Liputan6.com, Bandung - Maman Kusmawan (71) adalah peternak sapi perah di daerah dingin Wanasuka, Pangalengan, Kabupaten Bandung. Tiga sapinya baru mati hanya dalam jangka waktu lima hari, dinyatakan terjangkit Penyakit Mulut dan Kaki (PMK).
Dua sapi yang mati berumur enam tahun, satu lagi baru lahir dua hari. Ternak milik Maman yang masih hidup cuma tinggal satu, itu pun sapi bunting yang tak bisa diperah dan juga tergolek sakit.
Baca Juga
Sapi sakit itu sudah ditangani tim kesehatan hewan dari Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, kumpulan peternak tempat Maman berhimpun. Sapinya berkali diinfus, diberi vitamin hingga disuntik antibiotik.
Advertisement
Berharap bisa membaik dan berpinak, meski Maman paham bahwa ikhtiar yang dilakukan tetap tak menjamin ternaknya selamat.
Maman kini gamang melihat ke depan, dampak PMK jelas dirasakan olehnya. Sumber penghasilan terancam raib, tak ada sampingan, sementara sekian utang diakui masih tercecer di sana-sini.
"Sekarang mah tinggal sedihnya," kata Maman, ditemui di rumahnya, belum lama ini.
Â
Â
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pertama di Wanasuka
Di Desa Wanasuka terdapat empat kelompok peternak anggota KPBS. Maman masuk sebagai kelompok Wanasuka IV. Ada sekitar 35 peternak yang mengurus sekitar 95 ekor sapi perah, 32 ekor pejantan, dan 29 pedet atau anak sapi. Maman adalah ketua kelompok peternak di sana.
Peternak di sana bukan peternak gedean, rata-rata memiliki empat ekor paling mentok enam ekor sapi. Mereka masih kerabat keluarga. Kebayakan, menggantungkan hidupnya hanya dari memerah sapi.
Maman sebelumnya adalah buruh perkebunan teh. Sejak 1993, ia menunaikan hidupnya sebagai peternak. "Kalau sapi Abah anakan (berpinak), dikasih ke anak-anak, ke cucu. Abah mah empat aja dari dulu," katanya.
Lokasi kandang Wanasuka IV tak jauh dari rumahnya. Kandang mereka berdempet satu sama lain, berada terpencil di sebuah cekungan, lahan rendah dikitari daerah berbukit. Hanya memiliki jalur setapak tanah berbatu yang lumayan curam.
Pada suatu subuh, hari pertama Juni lalu. Maman mendapati sapinya bergelagat lain. Kakinya tak betah diam, berupaya jinjit, menendang-nendang, dan moncongnya ingusan. Maman tak enak hati, langsung panggil pak mantri.
"(Dalam hati) bertanya-tanya apakah ini PMK?," dugaan Maman tak salah. Setelah diperiksa, sapinya dinyatakan positif PMK. Itu menjadi kasus PMK pertama di kandang Wanasuka.
Â
Advertisement
Kandang Demi Kandang
Dalam sepekan, kasus PMK di Wanasuka langsung merebak. Kebanyakan sapi sudah berlendir, yang lain hanya rebahan dan tampak tak kerasan makan.
Dokter hewan dari tim Kesehatan Hewan (Keswan) KPBS, Liedzikri Risqi Insani memperkirakan, semua sapi yang ada di kandang Wanasuka IV sudah terjangkit PMK. Faktor kandang yang berdempetan turut mempercepat penularan.
"Sepekan pertama bulan ini (Juni 2022) sudah ada empat sapi mati di kandang Wanasuka IV," katanya.
Ketua Sutuan Tugas (Satgas) Penanganan PMK KPBS Pangalengan, Asep Rahmat menyampaikan, kasus PMK sudah menyebar ke 12 Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) dari 28 TPK yang ada di KPBS Pangalengan.
Dari 17 Mei - 7 Juni lalu, kasus PMK sudah menular ke 1.194 ekor sapi. Sebanyak 36 sapi di antaranya mati, 39 ekor dipotong paksa.
"Saat ini, kita melakukan pengetatan pada wilayah (TPK) yang belum terkena. Menahan peternak untuk tidak melakukan transaksi jual beli sapi dulu," katanya.
Â
Perahan Susu Kerontang
Selain ancaman ternaknya mati, pukulan keras PMK untuk peternak sapi perah adalah anjloknya produksi susu.
Menurut Asep Rahmat, pada waktu normal, produksi susu di KPBS Pangalengan bisa mencapai 100 ton dalam sehari. Semenjak PMK, produksinya bisa anjlok hingga 30-50 persen.
Anjloknya produksi susu diakui oleh seorang peternak, Darman. Seperti Maman, Darman hanya memiliki empat sapi perah.
Secara keseluruhan, di waktu normal sapi-sapinya bisa menghasilkan sekira 30 liter susu dalam sehari dalam dua kali pemerahan pagi dan sore. Kini, jadi hanya 6-8 liter saja.
"Kalau (disebut) putus asa, ya, putus asa," kata Darman.
Begitu juga Dalit yang punya empat ekor sapi perah, plus seekor sapi jantan. Dalam kondisi sehat, seekor sapi miliknya sanggup menghasilkan susu 15 liter dalam sehari. Semenjak sakit, seekor sapinya bahkan tak mampu memproduksi susu sama sekali. Yang lain, katanya, paling 1-5 liter saja.
"Gimana, kami emang gantungkan hidup di sini," kata Dalit.
Begitu juga Dadan. Biasanya sapi-sapinya bisa menghasilkan susu sekira 20 liter dalam sehari. Semenjak PMK, dalam tiga hari ke belakang ia hanya mendapatkan 1-3 liter saja.
"Kalau enggak ada (sapinya mati), paling cari kerja. Sehat gak sehat, usaha dulu sekarang mah," kata Dadan.
Hingga kini para peternak susu perah di Pangalengan masih merasa cemas diintai PMK. Bagi mereka, ketika sapi mati dan perahan susu menjadi kerontang, maka yang terancam adalah kehidupan mereka pula.
Advertisement