Bukan Tentang Angkat Galon, Ini Hal-hal yang Bisa Dibicarakan Laki-laki tentang Kesetaraan Gender

Daripada hanya berbicara tentang angkat galon, berikut hal-hal yang bisa laki-laki tuntut saat berbicara tentang kesetaraan gender

oleh Switzy Sabandar diperbarui 20 Nov 2022, 23:00 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2022, 23:00 WIB
Ilustrasi pasangan, suami istri
Ilustrasi pasangan, suami istri. (Photo by Marc A. Sporys on Unsplash)

Liputan6.com, Yogyakarta - Isu kesetaraan gender semakin banyak diperbincangkan di berbagai ranah. Sayangnya, masih ada yang menganggap bahwa kesetaraan gender hanya sebatas 'perempuan harus bisa angkat galon sendiri' atau 'laki-laki boleh memukul perempuan'.

Lebih dari itu, kesetaraan gender sebenarnya merujuk kepada suatu keadaan setara antara laki-laki dan perempuan dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban. Mengutip dari akun Instagram @magdaleneid, ada banyak hal yang bisa diperbincangkan saat laki-laki berbicara tentang kesetaraan gender.

Daripada hanya berbicara tentang angkat galon, berikut hal-hal yang bisa laki-laki tuntut saat berbicara tentang kesetaraan gender:

1. Laki-laki tak harus selalu kuat dan bisa berkelahi

Pada dasarnya, hal yang dilawan dalam kesetaraan gender bukanlah laki-laki, melainkan budaya patriarki. Kesetaraan gender mencoba untuk melawan kultur yang menuntut satu gender harus selalu dominan.

Sejatinya, patriarki tak hanya merugikan perempuan, tetapi juga laki-laki. Budaya ini melahirkan maskulinitas toksik di mana laki-laki dituntut untuk selalu kuat, tidak boleh menangis, dan harus selalu dominan. Padahal, pada kenyataannya, laki-laki juga manusia yang bisa rentan dan emosional.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Kekerasan Seksual Juga Terjadi pada Laki-Laki

2. Kekerasan seksual juga bisa terjadi pada laki-laki

Jika diperhatikan, laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual sering kali tak mendapatkan kepercayaan akan ceritanya. Parahnya, beberapa orang menganggap bahwa hal tersebut merupakan 'rezeki' karena digoda perempuan.

Budaya ini juga tak lepas dari maskulinitas toksik yang harus dilawan dengan kesetaraan gender. Pasalnya, siapa pun bisa menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual, terlepas apapun gendernya.

3. Laki-laki tak harus selalu menjadi pencari nafkah utama

Dalam budaya patriarki, laki-laki dituntut untukselalu menjadi pihak yang harus menghidupi perempuan. Sementara perempuan tugasnya hanya melayani.

Padahal, pada banyak kasus, perempuan juga ingin bekerja. Konsep kesetaraan gender ini justru menekankan bahwa laki-laki tak harus selalu menjadi pencari nafkah utama, tetapi bisa berbagi tugas dengan perempuan.

 

Bapak Rumah Tangga

4. Laki-laki boleh bekerja di bidang yang sering kali distereotipkan perempuan

Perempuan yang bekerja di male-dominated biasanya akan diapresiasi sebagai seseorang yang tangguh karena dianggap bisa mengikuti alur kerja laki-laki. Sebaliknya, jika laki-laki bekerja di bidang pekerjaan yang distereotipkan untuk perempuan biasanya akan dicap sebagai kurang 'laki'.

Konsep kesetaraan gender justru menekankan bahwa semua orang berhak memiliki kesempatan di bidang apa pun, terlepas dari gendernya. Laki-laki bisa bekerja di bidang perawatan, pengasuhan, dan lainnya.

5. Laki-laki boleh menjadi bapak rumah tangga

Budaya patriarki menuntut laki-laki untuk harus selalu menjadi pihak yang dominan danmenafkahi. Hal ini membuat mereka yang memilih menjadi bapak rumah tangga sering kali dianggap sebagai sampah masyarakat.

Padahal, peran perempuan dan laki-laki di rumah bisa saja saling bekerja sama ataupun ditukar, sesuai dengan kesepakatan bersama. Dalam kesetaraan gender, perempuan dan laki-laki bisa memiliki peran yang sama.

(Resla Aknaita Chak)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya