Liputan6.com, Batam - Pemerintah Kota Batam melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) telah mengeluarkan kebijakan penerapan kartu kendali BBM bersubsidi atau Fuel Card 5.0. Kebijakan ini direncanakan mulai berlaku pada Maret 2025. Namun, langkah tersebut menuai kritik dari berbagai kalangan masyarakat.
Akademisi dan pengamat politik serta kebijakan publik dari Universitas Kepulauan Riau (Unrika), Rahmayandi Mulda, menilai kebijakan ini menunjukkan indikasi bahwa Pemkot Batam terlalu jauh mencampuri urusan distribusi BBM bersubsidi, yang sejatinya merupakan kewenangan Pertamina.
Advertisement
"Kalau dilihat dari aturannya, Pemko terindikasi terlalu jauh mengurusi perdagangan BBM. Padahal, itu sepenuhnya menjadi kewenangan Pertamina untuk mengontrol pasokan dan penjualan BBM," ujar Rahmayandi saat dikonfirmasi pada Kamis malam (23/1/2025).
Advertisement
Ia juga menyoroti potensi konflik kepentingan dalam kebijakan tersebut. Menurutnya, penerapan Fuel Card 5.0 untuk optimalisasi penyaluran BBM bersubsidi justru terkesan sebagai upaya mencari keuntungan tersendiri.
"Kebijakan ini memperlihatkan kurangnya koordinasi antara pemerintah daerah dan Pertamina. Hal ini jelas berpotensi merugikan masyarakat," tambahnya.
Sementra itu sekretaris Komisi I DPRD Kota Batam, Anwar Anas, juga mengkritik keras kebijakan tersebut. Menurutnya, penerapan Fuel Card 5.0 akan memberatkan masyarakat karena prosesnya dianggap merepotkan.
"Barcode Pertamina yang sudah diterapkan saat ini sebenarnya sudah cukup untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi. Kenapa harus menambah regulasi baru yang terkesan mengada-ada?" ujar Anwar.
Ia menegaskan bahwa kebijakan ini hanya didasarkan pada surat edaran Wali Kota, sehingga rentan menimbulkan persoalan hukum.
"Kami khawatir ini bisa menjadi bentuk penyalahgunaan wewenang. Aturan yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat sangat berbahaya," ungkapnya.
Anwar juga mempertanyakan alasan kerja sama dengan tiga bank swasta untuk mendukung implementasi kebijakan tersebut, alih-alih menggunakan Bank Riau Kepri.
"Kami memiliki Bank Riau Kepri. Mengapa tidak menggunakan bank ini saja? Bagaimana nanti dengan kontribusi CSR-nya? Ini menjadi alasan kami dari Fraksi Gerindra meminta Kadisperindag Kota Batam, Gustian Riau, untuk mengkaji ulang kebijakan ini. Kami tidak melihat kebijakan ini sebagai terobosan," tegasnya.
Â
Persoalan Pengelolaan BBM Subsidi di Batam
Kritik terhadap Fuel Card 5.0 ini menambah panjang daftar permasalahan terkait pengelolaan BBM bersubsidi di Kota Batam. Sebelumnya, kebijakan pembatasan BBM dengan kartu kendali oleh Disperindag Batam juga memicu polemik di masyarakat. Langkah-langkah tersebut dinilai kurang koordinatif, sehingga menimbulkan gejolak serta keraguan akan efektivitas dan keadilan distribusinya.
Sebelumnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Batam mengeluarkan kebijakan baru terkait penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite.
Semua pemilik kendaraan roda empat di Batam diwajibkan memiliki fuel card untuk membeli BBM bersubsidi jenis Pertalite. Hal ini berlaku meskipun pengguna sudah memiliki QR Code atau barcode melalui aplikasi MyPertamina. Hal ini ditegaskan oleh Kepala Disperindag Kota Batam, Gustian Riau, bahwa kepemilikan Fuel Card 5.0 bersifat wajib, bukan sukarela.
Kendaraan tanpa kartu ini tidak akan dilayani dalam pembelian Pertalite bersubsidi. Jika pemilik kendaraan tidak ingin menggunakan Fuel Card, mereka harus menggunakan Pertamax.
Kebijakan ini bertujuan untuk mengendalikan kuota BBM bersubsidi per hari sesuai dengan jenis kendaraan roda empat, sehingga distribusi subsidi lebih tepat sasaran.
Uji coba aturan ini telah dimulai pada 15 Januari 2025, peluncuran resmi program direncanakan efektif pada Februari setelah sebelumnya sempat tertunda dari jadwal awal pada Agustus 2024.
Advertisement