Liputan6.com, Makassar - Komisi B DPRD Makassar mengunjungi sejumlah perusahaan di Kawasan Industri Makassar (KIMA) yang mengaku mendapat intimidasi dari pihak PT. KIMA (persero) terkait dengan pembayaran biaya Perpanjangan Pemanfaatan Tanah Industri (PPTI) yang sangat tinggi dan tidak rasional.
"Kami mendapat aduan dari pengusaha di KIMA kalau pasca penetapan biaya PPTI, justru mendapat intimidasi. Tekanan dari PT KIMA yang akhirnya mengganggu ketenangan berusaha. Ini kami pantau," ujar Ketua Komisi B DPRD Makassar Erick Horas, Selasa (26/4/2022).
Pada kesempatan tersebut, anggota DPRD Makassar yang melakukan kunjungan ke PT Pyramid Mega Sakti mendengar aspirasi dari pemilik perusahaan tersebut, Adnan Widjaja yang mengaku telah melakukan pengurangan karyawan imbas dari kebijakan PT KIMA (persero) yang tidak pro terhadap pengusaha.
Advertisement
"Pengurangan karyawan telah kami lakukan, karena kebijakan pengeloka KIMA yang tidak pro terhadap kami. Bahan baku sulit kami masukkan, kepercayaan bank juga turun. Kami alami kesulitas dengan biaya PPTI ini," tutur Adnan di hadapan awak media.
Owner PT Puramid Mega Sakti, Adnan Widjaja, menyebutkan dirinya merupakan investor pertama di Kawasan Industri Makassar. Lahirnya peraturan biaya perpanjangan PPTI sebesar 30 persen dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) secara sepihak menurut dia tidak ada dalam perjanjian di awal.
"Sejak awal kami tidak tahu apa itu PPTI. Yang ada adalah perjanjian jual beli. Hal ini yang kami ketahui," urai Adnan Widjaja.
Dia mengatakan, pihaknya sudah melakukan pembayaran sekitar Rp1 miliar lebih kepada PT KIMA untuk perpanjangan PPTI. Akan tetapi, hingga kini pihaknya juga masih mengalami intimidasi, seperti beton penghalang masih dipasang di depan pabriknya.
"Kami mengalami kesulitan dan itu tidak menjadi perhatian dari PT KIMA selaku pengelola kawasan. Di awal saat masuk ke kawasan itu, kami dijanji dengan segala kemudahan, tapi sekarang malah dipersulit," ungkapnya.
Kunjungan komisi B DPRD Kota Makassar ke Kawasan Industri Makassa
Ketua Paguyuban Perusahaan KIMA Makassar, Jemmy Gautama, mengatakan PT KIMA sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak melaksanakan sila ke lima dari pancasila.
Jemmy membeberkan beberapa alasan, antara lai seperti kawasan industri Jakarta seperti Pulo Gadung dan KBN hanya menerapkan PPTI sebesar 10 persen. Kawasan industri Surabaya kota terbesar nomor dua yang terletak di Gersik hanya menerapkan PPTI 4,8 persen.
"Sementara Kawasan Industri Makassar sebagai yang terbesar kelima bagaimana bisa menetapkan biaya PPTI hingga 30 persen. Tidak masuk akal. Kesanggupan kami hanya 1 persen sampai 3 persen. Apalagi kami baru dilanda badai covid lebih 2 tahun," terabg Jemmy.
Di sisi lain, Jemmy Gautama menegaskan kalau biaya perpanjangan PPTI tersebut tidak ada dalam perjanjian awal sewaktu transaksi jual beli dilakukan. "Kami semua investor dan pengusaha merasa terjebak," ujarnya.
Sebelumnya, Paguyuban Perusahaan KIMA Makassar juga sudah mengirim surat ke Presiden Joko Widodo meminta perlindungan dan kepastian berusaha bagi investor yang telah menjalankan usahanya selama puluhan tahun di kawasan industri terbesar di Indonesia Timur tersebut.
Paguyuban yang menghimpun 30 perusahaan di KIMA adalah resmi dan telah memberikan persetujuan terkait keberatan pengenaan biaya perpanjangan PPTI sebesar 30 persen itu.
Selain intimidasi, pihak investor juga keberatan dengan pelaksanaan audit keuangan internal perusahaan oleh auditor eksternal kalau menyatakan tidak mampu membayar biaya perpanjangan Perjanjian Penggunaan Tanah Industri (PPTI).
Imbasnya, karena ketakutan usahanya akan terganggu, sejumlah investor terpaksa menyerahkan kembali tanahnya ke PT KIMA yang telah dimiliki melalui perikatan jual beli di awal tahun 90-an.
Sebagian lagi pelaku usaha di KIMA, dipaksa melakukan pembayaran biaya PPTI dengan cara cicil. Padahal, telah menyatakan keberatan dan tidak mampu membayar biaya perpanjangan PPTI yang ditetapkan sebesar 30 persen dari Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) karena terlalu tinggi.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement