Wall Street Menghijau Usai AS Longgarkan Sanksi ke Huawei

Meskipun pada perdagangan Selasa ini Wall Street mampu menghijau, namun penguatan ini belum bisa lepas dari cengkeraman penurunan bulanan terbesar.

oleh Arthur Gideon diperbarui 22 Mei 2019, 05:16 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2019, 05:16 WIB
Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Wall Street berada di zona hijau pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Pendorong bursa saham Amerika Serikat (AS) tersebut bergerak di zona hijau setelah AS sedikit melonggarkan sanksi yang diberikan kepada perusahaan teknologi Huawei Technologies Co Ltd.

Pelonggaran sanksi tersebut mampu mengurangi kekhawatiran investor mengenai tekananan mengenai hasil kinerja perusahaan di masa yang akan datang.

Mengutip Reuters, Rabu (22/5/2019), Dow Jones Industrial Average naik 197,43 poin atau 0,77 persen menjadi 25.877,33. Untuk S&P 500 naik 24,13 poin atau 0,85 persen menjadi 2.864,36. Sedangkan Nasdaq Composite menambahkan 83,35 poin atau 1,08 persen menjadi 7.785,72.

Presiden AS Donald Trump memasukkan Huawei ke daftar hitam perdagangan minggu lalu sehingga membuat beberapa perusahaan di AS menunda bisnis dengan pembuat peralatan telekomunikasi terbesar di dunia tersebut. Langkah yang dilakukan oleh Trump tersebut jelas membebani penjualan Huawei.

Beberapa perusahaan pembuat chip asal AS, banyak yang menjual produknya ke Huawei, menanggung beban terbesar akibat masuknya Huawei ke dalam daftar hitam tersebut.

Namun Senin malam, AS sedikit melonggar dengan memberikan izin kepada perusahaan pembuat peralatan telekomunikasi asal China untuk membeli barang-barang AS hingga 19 Agustus.

Perkembangan ini memberikan angin segar ke sektor teknologi di Wall Street dengan Philadelphia Semiconductor Index mampu menguat 2,1 persen setelah sebelumnya mengalami tekanan dalam tiga hari.

Saham pemasok Huawei seperti Intel Corp, Qualcomm Inc, Xilinx Inc dan Broadcom Inc naik antara 1 persen hingga 4,6 persen.

"Beberapa sektor yang telah mengalami tekanan selama beberapa hari terakhir telah mendapat penangguhan hukuman," kata Keith Lerner, analis SunTrust Advisory Services di Atlanta.

“Huawei menjadi pendorong sektor teknologi. Ini berdampak luas melihat ada banyak perusahaan yang terhubung dengannya," tambah dia.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Tekanan Dalam

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)

Meskipun pada perdagangan Selasa ini Wall Street mampu menghijau. Namun penguatan ini belum bisa lepas dari cengkeraman penurunan bulanan terbesar. Masalah mendalam yang masih menggelayuti bursa saham AS adalah kekhawatiran akan dampak dari perang dagang AS-China yang berkepanjangan.

"Pasar sangat terikat dengan satu berita tunggal sehingga menciptakan perubahan yang tajam setiap hari," kata Oliver Pursche, analis Bruderman Asset Management di New York.

“Banyak volatilitas pasar juga tentang fakta bahwa Bursa AS mampu naik 20 persen dari posisi terendah akhir Desember," tambah dia.

Di antara sektor utama S&P 500, hanya sektor konsumen yang mengalami tekanan cukup dalam pada perdagangan Selasa yaitu dengan turun 0,3 persen.

Saham Kohl's Corp dan J.C. Penney Co Inc anjlok setelah hasil kuartalan kedua department store tersebut tidak sesuai harapan.

Saham Kohl turun 12,3 persen, penurunan terbesar di antara perusahaan di indeks S&P 500, setelah perusahaan pengecer tersebut memangkas perkiraan laba setahun penuh dan melaporkan penjualan toko yang sama secara triwulanan dan laba yang tidak sesuai harapan.

Saham perusahaan saingan Jyaitu .C. Penney juga turun 7 persen setelah perusahaan melaporkan penurunan yang lebih besar dari perkiraan dalam penjualan triwulanan.

Menurut data Refinitiv, dengan 463 perusahaan dalam indeks S&P 500 yang membukukan hasil kuartal pertama, 75,2 persen telah melampaui ekspektasi laba analis.

Analis saat ini memperkirakan pertumbuhan pendapatan kuartal pertama sebesar 1,4 persen, berubah tajam dari penurunan 2 persen yang diharapkan pada 1 April.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya