Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) melakukan restrukturisasi bisnis. Restrukturisasi bisnis yang dilakukan dengan menawarkan program pensiun dini. Meski demikian, pengamat menilai langkah tersebut tidak terlalu berdampak terhadap kinerja perseroan.
Direktur PT Avere Mitra Investama Teguh Hidayat menilai, program pensiun dini tidak akan berdampak signifikan untuk kinerja perseroan. Ia menuturkan, manajemen Garuda Indonesia telah melakukan sejumlah hal untuk efisiensi, tetapi masih mencatatkan rugi.
“(program pensiun dini-red) tidak akan berdampak signifikan ke kinerja). Hal-hal itu sudah dilakukan intinya efisiensi. Masalah Garuda Indonesia itu problem di sumber daya manusia (SDM) tetapi bukan Garuda saja. Selama masih ada oknum di dalamnya, Garuda Indonesia masih akan tetap rugi," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Senin (24/5/2021).
Advertisement
Namun, Teguh melihat dalam satu tahun terakhir ini sudah ada perbaikan untuk membenahi Garuda Indonesia. Salah satunya dengan mengembalikan 12 dari 18 pesawat Bombardier CRJ 1.000 miik Nordic Aviation Capital (NAC). Garuda Indonesia juga mengakhiri kontrak operating lease dengan NAC yang jatuh tempo pada 2027 dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah penghematan dan pengusutan tindak korupsi.
“Satu tahun terakhir sudah ada perbaikan, direksi diganti. Garuda Indonesia kembalikan pesawat karena biaya terlalu mahal,” ujar dia.
Oleh karena itu, menurut Teguh, Kementerian BUMN perlu menerapkan langkah tegas membenahi Garuda Indonesia dan melakukan reformasi besar-besaran. “Menteri BUMN cukup berani. Butuh langkah lebih lanjut pemerintah untuk memperbaiki Garuda Indonesia,” kata dia.
Adapun terkait prospek kinerja 2021, Teguh menuturkan, Garuda Indonesia masih hadapi tekanan. Hal ini lantaran pandemi COVID-19 yang masih terjadi telah menurunkan jumlah frekuensi penerbangan dan penumpang.
Di sisi lain, menurut Teguh, Garuda Indonesia hadapi kenaikan biaya untuk menerapkan protokol kesehatan dan pendapatan masih turun. Selain itu, pengetatan perjalanan juga masih berlaku untuk mencegah penyebaran COVID-19 sehingga berdampak terhadap sektor penerbangan.
“Masih akan rugi pada 2021,” kata dia.
Teguh prediksi, kinerja Garuda Indonesia akan membaik pada 2022. Hal itu asal didukung program vaksinasi COVID-19 berjalan baik dan ada pelonggaran.”Garuda Indonesia lakukan efisiensi dan korupsi berkurang, 2022 baru bisa bukukan keuntungan,” Teguh menambahkan.
Selain menawarkan program pensiun dini, Garuda Indonesia dikabarkan akan memangkas jumlah operasional pesawat. Namun, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra belum mau berkomentar. Pihaknya masih fokus untuk melakukan program pensiun dini.
"No komen dulu. Saya dan tim ingin fokus ke urusan pensiun dini ini yang sangat penting diputuskan oleh setiap pegawai untuk ikut atau tidak. Mereka saudara kita semua," kata dia saat dihubungi Liputan6.com.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Saham Garuda Indonesia Melemah
Sebelumnya, saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) makin tertekan pada sesi kedua perdagangan saham Senin 24 Mei 2021.
Mengutip data RTI, saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) turun 6,96 persen ke posisi Rp 294 per saham. Saham GIAA dibuka stagnan di posisi Rp 316 per saham. Saham GIAA bergerak di kisaran Rp 294-Rp 316. Total frekuensi perdagangan saham 3.216 kali dengan nilai transaksi Rp 9 miliar. Total volume perdagangan 303.716.
Pada 17-21 Mei 2021, saham GIAA melemah 2,47 persen ke posisi Rp 316. Sepanjang tahun berjalan 2021, saham GIAA merosot 21,39 persen. Saham GIAA berada di posisi tertinggi Rp 276 dan terendah Rp 440 per saham. Saham GIAA ditransaksikan sebanyak 356.892 kali dengan nilai transaksi Rp 1,6 triliun.
Sementara itu, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung melemah terbatas. IHSG melemah 0,06 persen ke posisi 5.796. IHSG berada di kisaran 5.759-5.805. Sebanyak 320 saham melemah sehingga menekan IHSG. 191 saham menguat dan 135 saham diam di tempat.
Tekanan terhadap saham GIAA itu terjadi di tengah kabar perseroan sedang menawarkan program pensiun dini kepada karyawan.
VP Corporate Secretary Garuda Indonesia, Mitra Piranti menuturkan, saat ini manajemen tengah dalam tahap awal penawaran program pensiun yang dipercepat bagi karyawan Garuda Indonesia.
“Penawaran program ini dilakukan sejalan dengan upaya pemulihan kinerja usaha yang tengah dijalankan Perusahaan guna menjadikan Garuda Indonesia lebih sehat serta adaptif menjawab tantangan kinerja usaha di era kenormalan baru,” ujar dia seperti dikutip, Senin, 24 Mei 2021.
Situasi pandemi yang masih terus berlangsung hingga saat ini, mengharuskan Perusahaan melakukan langkah penyesuaian aspek supply & demand di tengah penurunan kinerja operasi imbas penurunan trafik penerbangan yang terjadi secara signifikan.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Irfan Setiaputra telah menyampaikan kepada karyawan dalam rapat internal mengenai kondisi Perusahaan saat ini. Salah satunya, Garuda Indonesia diketahui memiliki utang sekitar Rp 70 triliun atau USD 4,9 miliar. Utang tersebut meningkat lebih dari Rp 1 triliun setiap bulan karena terus menunda pembayaran kepada pemasok.
Adapun laporan keuangan terakhir GIAA yang disampaikan pada bursa yakni pada kuartal III-2020. Saat itu, pendapatan GIAA merosot 67,85 persen menjadi USD 1,14 miliar. GIAA pun membukukan rugi bersih USD 1,07 miliar. Kondisi ini berbalik dari kuartal ketiga tahun sebelumnya yang masih mencatatkan laba bersih USD 122,42 juta.
Garuda Indonesia memastikan seluruh hak pegawai yang berminat mengambil program tersebut akan dipenuhi sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, serta kebijakan perjanjian kerja yang disepakati antara karyawan dan Perusahaan.
Melalui program tersebut, Perseroan berupaya untuk memberikan kesempatan kepada karyawan yang ingin merencanakan masa pensiun sebaik mungkin, khususnya bagi mereka yang memiliki prioritas lain di luar pekerjaan, maupun peluang karier lainnya di luar perusahaan.
"Ini merupakan langkah berat yang harus ditempuh Perusahaan. Namun opsi ini harus kami ambil untuk bertahan di tengah ketidakpastian situasi pemulihan kinerja industri penerbangan yang belum menunjukan titik terangnya di masa pandemi COVID-19 ini,” tutur Irfan.
Advertisement