Mitos Pilkada Kendal, Kutukan Sultan Pajang dan Ratu Kalinyamat Bagi Bupati Terpilih

Dalam sejarahnya, Kendal tak pernah mendapatkan bupati hingga dua periode yang mampu berakhir dengan tanpa cacat. Warga menyebut penyebabnya ada dua kutukan dari tokoh bijaksana di masa lalu.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 22 Jun 2024, 16:23 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2024, 16:23 WIB
Kendal
Sebuah jalan yang membelah alas Roban yang awalnya dibuka Tumenggung Bahurekso. Foto: liputan6.com/edhie prayitno ige 

Liputan6.com, Kendal - Sebelumnya ditulis tentang mitos Pilkada di Kabupaten Demak, dimana seorang Bupati hanya bisa menjabat satu kali.

Dalam tulisan kali ini, akan diceritakan mitos yang masih hidup dan dipercayai masyarakat adanya kutukan terhadap Bupati Kendal. Kutukan ini tak berbeda dengan Kabupaten Demak, Bupati hanya bisa menjabat satu periode saja.

Wardiyono, seorang warga Patemon bercerita bahwa ia pernah mendengar kisah tentang kutukan terhadap Bupati Kendal. Petani 58 tahun ini mendengar kutukan tersebut dari cerita neneknya.

"Sebenarnya ini semacam dongeng sebelum tidur saja. Tapi entahlah, nyatanya ada kejadian kok," katanya.

Ia lalu bercerita bahwa ada dua mitos. Pertama terkait dengan Kasultanan Pajang. Saat itu Kendal dipimpin oleh Tumenggung Bahurekso.

Berawal dari Sultan Pajang yang dikenal bijaksana memberi tugas kepada Tumenggung Bahurekso.

Tumenggung Bahurekso adalah seorang panglima perang yang teguh. Ia sedang duduk bersama para pejabat kerajaan Pajang. Sultan duduk di singgasananya, wajahnya serius.

"Tumenggung Bahurekso, aku mengutusmu untuk membuka Alas Roban. Tetapi bisakah kamu menghadapi makhluk-makhluk gaib yang berpotensi mengganggu masyarakat?" tanya Sultan Pajang.

Tumenggung Bahurekso menyanggupinya. Dengan kemampuannya ia memulai membuka alas Roban.

Ia memimpin pasukannya, menghadapi rintangan dari makhluk halus yang menyeramkan. Suasana gelap dan mistis di sekitar mereka.

"Melalui perjuangan panjang, Tumenggung Bahurekso berhasil menaklukkan makhluk-makhluk gaib yang menghalangi jalan mereka. Dia mengeluarkan pedangnya yang bercahaya, menembus kegelapan hutan yang angker," cerita Wardiyono.

Namun keberhasilan Tumenggung Bahurekso ternyata menimbulkan iri di orang-orang yang berada di sekitar Sultan Pajang. 

Sultan Pajang sudah mendapatkan laporan dari para penjilat tentang keberhasilan Tumenggung Bahurekso. Tentu saja lengkap dengan narasi negatif yang mengandung fitnah.

"Tumenggung Bahurekso, aku mendengar laporan tentang keberhasilanmu membuka Alas Roban. Namun, ada yang mengatakan bahwa ambisimu tak terbatas. Rupanya engkau hendak mendirikan kerajaan sendiri dan melawan Pajang. Kelak engkau dan siapapun yang menjadi Bupati di Kendal hanya bisa menjalankan amanat satu kali saja. Dan setiap kali anak keturunanmu menjadi Bupati, sesungguhnya ia tengah membayar denda kepada masyarakat atas kesalahan yang dilakukan nenek moyangnya," kata Sultan Pajang.

"Rupanya kepentingan pribadi telah menghalangi kebenaran. Bupati Kendal harus belajar untuk menghormati rakyatnya, atau mereka akan terjerat dalam kutukan yang tak terhindarkan," kata penasihat Sultan Pajang menimpali.

Setiap Bupati Kendal yang baru dilantik pasti mendengar kisah ini dan merenungkan kutukan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Sementara di sekitarnya, rakyat menderita akibat keputusasaan dan kesengsaraan.

"Saya memaknai bahwa siapapun, sejujur apapun seorang pemimpin, juga akan tetap tumbang jika membiarkan ada fitnah yang menyerang," kata Wardiyono.

 

Kutukan Ratu Kalinyamat

Kendal
Ilustrasi hutan Alas Roban yang dibuka Tumenggung Bahurekso. Foto: liputan6.com/edhie prayitno ige 

Wardiyono melanjutkan kisahnya. Menurut yang didengarnya ada juga kutukan dari Ratu Kalinyamat, penguasa di Jepara. Meskipun Kendal tidak pernah terkait dengan kerajaan yang dipimpin Ratu Kalinyamat.

Kisah berawal ketika dalam sebuah perjalanan, Ratu Kalinyamat bertemu dengan Bupati Kendal. Seperti cerita pewayangan, Ratu Kalinyamat tak diizinkan melintas wilayah Kendal jika tak memberi upeti.

Saat itu Ratu Kalinyamat adalah ratu yang bijaksana dan dtemani para pengawal dan penasihatnya yang setia berdiri dengan gagah.

"Bupati Kendal yang sombong, kamu telah melupakan sumpahmu untuk melindungi rakyatmu. Karena itu, aku memberikan kutukan ini: tidak seorang pun dari keturunanmu akan pernah menjabat sebagai bupati lebih dari satu kali. Setiap kali mereka mencoba, mereka akan dihadapkan dengan hambatan dan kegagalan," kata Ratu Kalinyamat.

Bupati Kendal menyadari kesalahannya. Namun kutukan sudah terucap. Sang Bupati hanya bisa merenungkan nasib. Tergambar jelas di benak Bupati kesalahan-kesalahannya di masa lalu.

"Sejak saat itu tiap kali keturunan bupati Kendal mencoba untuk memperbaiki kesalahannya, mereka terus dihadapkan dengan rintangan dan kegagalan. Kutukan Ratu Kalinyamat telah menciptakan bayangan yang gelap di sekitar mereka, mengingatkannya akan dosa-dosanya," kata Wardiyono.

Biasanya setelah pilkada, bupati Kendal terpilih akan menggelar pengajian atau ritual apapun untuk meminta perlindungan dari Tuhan.

"Kalau saya kok meyakini kalau kisah-kisah itu sebenarnya adalah pengingat bahwa setiap bupati Kendal dan keturunannya harus belajar bahwa kekuasaan harus diemban dengan hati-hati dan penuh tanggung jawab. Kutukan Ratu Kalinyamat tetap menjadi peringatan bagi mereka untuk selalu mengutamakan keadilan dan kesejahteraan rakyat," kata warga Patebon ini.

Dalam 25 tahun terakhir, fakta memang menunjukkan bahwa tak ada Bupati Kendal yang bisa menjabat hingga 2 periode secara utuh. Jika memenangkan Pilkada Kendal, ia akan meninggal dunia sebelum masa jabatannya habis, atau akan terkena rintangan berupa tindakan hukum maupun hilangnya legitimasi sehingga tak mungkin melanjutkan jabatannya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya