, Selasa (31/3/2020). (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Ezi menyampaikan dari data citra satelit yang dimilikinya, terdapat sejumlah lahan produktif yang terdampak akibat pembangunan proyek Tol Trans Sumatra ruas Padang-Pekanbaru.

Mulai dari lahan persawahan 269.277 hektare, ladang 196.851 hektare, dan Perkebunan seluas 82.955 hektare. Selanjutnya pemukiman dan pusat kegiatan 30.675 hektar serta lainya seperti sungai dan hutan rimba itu meliputi 70 persen.

"Ratusan ribu hektare itu yang ada di lima nagari di Limapuluh Kota saja," katanya.

Ezi hanya berharap aspirasi masyarakat didengarkan pihak penyelenggara dan mencari solusi lainnya secara bersama.

Sementara Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Yefri Heriani mengatakan, pihaknya masih menunggu kelengkapan dokumen sehingga bisa dijadikan sebuah laporan untuk ditindaklanjuti.

"Kami mengapresiasi upaya masyarakat, karena mereka merupakan bagian terpenting dalam pembangunan infrastruktur ini," kata Yefri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya