Liputan6.com, Cianjur - Seorang guru menempuh perjalanan kurang lebih 100 kilometer dari rumahnya di wilayah Leuwigajah, Kota Cimahi menuju sekolah tempat ia mengajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Gegerbitung di Desa Ciengang, Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten Sukabumi.
Rutinitas tersebut sudah dilakukan Ade Isman (52) selama 26 tahun sejak ia diangkat Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi seorang guru di daerah terpencil di Kabupaten Sukabumi yang berbatasan dengan Kabupaten Cianjur.
Baca Juga
Setiap Senin dini hari Ade berangkat menuju tempat ia mengajar. Perjalanan melalui bukit dan hutan, serta medan jalan yang rusak nyatanya tak menyurutkan niatnya menyampaikan ilmu.
Advertisement
Sesampai disana, dirinya menetap di sekolah hingga Jumat sore, yaitu waktu saat ia pulang ke rumahnya.
"Awalnya saya kaget ketika pertama ditugaskan di sini (SMPN 2 Gegerbitung), dari Kota Sukabumi aja jaraknya sekitar 26 kilometer, harus melewati hutan dan bukit dengan jalan yang rusak, belum diaspal hanya bebatuan, untuk sampai kesini," kata Ade kepada Liputan6.com, Jumat (25/11/2022).
Kendati demikian, seiring waktu, kata Ade, saat ini dirinya sudah betah mengajar di SMPN 2 Gegerbitung dan mungkin ingin menghabiskan masa pensiun kerjanya untuk tetap mengajar disana.
Sebuah sekolah yang pernah menjadi tempat pengungsian saat bencana tanah bergerak terjadi di wilayah Suradita, Desa Ciengang, Kecamatan Gegerbitung, Kabupaten Sukabumi.
"Kalo saya tinggalkan atau pindah, kasian murid-murid di sini, mungkin ini panggilan jiwa untuk saya agar tetap mengajar di sini. Ada kebahagiaan tersendiri bisa mengajar murid yang sekarang, itu merupakan anak dari murid saya yang saat ini sudah selesai sekolah dan telah berumah tangga," tutur dia.
Namun, tidak semua upaya yang dilakukannya beriring dengan apa yang didapatkan oleh Ade. Pria berusia 52 tahun itu berangkat dari rumah dengan menggunakan angkutan umum untuk ke sekolah.
Ade mengaku merasa kerepotan ketika mengalami sakit. Fasilitas kesehatan yang jauh dan dirinya yang menetap di sekolah, tidak memungkinkan untuk kapan saja pergi ke dokter atau rumah sakit.
"Pernah saya ketika tidak kuat (sakit), menelepon orang rumah agar mengirimkan kendaraan untuk menjemput saya di sekolah, agar bisa pergi ke rumah sakit. Selama lebih dari 5 jam saya menunggu kedatangan keluarga dari Cimahi dengan keadaan sakit," kenang Ade menyampaikan dengan raut senyum, seolah tak ada penyesalan.
Lebih lanjut, ia menyebut, bahwa pengabdian dirinya untuk dunia pendidikan hanya sebagian kecil dibandingkan dengan guru-guru yang lain di wilayah Kabupaten Sukabumi. Menurutnya, masih banyak teman satu profesi yang harus melewati rintangan untuk sampai ke sekolahnya.
"Dari pertama saya mengajar, jalan ke Ciengang tempat saya mengajar itu rusak, bahkan sudah 26 tahun mengajar tetap seperti ini (rusak). Tapi saya bersyukur, di sekolah lain ada yang harus melewati jembatan dan jalan yang lebih rusak, lebih jauh dari jarak yang saya tempuh bahkan harus memakai perahu untuk sampai ke tempat mengajar," ungkapnya.
Kemana Tunjangan Guru Daerah Terpencil?
Sementara itu Kepala Sekolah SMPN 2 Gegerbitung, R Herawati mengatakan, bahwa perjuangan seorang guru seperti Ade harus diapresiasi oleh pemerintah daerah.
Herawati yang baru 6 bulan memimpin di sekolah tersebut, merasa terharu atas semangat para guru yang mengajar tanpa mengeluh jarak dan fasilitas yang seadanya itu.
"Dulu waktu saya menjadi guru, ada namanya tunjangan Gurdacil atau Guru Daerah Terpencil, namun sekarang tunjangan tersebut hilang. Saya berharap kepada pemerintah untuk menambah semangat para guru yang mengajar di daerah terpencil, kembali diadakan tunjangan tersebut," kata Herawati.
Lanjut dia, di SMPN 2 Gegerbitung ini, sebagian besar para guru bukan merupakan penduduk sekitar. Mereka harus menempuh hingga 26 kilometer untuk sampai ke sekolah dengan akses jalan yang rusak dengan melewati hutan dan bukit.
"Sudah sewajarnya jika diberikan penghargaan berupa tunjangan lebih karena pengabdiannya," imbuhnya.
(Fira Alfi Syahrin)
Advertisement