Efek Perang Dagang hingga Rupiah Melemah bagi Emiten Tekstil

Nilai tukar rupiah cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak selalu berdampak negatif terutama bagi emiten berorientasi ekspor.

oleh Agustina Melani diperbarui 15 Okt 2018, 12:30 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2018, 12:30 WIB
Investasi Teksil Meningkat Saat Ekonomi Lesu
Pekerja memotong pola di pabrik Garmen,Tangerang, Banten, Selasa (13/10/2015). Industri tekstil di dalam negeri terus menggeliat. Hal ini ditandai aliran investasi yang mencapai Rp 4 triliun (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak selalu berdampak negatif terutama bagi emiten berorientasi ekspor. Salah satunya emiten tekstil.

Namun, meski rupiah tertekan, pengusaha tekstil ingin pergerakan nilai tukar rupiah stabil terhadap dolar AS.

Sekretaris Perusahaan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), Welly Salam, menuturkan rupiah melemah berdampak positif untuk perseroan. Ini karena pendapatan perseroan lebih besar dalam dolar AS ketimbang biayanya.

"Jika rupiah melemah 10 persen maka laba kotor SRIL akan bertambah 100 basis poin," ujar Welly saat dihubungi Liputan6.com, lewat pesan singkat, seperti ditulis Senin (15/10/2018).

Seperti diketahui, Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) sudah melemah 12,19 persen sepanjang tahun berjalan 2018. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah dari posisi 13.542 pada 2 Januari 2018 ke posisi 15.194 pada 12 Oktober 2018.

Sementara itu, PT Sri Rejeki Isman Tbk membukukan kenaikan penjualan 35,66 persen dari USD 400,80 juta pada semester I 2017 menjadi USD 543,76 juta pada semester I 2018. Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik 67,67 persen menjadi USD 56,32 juta pada semester I 2018.

Dari total penjualan USD 543,76 juta sepanjang semester I 2018, berdasarkan laporan keuangan perseroan, penjualan domestik mencapai USD 251,98 juta. Sedangkan luar negeri mencapai USD 291,77 juta. Penjualan tersebut ke Asia, Eropa, Amerika Serikat dan Latin, Uni Emirat Arab dan Afrika, serta Australia.

Hal senada dikatakan Wakil Direktur Utama PT Pan Brothers Tbk (PBRX), Anne Patricia Sutanto. Pelemahan nilai tukar rupiah menguntungkan para eksportir. Akan tetapi, Anne menegaskan pihaknya juga ingin pergerakan nilai tukar rupiah stabil terhadap dolar AS.

"Kami incomenya 97-98 persen dalam dolar AS. Cost of material kita 60 hingga 65 persen dalam dolar AS jadi tetap natural hedge,” kata dia.

PT Pan Brothers Tbk mencatatkan penjualan naik 7,98 persen dari USD 241,65 juta pada semester I 2017 menjadi USD 260,94 juta pada semester I 2018. Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk naik menjadi USD 4,77 juta.

Terkait perang dagang, emiten tekstil juga mendapatkan peluang. Hal tersebut dapat menggenjot ekspor perseroan ke Amerika Serikat (AS).

Welly mengatakan, perang dagang memberikan dampak positif. Ini karena ada potensi kenaikan ekspor terutama ke Amerika Serikat. Selain itu juga akan genjot ekspor ke Eropa. “Karena pelanggan dari Amerika Serikat mulai menambah order kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk,” tutur dia.

Welly perkirakan, ada kenaikan sekitar 15-20 persen ekspor ke Amerika Serikat (AS). Berdasarkan laporan keuangan perseroan semester I 2018, penjualan perseroan ke Amerika Serikat dan Amerika Latin mencapai USD 19,99 juta. Posisi ini turun dibandingkan semester I 2017 sebesar USD 32,86 juta.

Hal senada dikatakan Anne. Ia menilai, perusahaan tekstil mendapatkan keuntungan dari perang  dagang. "Ini kesempatan untuk Indonesia do reciprocal trade relationships with US," ujar dia.

Perseroan pun akan genjot ekspor ke AS mulai 2019. Ia menilai, perang dagang tersebut jadi momen baik untuk perusahaan tekstil. Ini selama pemerintah juga investasi dan mendukung terhadap manufaktur. "Konsisten with the policy. And give competitive edge untuk perusahaan di Indonesia vs company di South East Asia atau Asia lain yang merupakan competitor di Indonesia," tutur Anne.

 

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

 

Kata ADB soal Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS

Rupiah Menguat Tipis atas Dolar
Petugas bank menghitung uang dollar AS di Jakarta, Jumat (20/10). Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih belum beranjak dari level Rp 13.500-an per USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Asian Development Bank (ADB) menyatakan nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) didorong spekulan. Ini karena fundamental ekonomi Indonesia masih kuat.

Presiden ADB, Takehiko Nakao, menyampaikan hal itu di sela-sela pertemuan tahunan IMF-World Bank pada Jumat 12 Oktober 2018.

"Depresiasi baru-baru ini terhadap rupiah adalah karena dorongan spekulasi karena posisi makroekonomi Indonesia secara keseluruhan masih kuat," ujar dia.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) sudah melemah 12,19 persen sepanjang tahun berjalan 2018. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah dari posisi 13.542 pada 2 Januari 2018 ke posisi 15.194 pada 12 Oktober 2018.

Nakao juga memuji manajemen makroekonomi Indonesia yang baik. Ia menekankan kuatnya fundamental ekonomi Indonesia. Ini seperti yang ditunjukkan dengan proyeksi kuatnya tingkat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada 5,2 persen. Tingkat inflasi yang stabil di 3,4 persen pada 2018.

Selain itu, defisit transaksi berjalan sekitar 2,5 persen yang masih terkelola. Pemerintah juga berkomitmen menjaga defisit fiskal pada sekitar dua persen dari produk domestik bruto (PDB) yang patut diapresiasi.

Cadangan devisa tetap dijaga pada tingkat yang cukup. Tercatat cadangan devisa Indonesia USD 114,84 miliar pada 30 September 2018. Tak hanya itu, Indonesia mendapatkan peringkat layak investasi di pemerintahan ini.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya