YLBHI Tolak Larangan Pertemuan Jemaat Ahmadiyah di Kuningan

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengecam tindakan pemangku kepentingan yang melarang kegiatan pertemuan tahunan (Jalsah Salanah) Jemaat Ahmadiyah.

oleh Harun Mahbub diperbarui 06 Des 2024, 00:45 WIB
Diterbitkan 05 Des 2024, 20:01 WIB
Ilustrasi agama, toleransi
Ilustrasi agama, toleransi (Cultural diversity vector created by pikisuperstar - www.freepik.com)

Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menolak tindakan pemangku kepentingan yang melarang kegiatan pertemuan tahunan (Jalsah Salanah) Jemaat Ahmadiyah di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Rabu (4/12/2024).

Sebelumnya FORKOPIMDA Kabupaten Kuningan, Polres Kuningan, dan Ketua DPRD Kuningan Forum Masyarakat untuk Toleransi (FORMASSI) Jawa Barat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, dan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB) melarang kegiatan pertemuan tahunan (Jalsah Salanah) Jemaat Ahmadiyah.

YLBHI bersama Formassi Jawa Barat, LBH Bandung dan Jakatarub mendesak Presiden, Kapolri, Pj. Gubernur Jabar, dan seluruh elemen masyarakat Indonesia untuk menjamin kebebasan berkumpul dan beragama bagi Jemaat Ahmadiyah serta membatalkan keputusan Forkopimda Kuningan yang inkonstitusional tersebut.

Jalsah Salanah merupakan pertemuan tahunan untuk berdiskusi, belajar, sharing. Ini merupakan kegiatan yang sah secara hukum, terlebih diadakan di wilayah sendiri dan tidak mengganggu orang lain.

Maka Jemaat Ahmadiyah berhak untuk mengadakan pertemuan anggota dan kegiatan-kegiatan-kegiatan lain, Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan Indonesia jelas memberikan jaminan perlindungan. Maka tugas Kepolisian, Pemerintah Daerah, dan Pejabat-pejabat publik lain untuk menghormati dan melindungi.

Tindakan Pelarangan dan pembubaran merupakan tindakan yang mengangkangi dan mengkhianati tujuan negara yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, tulis YLBHI melalui keterangan tertulis.

Tindakan Pelarangan dan ancaman pembongkaran dan sweeping tersebut juga sangat bertentangan dengan prinsip dan konstitusi Negara Indonesia sebagai negara hukum, serta penghormatan atas kebebasan berkumpul dan berserikat sebagai tertulis dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.

Lalu, dalam pasal 28 E ayat 3. Dalam ayat tersebut, dikatakan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Serta lebih ditegaskan dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa (1) setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu; (2) negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya dan kepercayaannya.

Selanjutnya penolakan yang dilakukan oleh Negara melalui perangkat pemerintah dan keamanannya melanggar ketentuan Hak Asasi Manusia Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 ayat (6) yang berbunyi: “Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Oleh karena itu, sebagai upaya menjamin hak kebebasan beragama/ berkeyakinan dan berekspresi setiap warga negara. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Forum Masyarakat untuk Toleransi (Formassi) Jawa Barat, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, dan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub) menyatakan sikap:

1. Tindakan ini mencerminkan bahwa negara masih tetap aktif dalam melakukan tindakan pelanggaran HAM pada isu kebebasan beragama dan berkeyakinan. Negara semestinya hadir dalam wujud penghormatan bagi siapapun yang akan melakukan kegiatan ibadah keagamaan, sebagaimana amanat konstitusi dalam Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

2. Perihal dugaan banyak pihak yang menolak adanya kegiatan dari masyarakat yang dijadikan alasan diadakannya rapat koordinasi tersebut dan menolak kegiatan Jalsah Salanah adalah urusan kemasyarakatan yang seharusnya bisa ditengahi oleh Pemerintah Setempat dan tidak bisa menjadi suatu alasan untuk menggugurkan jaminan hak asasi. Berdasarkan fakta diatas telah jelas dan terang, adanya tindakan perangkat Negara yakni Pemda Kab. Kuningan, Forkopimda Kab. Kuningan, Polres Kuningan dan DPRD Kab. Kuningan yang menyatakan penolakan kegiatan Jalsah Salanah, menambah kegagalan Negara dalam memberikan perlindungan dan jaminan atas pemenuhan Hak Asasi Warga Ahmadiyah dari perlakuan intoleran, tidak hanya lalai tapi Negara ikut terlibat dan aktif dalam pelanggaran HAM.

3. Menuntut Pemda Kab. Kuningan, Forkopimda Kab. Kuningan, Polres Kuningan, dan DPRD Kab. Kuningan, sebagai representasi Negara mengedepankan nilai-nilai toleransi dan dapat menegakkan prinsip Hak Asasi Manusia melalui perlindungan dan pengamanan dalam pelaksanaan kegiatan Jalsah Salanah di Desa Manislor, Kab. Kuningan, bukan menjadi bagian aktor penolakan tersebut.

4. Mendesak Presiden, KSP (Kantor Staff Presiden), Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, PJ Gubernur Jawa Barat dan KAPOLRI untuk segera turun tangan mengatasi dan menindak tegas perangkat pemerintah yang melakukan penolakan terhadap kegiatan Jalsah Salanah.

5. Mengecam tindakan pelarangan Kegiatan Jalsah Salanah yang dilakukan oleh Pemda Kab. Kuningan, Forkopimda Kab. Kuningan, Polres Kuningan dan DPRD Kab. Kuningan yang secara langsung melawan amanat Konstitusi Negara dimana Negara menjamin kebebasan beragama bagi warga Indonesia.

6. Memberikan rekomendasi evaluatif terhadap perangkat negara diantaranya Pemda Kab. Kuningan, Forkopimda Kab. Kuningan, Polresta Kuningan dan DPRD Kab. Kuningan yang secara langsung melawan amanat Konstitusi Negara dimana Negara menjamin kebebasan beragama bagi warga Indonesia, yang telah berperan aktif melakukan Pelanggaran HAM dan tidak melaksanakan pemberian perlindungan dan jaminan atas pemenuhan Hak Asasi Warga Ahmadiyah.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya