Dugaan Malpraktik, RS Hermina Semarang Dituntut Keluarga Pasien Rp25,8 Miliar

Dugaan malpraktik yang menyebabkan kelumpuhan itu bermula ketika pasangan suami istri asal Singorojo, Kabupaten Kendal, berencana melakukan persalinan di RS Hermina Pandanaran, Semarang

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mar 2021, 03:00 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2021, 03:00 WIB
Ilustrasi keadilan.
Ilustrasi keadilan. (Photo by Choco on Pixabay)

Liputan6.com, Semarang - Rumah Sakit Hermina yang berlokasi di Jalan Pandanaran, Kota Semarang, Jawa Tengah, digugat Rp25,8 miliar oleh keluarga pasien yang diduga menjadi korban malpraktik, ke Pengadilan Negeri Semarang

Juru bicara PN Semarang Eko Budi Supriyanto dI Semarang, Senin, membenarkan adanya gugatan terhadap RS Hermina oleh Jevry Christian Harsa tersebut.

"Sudah masuk. Selanjutnya ditentukan majelis hakim serta jadwal sidangnya," katanya, dikutip Antara.

Menurut dia, perkara dugaan malpraktik tersebut selanjutnya akan melalui tahapan mediasi sebelum memasuki perkara pokok.

Dari data Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Semarang, ganti rugi yang dimohonkan tersebut terdiri dari kerugian materiil sebesar Rp8,8 miliar dan kerugian immateriil sebesar Rp17 miliar.

Selain RS Hermina, penggugat juga memasukkan direktur serta sejumlah dokter sebagai tergugat.

Iput Presetyo Wibowo, kuasa hukum penggugat, menjelaskan peristiwa dugaan malpraktik yang menyebabkan kelumpuhan itu bermula ketika pasangan suami istri asal Singorojo, Kabupaten Kendal, Jevry Christian Harsa dan Ningrum Danti berencana melakukan persalinan di RS Hermina Pandanaran.

Menurut dia, pasangan itu datang memeriksakan kandungan anak pertamanya itu untuk persiapan persalinan pada 27 Mei 2020.

"Oleh dokter diminta untuk rawat inap karena dijadwalkan untuk menjalani operasi caesar pada 28 Mei 2020," katanya.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Kronologi Kasus Dugaan Malpraktik Versi Keluarga Pasien

Hari Keadilan Sosial Dunia
Ilustrasi Hari Keadilan Sosial Dunia. (Liputan6/Pixabay)

Setelah menjalani operasi sekitar 1 jam, kata dia, pihak rumah sakit menyatakan kalau Ningrum dalam kondisi tidak sadar akibat jantung terhenti.

Saat itu, menurut dia, bayi dalam kandungan sudah lahir, namun dalam kondisi membiru dan kesulitan bernapas. Keesokan harinya, bayi yang baru berusia satu hari tersebut dinyatakan meninggal dunia tanpa dijelaskan detil penyebabnya.

Adapun Ningrum, kata dia, mengalami koma selama sekitar dua bulan di ruang ICU.

"Selama tidak sadar, pasien mengalami penurunan daya tahan tubuh, tidak mampu menggerakkan organ tubuh, mengalami penyusutan massa otot, serta pelambatan kemampuan otak," katanya.

Setelah dua bulan koma, Ningrum akhirnya sadar dan dipindah ke ruang perawatan, namun tetap dengan kondisi yang sama.

Pada 31 Desember 2020, kata dia, pihak rumah sakit meminta pasien untuk pulang karena tidak ada tindakan medis lain yang bisa dilakukan.

"Rumah sakit beralasan, pasien butuh suasana dan terapi yang dilakukan di rumah," katanya.

Ia menambahkan istri kliennya itu tidak memiliki riwayat penyakit bawaan atau indikasi penyakit berbahaya lainnya.

Pihak rumah sakit, menurut dia, juga tidak bersedia menjelaskan penyebab pasien yang masih berusia 23 tahun itu menjadi lumpuh.

"Kami sudah melakukan tujuh kali mediasi. Namun pihak rumah sakit tetap tidak mempunyai iktikad baik," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya