Antisipasi Karhutla Jelang 'Nugal', Tradisi Suku Dayak Membuka Ladang Padi

Nugal adalah tradisi membuka ladang Suku Dayak dengan cara dibakar sehingga perlu diantisipasi ancaman kebakaran hutan dan lahan.

oleh Abdul Jalil diperbarui 06 Sep 2022, 03:00 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2022, 03:00 WIB
Tradisi Nugal
Nugal adalah tradisi membuka lahan untuk menanam padi ladang kering yang menjadi kebiasaan Suku Dayak.

Liputan6.com, Mahakam Ulu - Memasuki awal September ini, Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur kembali siaga menghadapi ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Pasalnya, pada kisaran bulan tersebut masyarakat adat di kabupaten ini memasuki musim Nugal, yaitu menanam padi lahan kering dengan membuka lahan.

Bupati Mahakam Ulu Bonifasius Belawan Geh mengatakan pihaknya tidak mau ada peristiwa karhutla di Kabupaten Mahakam Ulu. Pemkab sudah melakukan antisipasi secara dini agar masyarakat dapat memulai aktivitas tanam padi tanpa ada kebakaran massal.

“Pemkab Mahakam Ulu sudah menyiapkan itu, kami siapkan alat pemadam api portabel kepada masyarakat peduli api (MPA). Bertepatan saat momen upacara peringatan HUT ke-77 RI di Alun-Alun Tribun Mahulu kemarin,” katanya (24/8/2022).

Pada 2022 ini, Pemkab Mahakam Ulu telah menetapkan pembukaan ruang untuk aktivitas tanam padi lahan kering. Nyaris di semua kampung di Mahulu akan melakukan aktivitas yang sama yakni nugal.

Nugal adalah tradisi yang umumnya dilakukan Suku Dayak dengan membuka lahan untuk dijadikan ladang padi dengan cara dibakar. Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu mendukung itu untuk membentuk ketahanan pangan dan mampu menjadi salah satu daerah lumbung beras di Kaltim.

“Kita sejak dulu memang memiliki aktivitas itu, sejak leluhur sudah ada. Maka tidak salah kalau ketahanan pangan ada di Mahakam Ulu. Tapi memang pembukaan lahan itu masih dengan cara membakar,” sebutnya.

Menurutnya, upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan terus dilakukan melalui kerjasama antara Kementerian dan Lembaga, baik pusat maupun daerah. Sinergi itu dilakukan untuk mencegah agar tidak munculnya titik api dan menekan tingkat bahaya karhutla.

Apalagi, Kalimantan masuk dalam empat provinsi rawan karhutla.

“Kita tidak mau Mahakam Ulu menjadi salah satu penyebab (karhutla). Sejauh ini, Pemkab bersinergi dengan masyarakat melakukan patroli mandiri dan antisipasi pemadaman dini,” imbuhnya.

Terkait pompa bantuan, sambungnya, masyarakat Kabupaten Mahakam Ulu sudah familiar dalam menggunakan alat tersebut. Ketika sedang membakar ilalang, masyarakat dipastikan sigap berjaga dan menyiapkan alat pemadam yang sudah ada.

Sehingga, jika api mulai muncul akan dijaga agar tidak membesar dan meluas.

“Alat pemadam seperti itu masyarakat sudah familiar. Mirip pompa air yang sehari-hari digunakan ambil air di Sungai Mahakam. Mereka biasa mengambil air dari anak-anak sungai dengan cara disedot. Saya kira tidak perlu pelatihan khusus,” ujarnya.

Simak juga video pilihan berikut:

Kearifan Lokal yang Terjaga

Bupati Mahakam Ulu Bonifasius Belawan
Bupati Mahakam Ulu Bonifasius Belawan saat mengikuti panen raya di ladang salah satu warga pada Bulan Juli 2022 lalu.

Pembukaan lahan untuk berladang umumnya di sepanjang lereng-lereng bukit di kawasan tinggi Kabupaten Mahulu. Rata- rata peladang membuka lahan seluas 1-2 hektare tiap ladang.

Bupati Mahakam Ulu Bonifasius Belawan Geh menyebut tradisi berladang dengan cara membakar atau nugal itu sudah ada sejak jaman nenek moyang. Bagi masyarakat adat berkaitan dengan persoalan religi di mana harus dijalankan melalui ritual adat sebagai bentuk penghormatan terhadap sang pencipta, leluhur, serta dewi padi.

“Ini bagian dari ritual tradisi dari leluhur. Sebagai bagian dari siklus bercocok tanam, berladang padi gunung ini dilaksanakan dengan beberapa tahapan yang merupakan sebuah kearifan lokal,” sebutnya.

Dia mengungkapkan, masyarakat Suku Dayak memiliki metode membakar lahan secara aman yang diterapkan secara turun temurun. Untuk mengantisipasi kebakaran meluas, mereka membuat pembatas api atau sekat bakar.

Proses itu dimulai dari membuka lahan, membakar hingga menanam yang dilaksanakan secara bergotong royong.

“Masyarakat sebanarnya sudah tahu cara menjaga api, karena ini kearifan lokal yang turun-temurun mereka lakukan. Kita yakin masyarakat Mahulu dalam membuka lahan itu aman saja. Namun untuk mendukung program pemerintah dalam pencegahan Karhutla, tetap kita antisipasi,” ungkapnya.

Selanjutnya, kata dia, abu dari sisa pembakaran lahan ini dipercaya berfungsi sebagai pupuk alami yang mampu menciptakan kesuburan tanah. Karena itu penggunaan pupuk kimia pada tanaman padi gunung dan holtikultura di ladang sangat minim, namun hasilnya panennya cukup baik.

“Ada skala bakar hutan tapi kecil, yang dibakar sampah-sampah. Tidak sebanyak yang dari awal yang di (hutan) belantara itu, itu rumput saja. Jadi kebakaran itu skala kecil saja dan bukan karhutla. Musim bakar lahan ini diimbau, supaya masyarakat berhati-hati melihat potensi kadar cuaca,” ujarnya.

Disinggung soal luas lahan yang menjadi lokasi bakar ladang, Boni menyebut akan menetapkan program khusus yakni program pertani. Program itu berbentuk ladang menetap modern yang berkelanjutan.

“Masyarakat disilahkan memilih lahan untuk bercocok tanam, dan pengelolaannya di situ-situ saja tidak pindah-pindah lagi. Kita ikut program pemerintah pusat supaya tidak merambah hutan, agar tetap subur dan produktif seperti itu. Kita menuju ketahanan pangan, tapi mencegah kebakaran hutan,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya