Liputan6.com, Palu - Pemain timnas, Witan Sulaeman menjadi ‘Duta Senyum’ untuk kampanye Stop Bullying terhadap Penyandang Bibir Sumbing di Sulawesi Tengah. Bergabungnya Witan dalam gerakan itu diharapkan membantu edukasi tentang pentingnya penerimaan masyarakat.
Baca Juga
Advertisement
Momen pulang kampung ke Kota Palu juga digunakan oleh pemain timnas, Witan Sulaeman untuk aksi-aksi amal dan sosial. Jumat (14/1/2022) pemain bernomor delapan itu juga turut dalam kampanye Stop Bullying Terhadap Penyandang Bibir Sumbing. Dia dikukuhkan menjadi ‘Duta Senyum’ untuk kampanye tersebut oleh Organisasi Smile Train Indonesia Wilayah Sulawesi Tengah.
Di lapangan sepak bola Faqih Rasyid, Kota Palu, bersama anak-anak penyandang bibir sumbing Witan pada Jumat sore berlatih ringan. Sesekali pemain yang baru saja membela timnas di ajang AFF itu mengajari teknik sederhana bermain bola kepada anak-anak itu. Anak-anak usia 3 hingga belasan tahun tersebut tampak bergembira tanpa perasaan minder dan malu di hadapan publik.
Pemuda 21 tahun itupun merasa bangga bisa menjadi bagian dari kampanye itu. Dia berharap para penyandang bibir sumbing khususnya anak-anak tidak mendapat diskriminasi, dipandang sebelah mata, bahkan diejek karena punya potensi yang sama untuk berkembang.
“Senang saya bisa menjadi Duta Senyum untuk gerakan Stop Bullying anak-anak bibir sumbing dengan harapan memotivasi anak-anak supaya semangat mengejar cita-cita dan jangan pernah minder,” Witan Sulaeman berpesan, Jumat (14/1/2022).
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak Video Pilihan Ini:
Layanan dan Penerimaan untuk Masa Depan Penyandang Bibir Sumbing
Bergabungnya Witan sebagai duta anti bullying diharapkan membantu edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya perlindungan hak dan kesetaraan penyandang bibir sumbing di manapun demi perkembangan mereka.
Social worker Smile Train Indonesia Wilayah Sulawesi Tengah, Selfina Cepy mengungkapkan bullying yang dialami para penyandang itu bahkan terjadi di sekolah dan di dalam keluarga yang mengganggu psikologi terutama pada anak-anak.
“Ada 20 laporan bullying yang kami terima, bahkan ada kasus anak berhenti sekolah karena dibully,” Social worker Smile Train Indonesia Wilayah Sulawesi Tengah, Selfina Cepy mengungkapkan.
Cepy bilang banyak penyandang bibir sumbing maupun para keluarga yang belum mengetahui akses layanan penanganan. Dia berharap pemerintah daerah memaksimalkan peran itu lantaran tingginya jumlah warga yang membutuhkan penanganan itu.
Smile Train Sulawesi Tengah sejak tahun 2008 saja sudah menangani 1.500 penyandang bibir sumbing dari operasi hingga terapi wicara yang sebagian besar anak-anak.
“Pengalaman kami masyarakat yang perkotaan saja jarang mendapat informasi layananan gratis penanganan bibir sumbing, bisa dibayangkan bagaimana yang di desa-desa,” Cepy memungkasi.
Advertisement