Cara Membangun Rumah yang Tahan Gempa Bumi

Membangun rumah sebaiknya perlu memperhatikan sejumlah aspek penting didalamnya dalam menghadapi bencana alam sehinga perlu membangun rumah yang tahan gempa bumi.

oleh Yanuar H diperbarui 15 Okt 2024, 10:00 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2024, 10:00 WIB
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) merelokasi hunian warga terdampak gempa Cianjur ke rumah tahan gempa, yakni rumah instan sederhana sehat (Risha) senilai Rp 150 juta per unit. (Dok Kementerian PUPR)

Liputan6.com, Yogyakarta - Indonesia ada dalam pertemuan tiga lempeng tektonik dan berisiko terjadinya gempa bumi yang dapat datang kapan saja. Kepala Balai Bahan dan Struktur Bangunan Gedung (BBSBG), Kementerian PUPR RI, Ferri Eka Putra mengatakan ada sejumlah kriteria yang perlu diperhatikan dalam membangun rumah tahan gempa bumi.

“Hal ini dimulai dengan memperhatikan bahan-bahan dan struktur yang akan digunakan saat membangun rumah,” jelas Ferri dalam talkshow bertajuk “Rumah Sederhana untuk Mendukung Infrastruktur Tangguh Bencana” di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM pada Kamis 10 Oktober 2024.

Ferri mengatakan rumah yang tidak tahan bencana salah satu kerusakan terlihat adalah kolom rumah ambruk dan dinding retak bahkan roboh. Kondisi rumah seperti ini karena proses konstruksi yang tidak sesuai dengan standar keamanan.

“Umumnya bangunan yang roboh ini disebabkan oleh dinding yang tidak ada penopangnya,” ujarnya.

Ia mengatakan bangunan atau rumah yang baik tidak selalu bangunan yang kokoh, namun dapat berarti bangunan yang diizinkan untuk meredam kerusakan dan memberikan waktu bagi penghuninya evakuasi. Ia meminta masyarakat yang ingin membangun rumah yang tahan gempa bumi ini adar dapat mengecek kesesuaiannya dengan acuan pembangunan rumah sesuai dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2021.

“Untuk membangun, apalagi jika dalam dana yang tidak cukup fleksibel, pastikan dan utamakan fungsi dan strukturnya terlebih dahulu,” ujarnya.

Nanda Ika Dewi Kumalasari, Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Jawa III mengatakan pihaknya bertugas melaksanakan pembangunan rumah susun, rumah khusus, rumah swadaya, prasarana, sarana, dan utilitas umum, serta koordinasi penyediaan lahan dan pengembangan hunian. Dalam hal ini, BP2P memiliki layanan Klinik Rumah Swadaya (KRS).

"KRS ini adalah sebagai sumber pengetahuan untuk layanan teknik dan layanan informasi bagian perumahan terkait rumah sederhana yang tahan bencana."

Menurutnya masyarakat bisa memanfaatkan layanan KRS ini untuk konsultasi rencana pembangunan rumah yang tahan gempa bumi. Selain itu juga dapat menyesuaikan kondisi sekitar rumah dan dana yang dimiliki.

“Kita nantinya menyediakan desain rumah dan pekerja bangunan yang sudah tersertifikasi. Untuk konsultasi sendiri, masyarakat tidak perlu khawatir sebab BP2P menyediakan layanan KRS secara gratis,” terangnya.

Ia mengatakan pihaknya tahun ini, telah hampir melayani 1.500 layanan dan terus berusaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat dalam membangun rumah tahan gempa bumi atau hunianyang aman.

Pakar gempa bumi dan struktur bangunan dari Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM Bambang Suhendro mengatakan proses penyebab terjadinya gempa bumi karena pergeseran lempeng-lempeng tektonik secara mendadak. Menghadapi ancaman gempa bumi terhadap ketahanan bangunan rumah, masyarakat Indonesia sejak dahulu memiliki model arsitektur rumah dengan kearifan lokal yang aman dari bencana alam seperti gempa.

“Jika kita lihat, nenek moyang kita memiliki kearifan atau pengetahuan yang dapat dilihat dari gaya rumah-rumah adat di Indonesia, misalnya rumah adat Jawa dan Sumatera Barat,” paparnya.

Menurut Bambang, jenis-jenis rumah yang tahan gempa bumi ini sesuai dengan kondisi alam yang dihadapi oleh nenek moyang bangsa Indonesia saat itu. Misalnya, beberapa rumah adat seperti di Sulawesi dan Sumatera yang berongga pada bagian bawahnya didesain sedemikian rupa sebagai perlindungan saat ombak atau banjir menerpa.

Selain itu, fungsi kolong pada rumah adat itu dapat digunakan sebagai penyimpan hasil bumi atau mengikat hewan ternak yang dimiliki.

“Untuk itu, kita perlu belajar dari kearifan lokal yang tersimpan di rumah adat untuk dikembangkan menjadi rumah yang siap dan tangguh menghadapi bencana alam,” ujarnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya