Kenapa Rumah di Yogyakarta Wajib Tahan Gempa?

Gempa yang mengguncang DIY menimbulkan keprihatinan, utamanya pada konstruksi bangunan yang telah dibuat sehingga pentinya pembangunan model rumah tahan gempa.

oleh Yanuar H diperbarui 02 Sep 2024, 05:00 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2024, 05:00 WIB
PLN Nusantara menyiapkan sebuah rumah contoh tahan gempa berukuran 6X6 meter yang dinding dan lantainya terbuat dari FABA.
PLN Nusantara menyiapkan sebuah rumah contoh tahan gempa berukuran 6X6 meter yang dinding dan lantainya terbuat dari FABA.

Liputan6.com, Yogyakarta - Mahasiswa KKNR 10045 UNY di Ngento, Pengasih, Kapanewon Pengasih, Kabupaten Kulon Progo melakukan sosialisasi rumah tahan gempa pada warga setempat. Kepala Dukuh Ngento Kastana mengatakan warga sangat terbantu dengan sosialisasi rumah tahan gempa ini sebab masih banyak yang belum tahu tentang rumah tahan gempa. 

“Oleh karena itu senyampang ada mahasiswa KKN UNY disini kami minta untuk menyosialisasikan hal tersebut,” ujar Kastana, Selasa  27 Agustus 2024.

Penanggungjawab program kerja sosialisasi rumah tahan gempa adalah Muhammad Iqbal Zainurrizar dan Eva Fatimah dari program studi Teknik Sipil Fakultas Teknik. Iqbal menjelaskan filosofi bangunan tahan gempa jika terjadi gempa ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural (dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca pecah) maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan balok retak, pondasi amblas). 

 

“Bila terjadi gempa sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non-strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak,” katanya.

Sementara jika terjadi gempa besar, bangunan boleh mengalami kerusakan, baik pada komponen non-struktural maupun komponen strukturalnya, tetapi penghuni bangunan tetap selamat. Artinya sebelum bangunan runtuh, penghuni masih cukup waktu  untuk keluar/mengungsi ketempat aman.

Menurut Iqbal prinsip dasar dari bangunan atau rumah tahan gempa adalah membuat seluruh struktur menjadi satu kesatuan sehingga beban dapat ditanggung dan disalurkan secara bersama-sama dan proporsional. Bangunan juga harus bersifat daktail (liat), sehingga dapat bertahan apabila mengalami terjadinya perubahan bentuk yang diakibatkan oleh gempa. 

Konsep bangunan yang tahan gempa adalah berbentuk simetris (bujur sangkar, segi empat) dan mempunyai perbandingan sisi yang baik yaitu panjang lebih kecil dari 3 kali lebar, ini dimaksudkan untuk mengurangi gaya puntir yang terjadi pada saat gempa.

Eva Fatimah mengatakan tanah bergeser atau pergeseran tanah adalah fenomena di mana lapisan tanah bergerak dari posisi awalnya. Ini bisa terjadi karena berbagai alasan, termasuk aktivitas seismik, erosi, curah hujan tinggi, dan kondisi geologis tertentu.

“Di wilayah seperti Kulon Progo yang memiliki kondisi tanah yang rentan, pergeseran tanah biasanya terjadi di daerah perbukitan atau lereng yang curam,” ujar Eva. 

Sehingga akibat dari pergeseran tanah ini adalah retakan pada struktur bangunan, penurunan atau fondasi amblas, kegagalan pondasi serta kerusakan infrastruktur penunjangnya. Maka untuk mengurangi dampak bangunan pada tanah yang bergeser melalui perencanaan dan pemilihan lokasi, desain pondasi yang tepat, penguatan struktur serta teknik konstruksi yang fleksibel. 

“Pondasi harus diletakkan pada tanah yang keras kedalaman minimum 60 cm, harus mempunyai hubungan kuat dengan sloof, dan inovasi pondasi konstruksi sarang laba-laba (KSLL),” katanya. 

Struktur utamanya tinggi kolom maksimum untuk rumah yang menggunakan dinding sebesar 3 meter. Jika tinggi kolom lebih dari 3 meter maka pada bagian tengah dinding (antara sloof dan ringbalk) diberi balok latei. 

Jarak maksimum antar kolom untuk bangunan yang menggunakan dinding lebih dari 3 meter. Jika jarak antar kolom lebih besar dari 3 meter maka di tengah bentang harus menggunakan kolom praktis. 

Jika menggunakan kuda kuda beton, gunung-gunung harus diberi kolom dan balok miring beton bertulang dengan ukuran dan tulangan sama dengan ring balk. Salah satu warga, Adi merasa terbantu dengan sosialisasi ini karena memberi masukan cara membuat bangunan di lahannya. 

“Lahan di sini terhitung tanah gerak sehingga perlu model bangunan tahan gempa,” ucapnya. 

Para mahasiswa yang terlibat dalam sosialisasi rumah tahan gempa ini adalah Eva Fatimah, Faridhatul Nurjannah, Muhammad Wildan Nur Arief, Ummu Alifa Itsnaeni, Nababil Nafi' Ashari, Agatha Berliana Febrianti Ayuning Putri, Khasanah Nur Setianingrum, Atika Tri Astuti, Aisyah Rohima dan Muhammad Iqbal Zainurrizar.

 

Simak Video Pilihan Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya