Liputan6.com, Blora - Pondok Pesantren Bumi Damai Al Mustawa, Dukuh Gedangbecici, Desa Sumberejo, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, tiap hari memproduksi peci-peci hitam. Kegiatan ini tentu patut didukung supaya terus bisa berkembang.
Berkesempatan berkunjung, dikemukakan bahwa para santri alumni dari pesantren setempat tidak hanya diajari tentang ilmu pendidikan, melainkan juga dikaryakan agar punya skill atau ketrampilan.
Baca Juga
"Kita memproduksi songkok Al-Mustawa ini adalah karena saya berpikir agak jauh ke depan, agar supaya santri alumni dari Pondok pesantren yang ada di sini tidak hanya sekedar bisa ngaji, tetapi dia punya skill, punya keterampilan," ujar Pengasuh Ponpes Bumi Damai Al Mustawa, KH Muzayin saat diwawancarai Liputan6.com, Rabu (11/9/2024).
Advertisement
Masyarakat Indonesia mengenal istilah peci juga biasa disebut dengan songkok, kopiah, maupun ketu. Sebutan penutup kepala ini memiliki nama berbeda di tiap negara.
Seperti di Arab Saudi, masyarakat setempat mengenalnya dengan keffieh, kaffiye atau kufiya yang tentu bentuk maupun motifnya juga berbeda dengan di Indonesia.
Menurut KH Muzayin, bahwa awal muawalnya muncul kerajinan produksi songkok Al-Mustawa ini lantaran di daerahnya mampu menangkap peluang tersebut.
"Untuk di daerah sini kan belum ada, kita mencoba agar supaya di daerah Blora ada produk lokal yang berbentuk songkok atau kethu atau peci. Pekerjanya santri diberdayakan," terangnya.
KH Muzayin mengaku bersyukur sudah banyak tawaran yang mengajak kerjasama, dan banyak pondok pesantren lainnya termasuk dari Bojonegoro hingga Gresik juga ada yang pesan.
Â
Dikunjungi DPRD Jawa Tengah
Mendapat kunjungan khusus dari Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah, H Abdullah Aminudin, pihak pesantren setempat kian bersyukur lantaran keberadaan produksi peci hitam Al Mustawa mulai dilirik politisi tersebut.
"Pak Haji Abdullah Aminudin ini dalam rangka survei kunjungan melihat secara nyata di lokasi produksi songkok ini, agar nanti mesin akan dipikirkan lebih jauh supaya berkembang pesat," ungkapnya.
Dikatakan KH Muzayin, keberadaan sarana prasarana produksi songkok Al Mustawa masih banyak kekurangan tidak hanya dari sekadar finansialnya saja, tapi juga marketingnya atau pemasarannya perlu didukung.
"Lah ini Alhamdulillah Pak Haji Abdullah Aminudin selaku wakil kita yang ada di Provinsi Jawa Tengah rupa-rupanya punya visi ke depan, agar supaya produk lokal ini bisa terangkat di permukaan untuk nanti disosialisasikan di dapilnya (Blora dan Grobogan)," katanya.
Selaku Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP), disebutkan KH Muzayin bahwa pengasuhnya saja sudah ada sekitar 1.000-an. Seandainya saja bisa mau ngambil songkok dari Al Mustawa, maka ini sudah masuk kemajuan.
Kemudian ustaz madrasah diniyah (madin)-nya ada sekitar 4.000-an, dan kalau ditambah dengan Purwodadi (Grobogan) itu sekitar 12.000-an.
"Lha ini seandainya antusias, kerso mundut songkok saking mriki Alhamdulillah. Seandainya program ini berjalan, ini berkat rawuhnya Pak Abdullah Aminudin," ucapnya.
Disinggung sejak kapan mulai produksi? KH Muzayin menjawab, bahwa kalau secara de facto setahun yang lalu, dan secara hukum atau secara lainnya itu sudah 7 tahunan yang lalu. Tetapi secara formalitasnya sekitar satu tahun setengah.
Â
Advertisement
Ilmu dari Lamongan
Diakui bahwa Ponpes Bumi Damai Al Mustawa ini mendapatkan ilmu bisa memproduksi songkok atau peci hitam awalnya belajar dari Lamongan, Jawa Timur. Pihak pesantren juga mulai gencar sosialisasi pemasaran.
"Kita sudah mulai merangkak agak mengenalkan diri sosialisasi. Mudah-mudahan produk songkok Al-Mustawa ini bisa tambah berkembang untuk menjaga kemandirian perekonomian pondok pesantren dan memberdayakan santri yang sudah alumni," ujarnya.
"Artinya alumni itu masih ngaji di pondok tapi sudah tamat SMK. Juga harap diketahui kerjanya itu setelah zuhur, terus kemudian malamnya itu setelah magrib ngaji, setelah Isya' ngaji sampai 21.30 WIB. Baru setelahnya kerja sampai jam 00.00 WIB. Ini tiap hari produksi terus," imbuhnya.
Disinggung soal harga peci hitam yang diproduksi, diakui kalau tentang harga, itu ono rego, ono rupo (ada harga, ada rupa). Yaitu, peci hitam yang dijual Ponpes Al Mustawa ada yang harganya Rp17.000, Rp25.000, dan Rp35.000 juga ada.
Menurut KH Muzayin, ada istilah baru tidak hanya bus aja yang ber-AC, tapi songkok atau peci hitam juga ber-AC.
"AC-nya seperti ini, kita menyesuaikan permintaan. Jadi pemasarannya juga bisa begini, seandainya Mas punya pondok pesantren pesan songkok di sini, produknya dari Al Mustawa tapi nama logonya bisa pondoknya panjenengan," terangnya.
Â
Harapan Ponpes Bumi Damai Al Mustawa
Diakui KH Muzayin, pemerintah daerah selama ini belum pernah memberikan dukungan secara khusus lantaran alasannya karena memang mungkin pihaknya belum pernah sosialisasi sampai ke sana.
Namun, selaku FKPP sudah sosialisasi kepada pihak pondok pesantren di Kabupaten Blora yang jumlahnya 113 pondok pesantren dengan santri sekitar 9.000-an.
Menurutnya, kalau ini nanti berhasil mensosialisasikan, menawarkan dan ditangkap dengan baik, kemudian bisa beli songkok dari Ponpes Bumi Damai Al Mustawa, maka perekonomian pesantren bisa mandiri.
"Harapan kita agar bisa terus berkembang ya marketingnya, ya Alhamdulillah merupakan harapan besar bagi Ponpes Al Mustawa. Dengan kedatangan Pak Haji Abdullah Amanuddin ini, harapan saya jangan dikecewakan, kan begitu," ucapnya.
"Nanti ini akan dibantu marketingnya, sekarang ini kan Pak haji Abdullah Aminuddin tidak hanya punya Blora, kan juga punya Kabupaten Grobogan. Nah ini nanti saya titip agar songkok Al Mustawa ini disosialisasikan jadi kebanggaan di daerah lain," imbuhnya menandaskan.
Advertisement