Rupiah Tembus 15.000 per Dolar AS, Bagaimana Kinerja PLN?

PLN sudah melakukan lindung nilai (hedging) untuk mengantisipasi gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

oleh Septian Deny diperbarui 09 Okt 2018, 20:52 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2018, 20:52 WIB
20170621-PLN Berikan Diskon Biaya Penyambungan Tambah Daya-Antonius
Petugas PLN melakukan penyambungan penambahan daya listrik di Jakarta, Rabu (21/6). Menyambut lebaran, PLN memberikan bebas biaya penyambungan untuk rumah ibadah dan potongan 50 persen untuk pengguna selain rumah ibadah. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Nusa Dua - PT PLN (Persero) khawatir akan mengalami kerugian di akhir tahun akibat pelemahan nilai tukar rupiah. Sebab level Rp 15 ribu per dolar Amerika Serikat (AS) di luar Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).

"Bisa jadi (rugi). Tahun lalu saja kurs segitu, kerugiannya segitu. Ada juga (khawatir). RKAP saya kan tahun ini Rp 13 ribu atau Rp 14 ribu. Sekarang sudah Rp 15 ribu," ujar ‎Direktur Perencanaan PLN, Syofvi Felienty Reokman dalam Indonesia Investment Forum 2018 di Bali, Selasa (9/10/2018).

Dia mengungkapkan, PLN sudah melakukan lindung nilai (hedging) untuk mengantisipasi gejolak nilai tukar. ‎"PLN kalau buat operasional kita hedging. Tapi hedging kita operasional artinya 3-6 bulan. Ini kita lakukan terus. Kebutuhan dolar PLN sudah secure," lanjut dia.

Sementara untuk investasi, Syofvi menyatakan jika PLN lebih banyak menggunakan rupiah ketimbang dolar AS.

"PLN sendiri kebutuhan dolar buat investasi enggak banyak. Hampir boleh dibilang enggak lah (gak banyak. Karena modelnya 30 persen ekuitas, 70 persen utang. 30 persen itu pakai rupiah. Itu kita buat bayar pembebasan lahannya. Terus buat bayar civil constraction-nya. Yang 70 persen buat equipment. Itu dibayar sama lender. Sebenarnya secara investasi, PLN enggak nge-hit dolar," ujar dia.

Namun yang memberatkan PLN dari depresiasi rupiah ini adalah soal biaya operasional. Sebagai contoh, untuk membeli gas sebagai bahan bakar PLTU.

"Cuma secara operasional, kami bayar gas pakai dolar AS. IPP pakai dolar AS. Walaupun uang kami keluar (bayar) pakai rupiah, sama mereka dikurskan dolar. Tapi sampai akhir tahun ini kebutuhan dolar AS PLN aman. Buat operasional sebenarnya (yang menguras keuangan)," ungkap dia.

Oleh sebab itu, Syofvi berharap nilai tukar rupiah bisa segera menguat di bawah Rp 15 ribu pada akhir 2018.

"Yang penting buat PLN secara operasional kita harus kuat. Kalau ini akibat kurs ya, 1-2 hari kamu bisa rugi atau untung ya. Akuntansi saja. Pencatatan. Tapi Rp 15 ribu challenging-lah buat PLN sekarang. Karena kita enggak tahu akhir tahun landingnya berapa? Kita pengennya landingnya agak sesuai dengan RKAP kita. Tapi kondisinya tough. At least harusnya ekspektasinya di bawah Rp 15 ribu sampai akhir tahun," ujar dia.

 

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

Rupiah Masih Bertahan di 15.200 per Dolar AS, Ini Faktor yang Jadi Penekan

Rupiah-Melemah-Tipis-Atas-Dolar
Petugas Bank tengah menghitung uang rupiah di Bank BRI Syariah, Jakarta, Selasa (28/2). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis pada perdagangan Selasa pekan ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali bergerak melemah pada perdagangan Selasa pekan ini. Pelaku pasar juga sedang mengkhawatirkan kondisi ekonomi Italia. 

Mengutip Bloomberg, Selasa 9 Oktober 2018, rupiah dibuka di angka 15.223 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 15.217 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 15.222 per dolar AS hingga 15.240 per dolar AS. Jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 12,34 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 15.233 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sehari sebelumnya yang ada di angka 15.193 per dolar AS.

Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, berbagai sentimen global masih mendukung penguatan mata uang dolar AS, terutama setelah dirilisnya data-data ketenagakerjaan AS yang membaik.

"Data-data ekonomi AS yang membaik membuka peluang The Fed melanjutkan kenaikan suku bunga," katanya dikutip dari Antara.

Di sisi lain, lanjut dia, pelaku pasar juga sedang mengkhawatirkan kondisi ekonomi Italia. Defisit anggaran negara itu memburuk di tengah utang yang juga terus bertambah.

"Sentimen eksternal itu membuat laju dolar AS kembali meningkat dibandingkan sejumlah mata uang lainnya yang akhirnya berdampak pada depresiasi rupiah," katanya.

Ekonom Samuel Sekuritas, Ahmad Mikail mengatakan pelemahan mata uang rupiah juga dipengaruhi oleh keputusan Bank Sentral Tiongkok (PBOC) yang menurunkan reserve requirement perbankan sebesar satu persen di tengah risiko perang dagang dengan AS.

"Penurunan reserve requirement itu mendorong pelemahan yuan dan ikut memperlemah mata uang emerging market lainya termasuk rupiah," katanya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya