Tanggapan Akademisi Mengenai Rumusan Dakwaan 2 Terdakwa Korupsi Bandara Mengkendek

Akademisi menilai ada kejanggalan dalam rumusan dakwaan tersebut.

oleh Eka Hakim diperbarui 27 Apr 2022, 19:41 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2022, 19:40 WIB
Pembacaan dakwaan perkara dugaan korupsi pembebasan lahan Bandara Mengkendek (Liputan6.com/Eka Hakim)
Pembacaan dakwaan perkara dugaan korupsi pembebasan lahan Bandara Mengkendek (Liputan6.com/Eka Hakim)

Liputan6.com, Makassar - Pembacaan dakwaan perkara dugaan korupsi pembebasan lahan Bandara Mengkendek yang mendudukkan 2 orang terdakwa masing-masing Enos Karoma dan Ruben Rombe Randi telah digelar di Pengadilan Tipikor Makassar, Selasa 26 April 2022.

Dalam dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap 2 orang terdakwa yang diketahui sebagai mantan Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Tana Toraja dan mantan Camat Mengkendek itu, di mana keduanya dinilai bertindak sendiri-sendiri ataupun secara bersama-sama pada hari dan tanggal yang tidak dapat ditentukan dengan pasti pada bulan November Tahun 2010 hingga dengan Tahun 2012.

Setidak-tidaknya dalam suatu waktu pada tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 bertempat di Kantor Bupati Tana Toraja dan Kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Tana Toraja atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya.

Keduanya dinilai telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dianggap sebagai suatu perbuatan berlanjut, secara melawan hukum melakukan identifikasi dan inventarisasi atas penguasaan, penggunaan dan pemilikan tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah namun tidak dituangkan dalam bentuk daftar yang memuat data-data penting dari bidang-bidang tanah terkait.

Adapun hasil identifikasi/ penelitian dimaksud tidak dilakukan pengumuman serta tidak menunjuk Lembaga Penilai Harga Tanah yang telah ditetapkan oleh Bupati/ Wali Kota untuk menilai harga tanah dan dalam hal di Kabupaten/ Kota atau di sekitar Kabupaten/Kota yang bersangkutan belum terdapat Lembaga Penilai Harga Tanah, Bupati/ Walikota membentuk Tim Penilai Harga Tanah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Nomor : 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor : 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum telah memperkaya diri sendiri atau orang lain yakni para penerima ganti rugi yang tidak diakui hak penguasaannya.

Kemudian para penerima ganti rugi yang dinyatakan tidak berhak menerima ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 207K/pdt/2013 tanggal 27 Nopember 2013 telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp7.369.425.158 sebagaimana Laporan Hasil Audit dalam rangka penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bandara Baru di Kecamatan Mengkendek Kabupaten Tana Toraja Tahun Anggaran 2011-2012 yang dilakukan oleh BPKP Nomor : SR-470/PW21/5/2017 Tanggal 16 Agustus 2017.

Atas perbuatannya tersebut, kedua terdakwa diancam dengan pidana dalam Primair Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

 

Tanggapan Akademisi

Dosen Hukum UKIP Makassar, Jermias Rarsina SH. MH (Liputan6.com/ Eka Hakim)
Dosen Hukum UKIP Makassar, Jermias Rarsina SH. MH (Liputan6.com/ Eka Hakim)

Menanggapi rumusan dakwaan JPU terhadap 2 orang terdakwa yang diketahui berperan sebagai Panitia Pengadaan Tanah untuk pembangunan Bandara Mengkendek tersebut, Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Paulus Makassar (UKI Paulus), Jermias Rarsina yang ditemui mengatakan bahwa tentang rumusan dakwaan JPU yang menguraikan isi dakwaan bahwa tidak dilakukan pengumuman hasil identifikasi atau penelitian, tidak menunjuk lembaga penilai harga tanah atau belum dibentuk lembaga penilai harga tanah oleh Bupati dan para penerima ganti rugi yang dinyatakan tidak berhak menerima ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam putusan Mahkamah Agung Nomor: 207 K/Pdt/2013, tanggal 27 November 2013, maka tentunya secara yuridis tanggung jawab hukum secara absolut (mutlak) tidak bisa dibebankan secara parsial dengan hadirnya 2 orang terdakwa dalam kapasitas bagian dari Panitia Pengadaan Tanah.

Panitia Pengadaan Tanah yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati, menurut Jermias, bekerja secara kolektif sesuai peranan mereka dalam kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam hal ini untuk pembangunan Bandara Mengkendek. Regulasi hukumnya, kata dia, jelas dalam undang-undang dan peraturan turunan lainnya yang memiliki korelasi/ terkait dan melekat kewenangan menjalankan tugas pokok dan fungsi satu sama lainnya.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, ada hal menarik jika mencermati isi surat dakwaan tersebut. Di mana, kata Jermias, yakni ada banyak sekali akumulasi dugaan tindak pidana yang terjadi dalam tubuh kewenangan Panitia Pengadaan Tanah yang telah berakibat kerugian keuangan negara.

Misalnya, kata dia, kesalahan fatal tentang uang negara terbayar untuk kepentingan ganti rugi pembebasan lahan tanah bandara di satu sisi, sementara di sisi lain dakwaan JPU  merumuskan bahwa tidak menunjuk lembaga penilai harga tanah yang umumnya kita kenal dengan nama tim aprisal atau juru taksir dan dipertegas lagi bahwa lembaga tersebut belum dibentuk oleh Bupati. 

"Lalu menjadi pertanyaan hukum?, apa yang menjadi acuan bagi dasar pembayaran ganti rugi atas lahan tanah dan/atau ada benda lain berupa tanaman di atasnya, jika ada hasil inventarisasi di atas obyek pengadaan tanah?," ucap Jermias, Rabu (27/4/2022).

"Kemudian wujud atau bentuk dari lembaga penaksir, apakah bisa serampangan begitu saja tanpa memiliki predikat tertentu menurut regulasinya?, sehingga bisa menjawab pertanyaan awal di atas mengenai apa dan siapa tim penaksirnya karena telah ada pembayaran ganti rugi," lanjut Jermias.

Ia mengatakan, justru lebih parah dan membingungkan lagi secara hukum, jika dikatakan Bupati belum bentuk lembaga/ tim penaksir, namun kemudian terjadi pembayaran ganti rugi dan itu sudah dilaksanakan. 

"Belum lagi secara hukum menilai tentang kebenaran nilai ganti rugi yang tepat sesuai wewenang keabsahan menaksir harga berdasarkan keahlihan dalam tata cara penilaian ganti kerugian sehingga menghindari perbuatan curang permainan harga dan itu kejahatan sifatnya jika ada permainan harga," tutur Jermias.

Ia memaparkan, secara hukum wewenang menjalankan tugas pokok dan fungsi Panitia Pengadaan Tanah sesuai UU No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan dipertegas dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No.3 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, sehingga dengan tidak ada atau belum dibentuknya lembaga/tim penaksir ganti rugi kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan Bandara Mengkedek, maka secara otomatis perbuatan tersebut dipandang tidak menjalankan perintah Undang-Undang. 

Apalagi, lanjut Jermias, kegiatan Pengadaan Tanah untuk proyek Pembangunan Bandara Mengkendek itu, anggarannya sangat luar biasa alias nilai nominalnya cukup fantastis.

"Tim tak boleh serampangan atau lembaga penaksir nilai ganti rugi atas lahan tanah dan benda-benda lain di atasnya ditunjuk secara konvensional begitu saja. Apalagi secara regulasi mewajibkan harus ada tim/ lembaga penaksir yang kompeten dan kapabel sifatnya sesuai keahlihan," terang Jermias.

Menurutnya dia, setiap perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan melawan atau bertentangan hukum, maka prinsip dasarnya adalah tidak dapat dilindungi terhadap siapa saja yang melakukannya.   

Di sisi lain kalau dikaji dari segi hukum administrasi dalam hubungannya dengan pelaksanaan dari fungsi penyelenggaraan administrasi dalam kegiatan pengadaan tanah dimaksud, kata Jermias, maka sangat jelaslah sudah terminologi dari larangan penyalagunaan wewenang dalam hubungan dengan larangan melampaui wewenang salah satunya adalah apabila ada keputusan dan/ atau tindakan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dan Pasal 18 ayat (1) huruf c UU No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. 

 

Tidak Bisa Dilihat Secara Parsial

Panitia Pengadaan tanah, lanjut Jermias, melekat unsur pemerintah dalam hubungannya dengan penyelenggaraan administrasi negara, sehingga dalam hubungannya dengan pemberi Surat Keputusan (SK) dan penerima wewenang menyelenggarakan SK dimaksud tidak bisa dilihat secara parsial semata, melainkan secara kolektif dalam tanggung jawab perbuatan pidana mereka terhadap kesalahan dalam kategori sengaja atau karena kelalaian yang berakibat terjadinya delik.

Ia mengulangi dalam dakwaan yang telah dibacakan JPU. Di mana JPU telah merumuskan pasal penyertaan (delneming) dalam rumusan dakwaannya baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama melakukan kejahatan (delik) yang berakibat negara mengalami kerugian, dalam hubungan dengan keberadaan Panitia Pengadaan Tanah untuk kepentingan pembangunan Bandara Mengkendek, Kabupaten Tana Toraja.

"Jadi tidak ada alasan apapun yang dipertahankan untuk mengelak dari segi tanggung jawab hukum. Namun sudah tepat wajib semua yang terlibat dalam kegiatan Pengadaan Tanah, baik pemberi SK maupun penerima SK untuk menyelenggarakan fungsi administrasinya yang diduga cara kejahatannya dilakukan secara bertentangan dengan hukum sebagaimana terurai jelas dalam pandangan hukum tersebut di atas. berpotensi untuk dapat ditarik masuk sebagai orang yang bertanggung jawab bersama-sama secara pidana dengan 2 orang terdakwa sekarang ini," ungkap Jermias.

Ia mengatakan yang menjadi poin hukum yang kuat bagi JPU dalam dakwaannya yakni mengenai perbuatan pidana berupa tidak (belum) ada dibentuk lembaga penaksir ganti rugi pembayaran sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan, ternyata faktanya pembayaran ganti rugi sudah dilakukan (terjadi). Secara tafsiran makna hukumnya, kata dia, itu berarti dengan terang-terangan perbuatan Panitia Pengadaan Tanah telah menabrak peraturan hukum sebagaimana telah diuraikan di atas.

"Terlepas nanti akan dibuktikan tanggung jawab pidana di persidangan. Namun secara hukum tanggung jawab kolektif dari Panitia Pengadaan Tanah tidak bisa diabaikan begitu saja dengan dibawanya Setda dan Camat di persidangan," jelas Jermias.

Dugaan Tindak pidana sebagaimana digambarkan di atas, menurut dia, menjadi  semakin sempurna lagi dengan adanya putusan perkara perdata yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisdje zaak) yang menunjukan kesalahan atau kekeliruan Panitia Pengadaan Tanah melakukan transaksi pembayaran ganti rugi, dalam hal ini melakukan perbuatan pembayaran kepada orang yang tidak berhak atau bukan sebagai pemilik lahan.

"Berarti benar ada kesalahan Panitia Pengadaan Tanah," kata Jermias.

Ia menjelaskan, Panitia Pengadaan Tanah dalam menjalankan wewenang mereka tidak boleh serampangan, melainkan harus memiliki prinsip kehati-hatian dalam bertindak mengambil keputusan dan/atau tindakan tertentu dalam hubungannya dengan prinsip tata kelola keuangan negara secara akuntansi.

Hal itu, kata Jermias, bertujuan agar dari segi akuntabilitasnya dapat dipertanggung jawabkan secara tepat di mata hukum, bukan sebaliknya menjadi penyimpangan dan pada akhirnya dibawa penyelesaiannya di persidangan dalam dugaan tindak pidana korupsi sekarang ini. 

Tanggung jawab pidana terhadap pelaku-pelaku lainnya yang terlibat dalam kegiatan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan Bandara Mengkedek, kata Jermias, secara obyektif dan berkeadilan harus (wajib) dilibatkan dalam penegakan hukum pemberantasan tindak pidana korupsi, tanpa harus menunggu  tanggung jawab pidana dari kedua pelaku lainnya yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan Bandara Mengkendek yang sekarang ini sedang disidangkan di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Makasar.

"Sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak menyeret para tersangka lainnya untuk turut disidangkan bersama dengan 2 orang terdakwa yang saat ini sedang proses sidang," Jermias menandaskan.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya