Liputan6.com, Mamuju - Tim Terpadu Akselerasi Pembangunan Mamuju Arterial Ring Road (MARR) TPI-Timbu menjelaskan kronologi adanya proyek strategis nasional itu. Proyek yang akan dibangun sepanjang 1,8 kilometer di Mamuju, Sulawesi Barat itu tengah berpolemik setelah ditolak oleh warga.
Warga menganggap proyek MARR TPI-Timbu itu akan membuat mereka terdampak secara sosial, ekonomi dan rawan terkena bencana alam. Namun, semua yang ditakutkan warga itu sudah dipikirkan matang-matang oleh Pemprov Sulawesi Barat dengan menyiapkan solusi yang dinilai akan sangat menguntungkan warga.
Awalnya, peta pembangunan MARR TPI-Timbu akan melalui garis pantai, bukan seperti saat ini yang melalui lahan kosong di Lingkungan Tambi dan Kampung Baru, Mamuju agar tersambung dengan jalan nasional. Pemprov Sulawesi Barat mengurai kronologi berubahnya peta pembangunan dengan berbagai pertimbangan untuk kemajuan daerah.
Advertisement
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Sulawesi Barat, Muhammad Aksan menguraikan kronologi hadirnya proyek strategis nasional itu di ibu kota provinsi ke-33. Semua bermula pada 2010 lalu di masa kepemimpinan Anwar Adnan Salah, saat itu Pemprov Sulawesi Barat ingin meningkatkan jalur distribusi logistik di Jalan Nasional Lintas Barat Sulawesi.
"Pada tahun 2010 pemprov menyusun studi kelayakan kemudian dilanjutkan dengan dokumen lingkungan pembangunan jalan arteri, yang oleh Bappenas diberi nama MARR, itu dari Kota Mamuju ke Bandara Tampa Padang kemudian ke Pelabuhan Belang-belang. Selanjutnya, dari Mamuju ke Tapalang Barat," kata Aksan, Selasa (07/12/22).
Aksan menambahkan, saat penyusunan studi kelayakan, MARR awalnya ditawarkan ke pihak investor asing yang berasal dari Tiongkok. Namun, hal itu batal terlaksana karena investor ingin pembangunan MARR sepaket dengan pembangunan PLTA di Mamuju, tepatnya di Kecamatan Bonehau dan Kalumpang yang akan melenyapkan sejumlah desa di daerah itu.
"Sehingga pada saat itu gubernur tidak setuju jika ada perkampungan yang ditenggelamkan demi pembangunan MARR dan PLTA, sehingga investor batal," ujar Aksan.
Setelah investor batal, menurut Aksan, gubernur mengajukan proyek MARR ke pemerintah pusat, yakni Kementerian PU, Kementerian Keuangan dan Bappenas. Saat itu, disetujui pembangunan MARR tahap pertama sepanjang 4,7 kilometer yang menghubungkan kantor Gubernur Sulawesi Barat ke perapatan Jalan Yos Sudarso.
"Karena pada saat itu, pemprov melihat Mamuju sudah mengalami kemacetan, sehingga diberikan anggaran dari tahun 2013 hingga 2018, jadi pelaksanaannya multiyear, yang mana saat ini sudah kita rasakan manfaatnya," tutur Aksan.
Lanjut Aksan, pada 2017, ditengah pelaksanaan pembangunan MARR tahap pertama, Pemprov Sulawesi Barat kembali mengusulkan kelanjutan proyek strategis nasional itu bernama MARR TPI-Timbu. Usulan Pemprov Sulawesi Barat agar pembangunan MARR TPI-Timbu melalui bibir pantai ke Bandara Tampa Padang terkendala aturan yang tidak memperbolehkan jalan nasional dibangun secara paralel.
"Jalan nasional harus satu saja tidak boleh dua, bisa dua asal pemda yang membiayai, tidak menggunakan APBN. Sehingga pada saat itu kita menyetujui ada beberapa titik dimana kita harus masuk ke jalan nasional dan dititik lain melalui bibir pantai lagi, sehingga muncul pembangunan akses bandara yang kita lihat melalui pantai," jelas Aksan.
Saksikan Video Pilihan Berikut:
Peta Pembangunan Berubah Pasca Gempa Bumi
Bencana gempa bumi mengguncang Mamuju pada 15 Januari 2021 menjadi titik awal perubahan sepenuhnya peta pembangunan MARR TPI-Timbu. Terjadinya kemacetan di Jalan Nasional tepatnya Simpang 5 Kali Mamuju saat evakuasi dan keretakan jembatan di lokasi itu membuat Kementerian PU menyetujui perubahan jalur MARR TPI-Timbu dari jalur pesisir pantai ke jalur yang melalui lahan kosong di perkampungan.
"Diberikan dana untuk pembangunan lanjutan kepada Sulbar, tetapi tidak lagi melalui pesisir pantai, karena kalau melalui bibir pantai yang panjangnya 7 kilometer tidak mampu diselesaikan pada akhir tahun RPJMN 2024, karena semua kegiatan yang dilaksanakan sekarang harus selesai pada akhir masa jabatan presiden," terang Aksan.
Aksan menegaskan, Pemprov Sulawesi Barat sempat mengusulkan jalur MARR TPI-Timbu melalui Jalan Tuna, namun lokasi itu sudah tidak layak untuk dilakukan pembangunan untuk menyelesaikan masalah di Simpang 5 Kali Mamuju. Sehingga ruas jalan dialihkan ke Lingkungan Tambi dan Kampung Baru Kelurahan Mamunyu yang disetujui oleh Kementerian PU.
"Setelah disetujui maka Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Sulbar melakukan penyusunan dokumen lingkungan yang diterbitkan dari Dinas LHK Mamuju yang mempunyai kewenangan," tegas Aksan.
Karena lahan yang digunakan dibawah 5 hektare pemerintah cukup memiliki dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), bukan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Hal itu sesuai dengan aturan Kementerian Lingkungan Hidup, dimana untuk lahan dibawah 5 hektare itu cukup dengan UKM-UPL bukan AMDAL.
"Karena sudah memiliki UKL-UPL terpenuhi, sehingga kementerian menganggarkan anggaran untuk fisiknya, dan membantu pemprov untuk pembebasan lahannya," jelas Aksan.
Advertisement