Liputan6.com, Blora - Sekitar 16 bulan berlalu, sejarah kelam mencatat bahwa adanya pungutan janggal jasa pelayanan Rp6 ribu RSUD dr R Soetijono Blora dilaporkan secara resmi oleh sekelompok warga yang mengatasnamakan diri mereka sebagai Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Blora, Jawa Tengah. Tak pelak, kala itu publik langsung heboh.
Diketahui, setelah laporan tersebut dilayangkan, kini perkembangannya disimpulkan tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh pihak rumah sakit. Pernyataan ini disampaikan oleh Kasi Intel Kejari Blora, Muhammad Adung ketika menggelar konferensi press di kantornya, Jumat (30/7/2021).
Menurut Adung, kasus yang ditangani oleh pihaknya itu sampai berlarut-larut atau alias mangkrak lantaran banyak alasan yang melatarbelakangi. Salah satunya, yakni kondisi Blora disebut kala itu mulai banyak-banyaknya ada Covid-19. Lantas, apakah benar kala itu Blora sudah ada pandemi Corona?
Advertisement
"Ternyata berdasarkan petunjuk pimpinan dan berdasarkan keadaan kondisi Blora waktu itu, mulai banyak-banyaknya Covid. Sehingga acara yang kemarin kita tunda, karena seperti Kajari bilang, kita tidak mau menambah kluster press realease," ujar Adung.
Baca Juga
Berdasarkan catatan Liputan6.com, awal mula ada kasus Covid-19 pertama di Blora adalah tanggal 9 April 2020. Kala itu, seorang pria dinyatakan meninggal dunia karena Covid-19 dan kota setempat langsung ditetapkan masuk kawasan zona merah. Sementara, laporan resmi pungutan janggal jasa pelayanan RSUD dr R Soetijono Blora dilayangkan pada tanggal 13 Maret 2020.
Adung melanjutkan ceritanya bahwa saat itu pihaknya menerima laporan dari Geram. Kala itu banyak anggota Kejari Blora yang terinfeksi virus Corona.
"Makanya, untuk kali ini pun kita selalu menjaga protokol kesehatan," ucap Adung.
Adung sempat diminta Kepala Kejari Blora, Yohanes Avilla Agus Awanto Putra diminta agar menjelaskan sepintas saja di depan awak media. Namun, karena Adung sendiri takut persoalan pungutan janggal jasa pelayanan RSUD dr R Soetijono Blora ada yang menanyakan, ia memberikan penjelasannya secara panjang.
"Setelah kita adakan pemeriksaan berkaitan dengan penyelidikan, ternyata memang setelah kita ke ruangan, dari Bank Jateng juga, toh memang di sini tidak terbukti," ucap Adung.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Disebut Tidak Terbukti Pelanggarannya
Sambil memegang mikrofon, Adung memaparkan bahwa laporan dari Geram yaitu terkait tidak ada dasar direktur untuk mengeluarkan peraturan direktur (perdir) dianggap ada aturannya.
"Adanya pungutan yang seribu, ternyata setelah kita periksa, baik dari peraturan bupati sebelumnya di 2010 dan di 2015 Permenkes ternyata ada aturannya," paparnya.
Menurut Adung, pungutan janggal jasa pelayanan RSUD dr R Soetijono tak terbukti melawan hukum.
Selain itu, kata dia, aliran dana pungutan janggal jasa pelayanan ternyata setelah dicek disebut-sebut pasien langsung membayar ke Bank Jateng dan tidak masuk ke rekening pribadi.
Kejari Blora tentu menjadi bingung untuk menetapkan siapa yang bakal jadi tersangkanya. Sehingga, isu yang berembus ini beralih mengutamakan terlebih dahulu kasus dugaan pungli Pasar Cepu yang kasusnya dilaporkan belakangan setelah kasus pungutan janggal pelayanan RSUD dr R Soetijono Blora mencuat.
"Setelah kita cek, aliran dana itu pasien langsung membayar ke Bank Jateng, tidak ke rekening pribadi. Sehingga aliran dana itu tidak akan terserap ke oknum. Kita audit pengeluarannya ternyata memang tidak ada aliran dana yang misalnya, ke direktur atau yang lainnya. Itu tidak ada. Itu mungkin langsung ke pelayanan, jadi istilahnya ini yang jadi masalah," ungkap Adung.
Dia menyebut bahwa sebelumnya pelapor mengatakan peraturan mengenai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) itu diatur di Permendagri.
"Nah untuk saat ini saya jelaskan temen-teman bahwa peraturan yang disebutkan itu adalah peraturan umum," kata Adung.
Advertisement
Pelapor Baru Sekali Dipanggil Kejari Blora
Lebih lanjut, dirinya menjelaskan bahwa di masing-masing kementerian sudah ada peraturan khususnya. Termasuk tentang BLUD di kementerian.
"Seperti rumah sakit, itu ada peraturan lanjutan berkaitan dengan Permendagri. Itu ada Permenkes yang mengatur rumah sakit dan BLUD," jelasnya.
"Tim penyelidik menyimpulkan bahwa memang tidak ada pungutan liar. Karena peraturannya sudah ada. Baik itu peraturan Bupati di 2010 dan di Permenkes 2015. Jadi perbuatan rumah sakit setelah rumah sakit itu ada aturannya. tidak sewenang-wenang mengeluarkan peraturan direktur untuk penambahan pelayanan," imbuh Adung memungkasi.
Berkaitan dengan ini, Koordinator Geram Eko Arifianto saat ditemui Liputan6.com menyampaikan, seingatnya Geram baru dipanggil 1 kali saja oleh pihak Kejari Blora terkait kasus pungutan janggal jasa pelayanan RSUD dr R Soetijono Blora.
Untuk mendesak Kejari Blora, sempat pihaknya sampai-sampai melayangkan surat resmi ke Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah maupun Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Semata-mata agar masalah ini terungkap fakta-fakta pelanggarannya.
"Seingatku baru sekali kita dipanggil. Ya disayangkan katanya dikabari perkembangannya, tetapi sama sekali saya tidak dihubungi," ucap Eko, sapaan Eko Arifianto.
Direktur RSUD dr R Soetijono Blora Akui Vendor Salah Ketik
Sementara itu, sebelumnya terkait kasus ini Direktur RSUD dr R Soetijono Blora Nugroho Adiwarso dengan didampingi dua orang pegawainya kepada awak media menyampaikan bahwa tidak ada bentuk jasa pelayanan yang disebut oleh warga telah melanggar Perbup Nomor 54 Tahun 2019. Pernyataan tersebut disampaikannya seusai mengetahui bahwa RSUD dr R Soetijono Blora telah dilaporkan ke Kejari Blora oleh Geram.
Nugroho menyebut, kejadian ini jadi heboh karena vendor di RSUD dr R Soetijono salah menuliskan kalimat dalam struk yang muncul sehingga dicurigai oleh warga.
"Jadi ini kesalahan vendor kami, yang salah ketik penulisan dalam struk tulisannya 'Jasa Pelayanan'. Sebetulnya itu dulunya tertulis 'Pelayanan Kefarmasian'," katanya kepada Liputan6.com, kala itu.
Nugroho menjelaskan, dalam hal ini vendor mengubah ketikan kalimat tanpa laporan ke RSUD. Dia pun menyadari hal ini berakhir fatal dan menyebabkan polemik.
"Terima kasih telah diingatkan, nanti ini akan kami ubah kembali struk itu menjadi 'Pelayanan Kefarmasian'," ucap Nugroho.
Menurutnya, pihak RSUD dr R Soetijono Blora tidak berani melakukan pungutan tanpa adanya acuan yang didasari produk hukum.
"Ini di Perbup Blora, pelayanan kefarmasian Rp5 ribu jumlahnya, dan ada Rp1.000 dari peraturan direktur (Perdir) RSUD," ungkapnya.
Mengenai pernyataan yang disampaikan oleh Dwi Setyowati selaku yang membidangi Dokumentasi dan Informasi Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Blora, Nugroho mengungkapkan, adanya penyebutan yang kurang pas karena kesalahan pengetikan dalam struk.
"Vendor soal ini nanti akan kita tegur dan kita tidak akan memecatnya," ucap Nugroho tanpa menyebutkan nama vendor yang dimaksud.
Advertisement