Liputan6.com, Palembang - Kerusakan hutan yang masif, khususnya di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dan Jambi, berdampak besar pada bencana alam yang terjadi beberapa waktu terakhir di Indonesia.
Kondisi ini menjadi sorotan oleh berbagai organisasi lingkungan di Sumsel-Jambi. Salah satu yang disoroti adalah pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) ke berbagai perusahaan.
Advertisement
Baca Juga
Topik ini sendiri dibahas dalam Webinar Seri II bertema ‘Bencana Alam dan Izin Pakai Kawasan Hutan’, yang digelar oleh Forum Masyarakat Penyelamat Hutan Alam Sumatera-Jambi (Formaphsi), pada Jumat (12/2/2021) lalu.
Koordinator Formaphsi Adios Safri mengatakan, webinar yang digelar beberapa hari lalu membahas tentang, bagaimana proteksi bencana alam, yang disebabkan oleh kerusakan hutan di Sumsel.
“Ke depannya bagaimana kita bersama-sama, dapat mengurangi bencana alam. Terutama yang disebabkan oleh kerusakan lahan dan hutan,” ucapnya, Selasa (16/2/2021).
Dari analisa tim spasial Hutan Kita Institute (HaKI), di tahun 2015-2020 kemarin, Sumsel mengalami deforestasi sebanyak 50.830 hektare per tahun.
Jika laju deforestasi kawasan hutan dibiarkan saja, dia menilai hal tersebut berpotensi mengundang bencana alam di Sumsel.
Formaphsi sendiri akan terus berjuang di garda terdepan, untuk menyelamatkan hutan di Sumsel. Salah satunya berjuang menyelamatkan Hutan Harapan, yang berada di Desa Sako Suban Kecamatan Batanghari Leko Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Sumsel.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini :
Penyebab Bencana Alam
Terutama dari IPPKH untuk jalan angkutan batubara, yang diberikan Kementrian Lingkungan Hidup (KLHK), ke PT Marga Bara Jaya.
Menurut Direktur Walhi Sumsel M Hairul Sobri, ada dua faktor penyebab bencana, yakni alam dan manusia. Aktornya sendiri, bisa dikatakan pemerintah, korporasi dan lainnya.
“Ketika berbicara bencana pola pembangunan yang dilakukan oleh negara, tidak mengacu dengan kajian kebencanaan, lingkungan hidup strategis, dokumen Amdal. Sehingga pada proses pelaksanaannya, dapat menyebabkan bencana,” katanya.
Salah satu aktivis lingkungan di Sumsel, Arlan menuturkan, saat ini Desa Sako Suban Kecamatan Batanghari Leko sedang dilanda bencana banjir.
Advertisement
Terendam Air Bah
“Rumah-rumah terendam banjir, akses jalan menuju desa sempat terputus. Seharusnya Pemprov Sumsel lebih peka terhadap potensi bencana alam, yang membuat masyarakat kian menderita, bukan malah mengumbar IPPKH ke segelintir orang saja,” ucapnya.
Ditambahkan Sahwan, perwakilan masyarakat Desa Muara Maung, kondisi desanya sangat memprihatinkan.
Terutama pada bulan Desember 2020 lalu, desanya diterjang banjir. Sehingga banyak lahan pertanian yang gagal panen dan rumah-rumah warga terendam air bah.
“Ini merupakan dampak dari aktivitas tambang batubara di sekitaran Desa Muara Maung. Yang mengakibatkan pendangkalan Sungai Kungkilan dan kerusakan hutan di sekitar desa. Perusahaan makmur, masyarakat yang dikorbankan,” katanya.
IPPKH Kewenangan KLHK
Sementara itu, A.Taufik, Kepala Bidang (Kabid) PPM Dinas Kehutanan (Dishut) Sumsel mengakui, tingkat bencana alam yang terjadi belakangan ini, memang sangat meresahkan dan memperhatinkan.
“Kami sebagai pemerintah (Dishut Sumsel), tidak dapat berbuat banyak dalam mengambil kebijakan terhadap IPPKH. Karena itu domainnya pemerintah pusat, dalam hal ini KLHK,” katanya.
Kegiatan pertambangan yang juga meresahkan, lanjut Taufik, juga merupakan domain KLHK. Namun beragam masukan dari organisasi lingkungan ini, akan disampaikan ke rekan-rekan yang berkaitan dampak dari IPPKH. Terutama terhadap potensi terjadinya bencana alam.
Advertisement