UNY Gunakan Audio Bio Harmonic System untuk Tingkatkan Hasil Panen

Audio Bio Harmonic System (ABHS) adalah teknologi tepat guna yang menggunakan gelombang bunyi untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan dan kuantitas hasil panen.

oleh Yanuar H diperbarui 08 Okt 2024, 08:00 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2024, 08:00 WIB
Panen Timun Suri di Bulan Puasa
Petani membawa buah timun suri hasil panen di lahan garapan kawasan Sawangan, Depok, Minggu (3/4/2022). Timun suri yang biasa diolah menjadi minuman wajib untuk menemani berbuka puasa ini dijual dari harga Rp 9ribu - Rp 20ribu tergantung ukurannya. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Yogyakarta - Meningkatkan kualitas dan kuantitas panen Dosen FMIPA UNY Nur Kadarisman menggunakan teknologi Audio Bio Harmonic System (ABHS) yang menggunakan gelombang suara binatang alami garengpung, belalang kecek, orong-orong, jangkerik dan kinjeng tangis. Suara binatang ini lalu dimanipulasi pada frekuensi tertentu sehingga menyebabkan stomata membuka karena beresonansi.

Saat pelatihan menggunakan alat ini di Sokoliman I, Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul, Dosen Pendidikan Fisika FMIPA UNY mengatakan, garengpung memiliki frekuensi suara 3256 Hz dan biasanya berbunyi pada pukul 07.00 hingga 10.00 WIB. Menurutnya dengan modifikasi teknologi suara ini dapat mencapai frekuensi yang tepat sesuai dengan jenis tanaman pangan di Indonesia.

“Frekuensi bunyi tertinggi yaitu 5253 Hz dimiliki belalang kecek yang berbunyi pada pukul 19.00 hingga 22.00 WIB,” tutur Nur Kadarisman, Selasa 2 Oktober 2024.

Ia mengatakan ABHS ini memanipulasi peak frekuensi untuk mendapatkan resonansi dengan membran stomata sehingga stomata membuka. Teknologi gelombang suara digunakan untuk menyuburkan tanaman menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi antara 3.000 Hz-5.000 Hz dan dipadu nutrisi organik melalui daun.

Ia menjelaskan hasil penelitian secara spesifik menunjukkan tanaman kentang dengan pemaparan bunyi dengan frekuensi 3000 Hz mampu meningkatkan produksi sebesar 60% - 80% dengan teknologi ini. Audio Bio Harmonic System pada dasarnya merupakan cara pemupukan daun (foliar) dengan penggabungan larutan pupuk yang mengandung trace mineral yang digabungkan serentak bersama gelombang suara frekuensi tinggi.

"Mulut daun hanya membuka dan menutup oleh perintah satu organ yang disebut guard cell. Perintah ini muncul sebagai respons terhadap kelembaban, suhu, dan atau cahaya. Gelombang suara merupakan gerakan mekanis yang mampu menggetarkan semua materi yang dilaluinya dengan frekuensi yang sama, peristiwa ini disebut resonansi."

Ia mengatakan ABHS menggunakan teknologi tepat guna pada lahan tanaman dan akan memaparkan bunyi pada lahan tanaman pada pagi hari saat waktu fotosintesis selama satu jam pukul 07.00-08.00 atau 08.00-09.00 sampai panen. Di saat inilah setiap jenis tanaman meresonansi pada peak frekuensi tertentu tergantung dari morfologi daun.

“Inovasi AHBS dari segi harga yang relatif sangat murah karena hanya mengeluarkan dana 400.000 hingga 600.000 ribu Rupiah. Bandingkan dengan perangkat AOGS yang diproduksi saat ini yang kisaran harganya antara 6 Juta sampai 9 Juta Rupiah” kata Nur Kadarisman.

Inovasi lainnya adalah kesederhanaan dan kemudahan penggunaan dengan sumber energi memakai energi baterai charger dan tenaga surya. Pelatihan ke beberapa daerah ini bagian dari usulan PKM penugasan guru besar dan tenaga dosen struktural yang beranggotakan Agus Maman Abadi, Cahyorini Kusumawardani, Nur Kadarisman dan Eko Widodo. Ketua Tim PKM Agus Maman Abadi berharap ada manfaat bagi petani dari pelatihan ini dengan pertumbuhan tanaman dan hasil panen yang lebih baik menggunakan Audio Bio Harmonic System.

“Hasil akhir yang diharapkan dengan menggunakan teknologi ABHS ini produksi tanaman pangan meningkat lebih banyak dibandingkan masa tanam sebelumnya sehingga dapat meningkatkan tingkat pendapatan petani” ujarnya.

Panewu Karangmojo Kawit Raharjanto mengatakan program pengabdian kepada masyarakat oleh para dosen FMIPA UNY tersebut sangat berkontribusi bagi petani tanaman pangan. Terutama pemahaman petani jika hewan yang selama ini terabaikan ternyata sangat penting kontribusinya.

“Tidak ada ciptaan Tuhan yang sia-sia karena bunyi dasar yang digunakan adalah suara binatang yang ada di lahan pertanian sekitar pemukiman warga. Ujungnya juga pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menyehatkan warga karena mengkonsumsi hasil panen yang higienis” kata Kawit.

 

Simak Video Pilihan Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya