Wall Street Tersungkur Imbas Lonjakan Suku Bunga hingga Dolar AS

Pada penutupan perdagangan wall street, Senin, 26 September 2022, indeks S&P 500 turun 1,03 persen menjadi 3.655,04.

oleh Agustina Melani diperbarui 27 Sep 2022, 07:02 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2022, 07:02 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Reaksi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020) sore waktu setempat setelah WHO menyebut virus corona COVID-19 sebagai pandemi. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street melemah pada penutupan perdagangan saham Senin, 26 September 2022. Tekanan terhadap wall street terjadi seiring lonjakan suku bunga dan gejolak yang mengguncang mata uang global.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 turun 1,03 persen menjadi 3.655,04, jatuh di bawah penutupan terendah pada Juni 2022 di 3.666,77. Pada satu titik Senin siang waktu setempat, indeks sempat merosot ke 3.644,76, kurang dari delapan poin dari level terendah intraday 2022 di kisaran 3.636,87.

Indeks Dow Jones turun 329,60 poin atau 1,11 persen ke posisi 29.260,81. Indeks saham acuan tersebut turun sekitar 20,4 persen dari penutupan tertinggi pada 4 Januari 2022. Indeks Nasdaq susut 0,6 persen ke posisi 10.802,92.

Mata uang Pound Inggris turun ke rekor terendah terhadap dolar AS pada Senin, 26 September 2022. Pound Inggris turun 4 persen pada satu titik terendah sepanjang masa di USD 1,0382. Pound sejak itu turun dari level terburuknya karena spekulasi Bank of England mungkin harus menaikkan suku bunga lebih agresif untuk menekan inflasi.

Kenaikan agresif suku bunga bank sentral AS atau the Federal Reserve ditambah dengan pemotongan pajak Inggris diumumkan pekan lalu telah menyebabkan dolar AS melonjak. Euro mencapai level terendah terhadap dolar AS sejak 2002.

Dolar AS yang melonjak dapat merugikan keuntungan perusahaan multinasional Amerika Serikat (AS) dan juga berdampak negatif terhadap perdagangan global dengan begitu banyak yang ditransaksikan dalam dolar AS.

“Kekuatan dolar AS seperti itu secara historis menyebabkan semacam krisis keuangan atau ekonomi,” ujar Chief US Equity Strategist Morgan Stanley, Michael Wilson dikutip dari CNBC, Selasa (27/9/2022).

Imbal Hasil Obligasi AS dan Harga Minyak

Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Robb Miller on Unsplash)

Di sisi lain, imbal hasil obligasi melonjak pada Senin, 26 September 2022 dengan imbal hasil tenor 10 tahun melampaui 3,9 persen pada satu titik, dan menandai level tertinggi sejak 2010.

Imbal hasil juga melonjak pada obligasi bertenor dua tahun yang sangat sensitif terhadap kebijakan the Federal Reserve (the Fed). Imbal hasil melampaui 4,3 persen level tertinggi sejak 2007.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) tergelincir 2,58 persen ke posisi USD 76,71. Harga minyak WTI ini merupakan level terendah sejak 3 Januari 2022.

Harga minyak Brent susut 2,43 persen ke posisi USD 86,06. Sebelumnya harga minyak Brent diperdagangkan rendah di posisi USD 83,81 level terendah sejak 13 Januari 2022.

Harga minyak naik pada awal tahun didorong oleh invasi Rusia ke Ukraina, tetapi penurunan komoditas baru-baru ini telah memangkas kenaikan secara tajam pada 2022. Harga minyak WTI hanya naik 1,99 persen pada 2022, sedangkan harga minyak Brent bertambah 8,07 persen.

Gerak Saham di Wall Street

Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)
Ilustrasi wall street (Photo by Patrick Weissenberger on Unsplash)

Saham perusahaan induk dari beberapa platform kencan online paling terkenal di dunia diperdagangkan di level terendah sejak perusahan go public pada 2015. Perusahaan di balik layanan Tinder, Engsel, OkCupid, dan Match.com pertama kali go public melalui penawaran umum dan bagian dari Nasdaq di bawah ticker MTCH.

Saham Match Group turun 1,2 persen pada awal pekan ini di kisaran USD 46,75. Saham diperdagankan rendah di USD 46,19 menandai valuasi rendah sejak menjadi perusahaan publik.

Kebijakan moneter dengan suku bunga lebih tinggi baik untuk saham bank tetapi menjadi taruhan yang kalah bagi investor pada 2022.

Saham Goldman Sachs turun 2,3 persen dan menjadikan bank investasi itu mencatat kinerja terburuk di Dow Jones. JPMorgan dan Morgan Stanley masing-masing turun hampir dua persen, sementara itu Citigroup turun 3 persen. Saham American Express susut dua persen, dan saham Travelers tergelincir 3 persen.

Penutupan Wall Street pada 23 September 2022

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi spesialis David Haubner (kanan) saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street anjlok pada perdagangan saham Jumat, 23 September 2022. Koreksi wall street mendorong tekanan terhadap kinerja mingguan di pasar keuangan seiring lonjakan suku bunga dan gejolak mata uang asing meningkatkan kekhawatiran resesi global.

Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones tersungkur 486,27 poin atau 1,62 persen menjadi 29.590,41. Indeks S&P 500 susut 1,72 persen menjadi 3.693,23. Indeks Nasdaq merosot 1,8 persen menjadi 10.867,93.

Indeks Dow Jones mencatat posisi ke level terendah baru pada 2022 dan ditutup di bawah 30.000 untuk pertama kalinya sejak 17 Juni 2022. Indeks Dow Jones akhiri perdagangan 19,9 persen di bawah rekor intraday.Pada satu titik, indeks Dow Jones sempat turun lebih dari 826 poin.

Rata-rata indeks acuan ditutup di wilayah negatif dalam lima minggu dengan indeks Dow Jones susut 4 persen. Indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing turun 4,65 persen dan 5,07 persen.

Ini menunjukkan empat sesi perdagangan berturut-turut melemah seiring bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) pada Rabu, 21 September 2022 menaikkan suku bunga acuan. The Fed juga mengindikasikan akan menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan November 2022.

“Pasar telah bertransisi dengan jelas dan cepat dari kekhawatiran inflasi menjadi kekhawatiran atas kampanye agresif the Federal Reserve,” ujar Quincy Krosby dari LPL Financial.

Ia menambahkan, imbal hasil obligasi naik ke level tertinggi yang belum pernah dlihat selama bertahun-tahun.

"Ini mengubah pola pikir tentang bagaimana the Fed mencapai stabilitas harga tanpa ada yang melanggar,” ujar dia.

Di sisi lain, Pound Inggris mencapai level terendah baru lebih dari tiga dekade terhadap dolar AS setelah rencana ekonomi baru Inggirs yang mencakup pemotongan pajak guncangkan pasar. Ini mengkhawatirkan inflasi di atas segalanya saat ini. Bursa saham Eropa turun dua persen pada Jumat, 23 September 2022.

"Ini adalah kekacauan makro global yang coba diselesaikan oleh pasar,” ujar Krosby.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya