Mengenal Thudong Tradisi Biksu Jalan Kaki dari Thailand Menuju Borobudur

Dalam praktik thudong, para biksu melakukan perjalanan jauh tanpa membawa banyak perbekalan atau uang.

oleh Tifani diperbarui 16 Mei 2023, 00:00 WIB
Diterbitkan 16 Mei 2023, 00:00 WIB
Ribuan Lampion Hiasi Malam Waisak di Candi Borobudur
Peserta menerbangkan lampion sebagai tanda puncak perayaan Tri Suci Waisak 2566 BE/2022 di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tegah, Senin (16/05/2022) malam. Sebanyak 2022 lampion diterbangkan oleh biksu, umat Buddha serta wisatawan sebagai simbol harapan dan perdamaian untuk dunia. (merdeka.com/Iqbal S.Nugroho)

Liputan6.com, Yogyakarta - Jelang puncak perayaan Hari Raya Waisak, puluhan bhante atau biksu jalan kaki dari Thailand menuju Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Tradisi atau ritual religi ini disebut dengan thudong.

Dikutip dari laman resmi kemenag.go.id, thudong adalah perjalanan ritual para bhante atau biksu yang dilakukan dengan berjalan kaki ribuan kilometer. Tradisi thudong merupakan ritual keagamaan bagi umat Buddha yang dilakukan dengan berjalan kaki atau dianggap juga sebagai ritual perjalanan spiritual.

Thudong juga diartikan sebagai kehidupan mengembara, bertapa, menyendiri, dan meditatif dari beberapa biksu. Sebutan lain dari biksu yang digunakan Buddha mazhab Theravada.

Buddhisme Theravada kini tersebar di Thailand, Sri Lanka, Myanmar, Kamboja, dan Vietnam. Thudong termasuk dalam ritual keagamaan dalam tradisi Buddhisme Theravada yang melibatkan praktik keliling atau perjalanan ke tempat-tempat suci.

Tempat suci yang dimaksud antara lain, termasuk gua, gunung, hutan dan candi. Ritual thudong biasanya dilakukan oleh para biksu yang telah mengambil sumpah untuk hidup sebagai biksu pengembara atau biksu Aranyaka.

Dalam praktik thudong, para biksu melakukan perjalanan jauh tanpa membawa banyak perbekalan atau uang. Mereka harus bergantung pada dukungan masyarakat dan umat Buddha di sepanjang perjalanan mereka.

 

Mencari Pemahaman

Bagi para biksu pengembara tujuan utama dari thudong adalah untuk mencari pemahaman yang lebih dalam tentang ajaran Buddha, membersihkan pikiran dan hati dari hambatan, dan mencapai keadaan meditasi yang lebih dalam. Selama perjalanan thudong, para biksu harus berlatih disiplin diri, termasuk puasa, meditasi, dan pembiasaan kesederhanaan.

Biksu pengembara yang melakukan thudong juga diharapkan untuk menghindari tiga dosa utama dalam Buddhisme, yaitu keinginan, kemarahan, dan kebodohan. Para biksu mengembangkan nilai kebajikan, yaitu kasih sayang, kedermawanan, dan kebijaksanaan.

Thudong masih dilakukan oleh beberapa biksu di negara-negara Theravada seperti Thailand, Sri Lanka, dan Myanmar. Meskipun praktik ini semakin jarang, karena perubahan sosial dan ekonomi yang mempengaruhi masyarakat.

Namun, thudong masih dianggap sebagai praktik yang penting dalam tradisi Buddhisme Theravada dan dihormati oleh umat Buddha di seluruh dunia. Seperti yang dilakukan oleh para bhante yang berjalan kaki dari Bangkok Thailand menuju Candi Borobudur.

Dalam menjalankan tradisi thuong itu mereka memakai jubah biksu, sepasang sandal, dan kaos kaki. Pada Perayaan hari Waisak tahun ini, setidaknya ada 31 biksu yang melakukan perjalanan thudong menuju Candi Borobudur Magelang.

Nantinya, para biksu ini akan mengikuti perayaan Waisak 2567 BE tahun 2023 pada 4 Juni mendatang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya