Liputan6.com, Blora - Sejak awal tahun 2021, keruwetan rekrutmen perangkat desa di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, hingga saat ini masih belum juga tuntas.
Salah satu kasusnya melibatkan santri almarhum KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen bernama Akhmad Agus Imam Sobirin. Dirinya terjegal jadi Sekretaris Desa Turirejo, Kecamatan Jepon, lantaran masalah ijazah.
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan informasi yang diketahui Liputan6.com sebelumnya, banyak masalah lain yang belum tuntas seperti yang saat ini juga masih ditangani Polres Blora. Khusus yang masalah santri Mbah Moen itu, saat ini masih dalam proses gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang.
Kondisi saat ini, justru Pemkab Blora terkesan nekat membahas kembali akan menggelar tahapan pengisian 1.033 perangkat desa di akhir tahun 2021 ini. Anggarannya tidak sedikit, yakni nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Kabar Terbaru Gugatan Santri Mbah Moen
Kabar dari Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Allan Fatchan Gani Wardhana, yang turut hadir dalam persidangan PTUN Semarang terkait gugatan santrinya Mbah Moen, saat ini prosesnya sudah masuk tahap pembuktian terakhir yang diberikan oleh majelis hakim.
Kehadirannya itu sebagai pihak ahli yang memberikan keterangan tentang ijazah lulusan pondok pesantren.
"Ada dua poin yang saya sampaikan," kata Allan ketika dihubungi Liputan6.com melalui ponselnya, Rabu (3/11/2021).
Pertama, Allan menerangkan, bahwa lulusan Pondok Pesantren yang telah lulus pada pendidikan formal maupun non formal, diakui ijazahnya. Serta jika santri telah menempuh pendidikan menengah, maka ijazahnya harus dimaknai sederajat dengan pendidikan menengah pada umumnya.
Menurut Allan, lulusan pesantren seperti Akhmad Agus Imam Sobirin berhak pula untuk mendapatkan kesempatan kerja, salah satunya bekerja dan bertugas sebagai perangkat desa.
"Hal ini sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren dan Peraturan Menteri Agama Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pendidikan Pesantren," ungkapnya.
Kedua, Allan menerangkan bahwa Camat maupun Kepala Desa merupakan pejabat pemerintahan. Oleh karena itu, Camat dan Kepala Desa harus tunduk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Menurut Allan, terdapat Pasal 7 UU Administrasi Pemerintahan mengatur bahwa Pejabat Pemerintahan berkewajiban untuk menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintahan, dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Selain itu, kata dia, sesuai dengan Pasal 9 UU Administrasi Pemerintahan, bahwa setiap keputusan maupun tindakan wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB.
"Peraturan perundang-undangan yang dimaksud meliputi dasar Kewenangan dan dasar dalam menetapkan atau melakukan keputusan," katanya.
Tak hanya itu, Allan juga menjelaskan bahwa pengangkatan perangkat desa harus didasarkan pada peraturan perundangan-undangan yang ada, asas kepastian hukum yang didasarkan pada berbagai regulasi terkait, serta asas kecermatan dengan mempertimbangkan sinkronisasi berbagai regulasi terkait prosedur pengangkatan perangkat desa.
"Jika proses pengangkatan perangkat desa tidak sesuai dengan Peraturan perundangan-undangan dan AUPB, maka pengangkatannya dapat dibatalkan," jelasnya.
Advertisement
Jadi Perhatian Publik
Sekadar mengingatkan, permasalahan yang dialami oleh Akhmad Agus Imam Sobirin ini sempat menjadi perhatian publik karena terjegal jadi Sekretaris Desa Turirejo di detik-detik menjelang pelantikan pada 6 bulan lalu.
Ijazahnya yang dari pendidikan Pondok Pesantren Nganjuk, Jawa Timur, dianggap non formal. Sehingga tidak layak dipakai sesuai Peraturan bupati (Perbup). Padahal, awalnya diterima menggunakan ijazah pondok pesantren dan telah mengikuti seluruh tahapan penjaringan dan penyaringan perangkat desa.
Dari sebanyak 26 peserta, nilai yang didapatkannya dinyatakan paling unggul dibanding peserta yang lainnya. Hasil finalnya nilai dibawahnya yang dilantik menjadi Sekretaris Desa Turirejo.
Sebelumnya melalui Liputan6.com, sejumlah pihak kaitan permasalahan ini turut membahas dan memberikan tanggapan. Mulai dari Akhmad Agus Imam Sobirin dan kuasa hukumnya, Camat Jepon Ani Wahyu Kumalasari yang saat ini sudah di pindah alias di mutasi, Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen, Bupati Blora Arief Rohman, dan ada 4 anggota DPRD Blora.
Selain itu, dari pihak kuasa hukum Setda Kabupaten Blora, Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais, para tetangga Akhmad Agus Imam Sobirin, Kepala Desa Turirejo beserta istrinya, serta bahkan juga dari sejumlah masyarakat Blora.
Kabar Terbaru Tahapan Pengisian Perangkat Desa
Kabar dari Bupati Blora, Arief Rohman tentang pelaksanaan tahapan pengisian perangkat desa akan kembali digelar pada tahun 2021 ini. Tetapi sebelum itu, masih menunggu kesiapan dari pihak desa dan kecamatan di Blora.
Rencananya dari total 1.033 perangkat desa di Blora hanya sekitar 800-an yang akan melaksanakan tahapan itu. Mengingat, kekuatan Pemkab untuk membiayai siltap semua perangkat anggarannya mencapai puluhan miliar.
"Sekitar Rp99 miliar itu. Ini kita rembuk lagi lah sesuai kebutuhan minimalisnya," ungkap Gus Arief, sapaan Bupati Blora.
Menurut Gus Arief, sebenarnya soal siltap selain dari APBD bisa juga dari bengkok desa, tetapi pihak desa rata-rata tidak mau hasil bengkok desanya dipakai untuk kebutuhan anggaran pengisian perangkat desa.
"Kita minta kesadaran temen-teman untuk mengetahui posisi kita soal siltap," ungkapnya.
Lebih lanjut, disampaikan juga untuk urusan pengisian perangkat desa di Blora akan kembali dilaksanakan dengan menggunakan pihak ketiga sebagai penyelenggara.
"Kita juga minta pihak ketiga yang bonafit untuk penyelenggaraan ini biar hasilnya lebih baik," kata Gus Arief.
Nah, bagaimana tanggapan anda soal pengisian perangkat desa yang kondisinya masih menyisakan polemik?
Advertisement