Liputan6.com, Jakarta - Di tengah kehidupan sehari-hari, sering kali manusia hanya menilai seseorang dari penampilan luarnya. Tidak jarang, orang-orang yang terlihat berbeda justru memiliki keistimewaan yang tidak disadari banyak orang. Kisah seorang wali yang dianggap gila ini menjadi bukti bahwa kebijaksanaan dan ketakwaan seseorang tidak selalu tampak di permukaan.
KH Abdul Hamid atau Mbah Hamid juga kondang dipanggil Mbah Hamid Pasuruan, seorang ulama kharismatik dari Pasuruan, suatu hari menerima seorang tamu dari Kendal. Tamu tersebut datang untuk bersilaturahmi dan belajar dari sang ulama. Dalam pertemuan itu, Mbah Hamid tiba-tiba menitipkan salam kepada seseorang bernama Samud.
Tamu tersebut merasa bingung. Ia mengenal Samud sebagai sosok yang dianggap gila di pasar daerahnya. Banyak orang mengabaikan keberadaannya dan tidak menganggapnya sebagai seseorang yang penting. Dengan rasa heran, ia bertanya kepada Mbah Hamid tentang alasan menitipkan salam kepada Samud.
Advertisement
Mbah Hamid kemudian menjelaskan bahwa Samud bukanlah orang biasa. Ia adalah seorang wali besar yang memiliki tugas menjaga Kendal dan Semarang. Berkat keberadaannya, rahmat Allah turun ke daerah tersebut dan berbagai bencana berhasil ditangkis.
Penjelasan itu membuat tamu semakin terkejut. Bagaimana mungkin seseorang yang dianggap gila oleh masyarakat justru memiliki peran besar dalam menjaga keselamatan daerahnya? Meski begitu, ia tetap menghormati pesan yang diberikan oleh Mbah Hamid.
Dilansir dari tayangan video di kanal YouTube @Fakta_Bray, kisah ini menggambarkan betapa sering manusia salah dalam menilai seseorang hanya berdasarkan tampilan luar. Tidak semua yang tampak aneh adalah tidak berarti, dan tidak semua yang terlihat biasa adalah orang biasa.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Wali Samud Marah, Kewaliannya Terbongkar
Setelah kembali ke Kendal, tamu tersebut menunggu hingga keadaan pasar sepi. Ia ingin menemui Samud tanpa menarik perhatian banyak orang.
Dengan penuh kehati-hatian, ia menghampiri sosok yang selama ini dianggap gila oleh masyarakat setempat.
Saat sudah berhadapan, ia mengucapkan salam kepada Samud. "Assalamualaikum, Wali Samud," katanya dengan penuh hormat.
Samud membalas salam itu dengan tenang. "Waalaikumsalam. Ada apa?" tanyanya.
Tamu itu pun menyampaikan pesan dari Mbah Hamid. "Panjenengan mendapat salam dari Mbah Hamid Pasuruan," ujarnya.
Mendengar itu, ekspresi Wali Samud berubah. Ia tampak kecewa dan berkata, "Waalaikumsalam. Kurang ajar si Hamid! Aku berusaha bersembunyi agar tidak diketahui manusia, kok malah dibocor-bocorkan?"
Advertisement
Wali Samud Meninggal Dunia
Raut wajahnya yang semula tenang mulai terlihat gelisah. Ia menundukkan kepala dan tampak berpikir dalam-dalam. "Ya Allah, aku tidak sanggup. Kini telah ada yang tahu siapa aku," ujarnya lirih.
Saat itu juga, Wali Samud mengucapkan kalimat tauhid dengan penuh ketulusan. "Lâ ilâha illallâh, Muhammadur Rasûlullâh."
Sesaat setelah mengucapkan kalimat itu, tubuhnya terkulai lemas. Tamu yang menyampaikan salam hanya bisa terpaku melihat kejadian yang ada di hadapannya.
Wali Samud wafat seketika itu juga. Ia pergi dalam keadaan yang tenang, seolah sudah menunaikan tugasnya di dunia.
Kisah ini memberikan pelajaran berharga bagi siapa saja. Tidak sepatutnya manusia meremehkan orang lain hanya karena tampilan luar mereka. Bisa jadi, seseorang yang dianggap tidak berharga di mata manusia justru sangat mulia di hadapan Allah.
Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita bertemu dengan orang-orang yang terlihat berbeda atau tidak seperti kebanyakan. Kisah Wali Samud mengajarkan bahwa tidak ada yang benar-benar mengetahui hati dan derajat seseorang di sisi Allah.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya setiap individu menjaga sikap dan tidak mudah menghakimi orang lain. Hanya Allah yang mengetahui siapa hamba-hamba-Nya yang benar-benar istimewa di dunia ini.
Dengan memahami kisah ini, semoga kita bisa lebih bijaksana dalam menilai orang lain dan selalu berprasangka baik. Karena siapa tahu, di sekitar kita juga ada sosok-sosok luar biasa yang tidak terlihat oleh pandangan kasat mata.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
