Liputan6.com, Jakarta - DBS menilai, lanskap geopolitik dan ekonomi global tetap kompleks dan penuh nuansa hingga sulit dipahami memasuki 2025.
Secara khusus, pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) yang telah selesai akan memberikan dampak luas terhadap pasar dan aset berisiko di seluruh dunia. Demikian seperti dikutip dalam keterangan resmi, Selasa (14/1/2025).
Advertisement
Baca Juga
Dengan Partai Republik menguasai baik Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pemerintahan Donald Trump kini memiliki mandat jelas dan kekuatan besar untuk mendorong agenda kebijakan apapun di Capitol Hill, baik itu pemotongan pajak, perubahan iklim dan keamanan perbatasan.
Advertisement
Dengan demikian, asumsi yang berlaku umum, resesi akan segera terjadi dan pemotongan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed) secara tajam, kini tidak berlaku lagi.
Sebaliknya, momentum makroekonomi AS akan meningkat pesat seiring dengan upaya Trump mewujudkan janji kebijakannya terkait pemotongan pajak dan pengeluaran fiskal ekspansionis.
Meskipun optimisme pertumbuhan tetap ada, terdapat ketidakpastian besar terkait kehadiran Trump 2.0 yakni kesinambungan fiskal atau kebalikannya dari rencana kebijakannya dan kemungkinan perang dagang akibat rencana kenaikan tarif yang diusulkan Trump.
Seiring kebijakan fiskal yang ekspansionis dan ketegangan geopolitik yang meningkat, Chief Investment Officer (CIO) DBS Bank, Hou Wey Fook yakin pendekatan “barbell” dalam konstruksi portofolio merupakan strategi tepat.
Ia menjelaskan, hal itu dapat dicapai dengan mengambil posisi ekstrem antara lain mencari paparan pada sektor-sektor dengan beta tertinggi dan memanfaatkan potensi dari kebijakan ekspansionis Trump. Kemudian mencari eksposur pada kelas aset paling defensif untuk melindungi kinerja portofolio dari dampak negatif kebijakan Trump.
Saham Teknologi
Untuk hadapi kebijakan ekspansionis Trump, Hou Wey Fook telah meningkatkan peringkat untuk ekuitas, dari kinerja di bawah rata-rata (underweight) menjadi netral.
CIO DBS juga tetap mempertahankan peringkat kinerja membaik atau overweight untuk saham AS karena pemotongan pajak yang akan datang akan meningkatkan margin perusahaan.
Selain itu, CIO DBS juga terus mendukung saham teknologi karena melihat potensi pertumbuhannya. “Potensi pertumbuhan sekuler dan nilai betanya tinggi, sebesar 1,4 kali saham global (dalam kurun 10 tahun) yang akan memungkinkan investor meraih keuntungan yang signifikan seiring dengan penerapan kebijakan pemotongan pajak dan deregulasi oleh pemerintahan baru,” ujar dia.
Untuk mengurangi risiko perang dagang, Hou Wey Fook mempertahankan porsi yang besar untuk pendapatan tetap. Hal ini karena memberikan perlindungan terhadap penurunan harga jika ketegangan perdagangan meningkat lebih dari yang diperkirakan; rasio risiko imbal hasil juga menarik, dengan imbal hasil obligasi kembali ke angka 4,4%.
Advertisement
Faktor yang Bayangi Pasar
Ia juga mempertahankan peringkat kinerja di bawah rata-rata untuk ekuitas Eropa karena diperkirakan memberikan kinerja di bawah rata-rata mengingat kenaikan tarif AS akan memaksa eksportir Tiongkok untuk mengalihkan barang-barang mereka ke pasar non-AS, yang pada gilirannya akan meningkatkan persaingan.
"Di luar pasang surut kebijakan di Capitol Hill, kita juga perlu memperhatikan faktor-faktor makro jangka panjang yang akan menentukan arah pasar di luar kebisingan jangka pendek seputar kepresidenan Trump,” ujar Hou Wey Fook.
Ia yakin aset berisiko akan tetap didukung dengan baik oleh faktor-faktor berikut pada 2025. Pertama, perlambatan terkendali perekonomian AS, pasar tenaga kerja kuat, dan rasio suku bunga rendah, yang melindungi perusahaan dari ketegangan perdagangan, mendukung margin perusahaan tetap tangguh.
Kedua, meningkatnya kekayaan bersih rumah tangga dan utang rumah tangga terendah selama ini sebagai persentase dari PDB (71%) mendukung konsumsi domestik. “Ketiga, kemajuan pesat kecerdasan buatan (AI) diperkirakan mendorong kenaikan produktivitas secara berarti,” ujar dia.