Perjuangan Panjang Petani Pundenrejo Pati Tuntut Keadilan Sengketa Lahan

Delapan puluhan petani Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati melakukan aksi 'Laku Melaku'. Menteri AHY harus tahu.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 03 Jun 2024, 10:29 WIB
Diterbitkan 03 Jun 2024, 10:28 WIB
Petani Pati
Aksi jalan kaki dari Desa Pundenrejo menuju Kantor Pertanahan Pati, menuntut keadilan agraria yang jauh dari harapan petani. (Arief Pramono/ Liputan6.com)

Liputan6.com, Pati - Puluhan petani Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati melakukan aksi 'Laku Melaku'. Aksi damai berjalan kaki dari desa setempat menuju Kantor Pertanahan Pati, menuntut keadilan agraria yang masih jauh dari harapan petani, Jumat malam (31/5/2024).

Sebab selama 24 tahun, konflik agraria antara petani Pundenrejo melawan PT Laju Perdana Indah atau Pabrik Gula (PG) Pakis, tidak kunjung terselesaikan berdasarkan prinsip-prinsip kerakyatan.

Dari pantauan tim Liputan6.com, aksi Laku Melaku diawali dengan ziarah di makam Ki Ageng Pekiringan, Mbah Mutamakin, di Kajen Pati. Dalam aksi kali ini yang ditempuh saat malam hari, mereka membawa obor sebagai simbol perjuangan yang terus menyala.

Sepanjang jalan yang dilalui, petani Pundenrejo Pati juga melantunkan sholawat dan tembang-tembang perjuangan. Perjuangan para petani nekat jalan kaki mencari keadilan agraria, juga bentuk kritik warga kepada penguasa yang seharusnya berpihak kepada petani bukan kepada korporasi.

Sesampainya di Kantor BPN Pati usai menempuh perjalanan panjang sejak Kamis malam hingga Jum’at, petani Pundenrejo mengajukan sejumlah tuntutan kepada Kepala Kantor Pertanahan Pati.

Zainuddin selaku koordinator aksi, mendesak pencabutan HGB PT Pabrik Pakis di lahan nenek moyang Petani Pundenrejo yang disalahgunakan. Tuntutan lainnya, yakni menolak segala bentuk izin baru PG Pakis/PT LPI di atas lahan nenek moyang mereka.

“Hentikan segala bentuk aktivitas oleh PG Pakis di atas lahan nenek moyang kami,” cetus Zainuddin.

Tak hanya itu saja, Zainuudin juga mendesak Kementerian ATR/BPN RI segera mengembalikan tanah nenek moyang petani Pundenrejo. Sebab selama puluhan tahun diambil paksa oleh PG Pakis/PT LPI.

Menyikapi konflik yang dialami petani Pundenrejo, Kepala Kantor Pertanahan Pati, Jaka Pramana berjanji segera mengirimkan surat kepada Kementerian ATR/BPN RI. Isi surat itu meggambarkan lahan tersebut masih dalam kondisi konflik.

Meski pihak Kepala Kantor Pertanahan Pati memfasilitasi penyelesaian konflik tanah. Namun tidak membuat petani Pundenrejo merasa puas.

Sebab perjuangan mereka tetap berlanjut. Aksi tidak akan berhenti, sampai tanah nenek moyang kembali dapat digarap warga. Usai aksi, puluhan petani pun kembali ke rumah mereka masing-masing pada Jumat (31/5/2024) malam hari.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Sengketa Lahan Sejak Tahun 1965

Untuk diketahui, konflik agraria di Pundenrejo bermula saat peristiwa perampasan lahan pada tahun 1965. Kejadian itu dilakukan sekelompok perintis dari Rumpun Sari Diponogoro, melakukan pengusiran terhadap petani yang beraktivitas penggarapan di lahan nenek moyangnya di Desa Pundenrejo.

Kala itu, petani diancam akan dicap sebagai anggota salah satu partai politik terlarang. Tentu saja hal tersebut, membuat petani ketakutan dan tidak berani menggarap lahan.

Pada tahun 1973 sampai dengan 1994, tiba-tiba lahan nenek moyang petani Pundenrejo berubah status menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) PT Bappipundip. Selanjutnya diperpanjang oleh negara dari tahun 1994 sampai dengan 2024.

Selanjutnya pada tahun 1999, PT Bappipundip bangkrut dan menjual tanah HGB kepada PT Pabrik Gula Pakis. Sejak tahun 1973 sampai tahun 1999, tanah nenek moyang petani Pundenrejo yang diklaim HGB oleh perusahaan, tidak pernah digunakan sebagaimana mestinya yang tertera di dalam izin peruntukan lahan tersebut.

Pada Tahun 1999, karena petani Pundenrejo mempunyai latar belakang sejarah di lahan nenek moyang dan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, petani Pundenrejo kembali tersebut.

Petani sudah menggarap lebih dari 20 tahun, namun di Tahun 2020 pada saat Covid-19, PT. LPI atau PG Pakis didampingi aparat kepolisian, TNI dan sekelompok orang tidak dikenal, merusak tanaman dan mengusir petani Pundenrejo.

Pengusiran tersebut membuat petani sampai tahun 2024 tidak lagi dapat menggarap lahan, karena di atas lahan ditanami tebu oleh PT Pabrik Gula Pakis/PT LPI. (Arief Pramono)

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya