Meneropong Prospek Kinerja GTS Internasional

PT GTS Internasional Tbk (GTSI) memiliki kontrak-kontrak jangka panjang, seperti pengelolaan FSRU (Floating Storage regasification Unit) di Sulawesi.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 19 Agu 2021, 23:35 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2021, 23:34 WIB
Paparan publik IPO PT GTS Internasional Tbk, Kamis (19/8/2021) (Dok: Liputan6.com/Pipit Ramadhani)
Paparan publik IPO PT GTS Internasional Tbk, Kamis (19/8/2021) (Dok: Liputan6.com/Pipit Ramadhani)

Liputan6.com, Jakarta - PT GTS Internasional Tbk (GTSI) membukukan kinerja positif sejak 2019. Pada 2020, Perseroan membukukan laba sekitar USD 16,2 juta atau Rp 233,93 miliar (kurs Rp 14.440 per USD), naik dari tahun sebelumnya sebesar USD 10,67 juta.

Direktur PT GTS Internasional Tbk, Dandun Widodo memaparkan, kenaikan laba bersih tersebut sejalan dengan  kenaikan pendapatan sebesar USD 31,33 juta pada 2020, naik dari USD 30,17 pada 2019.

"Tahun lalu GTSI membukukan laba sekitar USD 16,2 juta. Tahun lalu juga kapal-kapal yang dimiliki GPSI masih beroperasi penuh. Tahun ini diharapkan tidak jauh berbeda karena mulai bulan ini kita akuisisi proyek baru," kata dia dalam konferensi pers, Kamis (19/8/2021).

Sebelumnya, Perusahaan memiliki kontrak-kontrak jangka panjang, seperti pengelolaan FSRU (Floating Storage regasification Unit) di Sulawesi. Usia kontrak tersebut 15 tahun. Saat ini baru berjalan sekitar tiga  tahun.

“Kita dapatkan kontrak jangka panjang mulai 2019 selama 15 tahun ke depan dengan sewa USD 39.700 per day. Semoga ini bisa dongkrak performance dari perusahaan di 2021 sampai 12 tahun ke depan,” kata dia.

Ia menambahkan, pihaknya sedang intensif jajaki beberapa pemilik proyek terkait pengadaan FSRU dan LNG carrier. Diharapkan mulai 2024-2025, bahkan 2022 pertengahan, FSRU Jawa Satu yang sudah dideliver akhir tahun lalu itu sudah menyumbang income untuk perusahaan,” ujar dia.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Kehadiran Pemain Baru

IHSG Menguat 11 Poin di Awal Tahun 2018
Layar indeks harga saham gabungan menunjukkan data di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1). Angka tersebut naik signifikan dibandingkan tahun 2016 yang hanya mencatat penutupan perdagangan pada level 5.296,711 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

PT GTS Internasional Tbk (GTSI) adalah perusahaan yang bergerak di bidang distribusi gas alam dan buatan, transportasi laut dalam negeri dan luar negeri untuk barang khusus dan aktivitas perusahaan holding.

Dandun mengatakan, industri ini cukup sulit untuk ditembus. Lantaran dibutuhkan beberapa syarat yang relatif sulit untuk dipenuhi. Seperti modal, SDM, hingga regulasi.

“Industri ini padat modal, pengalaman yang harus terbukti, juga peraturan mengatakan bahwa seluruh kapal yang beroperasi di Indonesia harus berbendera Indonesia. Per hari ini rasanya kita tidak bisa temukan bahwa semua peraturan itu bisa dipenuhi oleh perusahaan,” kata Dandun.

Ke depannya, Dandun menilai tetap ada potensi kemunculan pemain baru. Alih-alih menganggapnya sebagai kompetitor, Perseroan menilai adanya pemain baru akan menjadi partner bagi Perseroan.

“Mungkin bukan pesaing, kita lebih anggap partner, itu justru datang dari luar negeri. Mereka bawa uang, kami bawa pengalaman. Kalau bicara proyek di indonesia partner lokalnya hanya GPSI karena hanya GPSI yang bisa komply dengan regulasi sampai detik ini,” ujarnya.

Kinerja Perseroan

Ilustrasi Laporan Keuangan
Ilustrasi Laporan Keuangan.Unsplash/Isaac Smith

Kinerja GTSI pun terus berkembang. Sehingga pada 2020, GTSI membukukan kenaikan aset menjadi USD 87,769 juta dari USD 71,618 juta yang dicatat pada Desember 2019.

Perseroan juga mencatat kenaikan pendapatan menjadi USD 31,329 juta dari USD 30,172 juta yang dibukukan pada tahun 2019. Demikian juga laba sebelum pajak penghasilan pada 2020 tercatat USD 16,699 juta dari USD 11,104 juta.

Sedangkan laba tahun berjalan pada tahun 2020 sebesar USD 10,669 juta, naik dari USD 7,741 juta. Dari sisi laba, Perseroan juga membukukan pertumbuhan sejak 2019 dengan imbal hasil atas Aset (ROA) terus meningkat sehingga ROA yang pada 2018 masih 10 persen naik menjadi 12 persen pada 2019 dan naik lagi menjadi 16 persen pada tahun 2020.

Demikian juga imbal hasil atas Ekuitas (ROE), yang pada 2018 baru 20 persen naik menjadi 23 persen pada 2019 dan 27 persen pada 2020.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya