Liputan6.com, Jakarta - Pemain industri semen diperkirakan akan mendapatkan keuntungan dari penurunan harga batu bara, yang merupakan salah satu komponen biaya produksi terbesar. Harga batu bara sendiri diproyeksikan turun sekitar 12% dari USD 136,4 per ton di tahun 2024 menjadi USD 120 per ton di tahun 2025. didorong oleh ketidakpastian ekonomi global dan melimpahnya pasokan batu bara.
Namun, di sisi lain, produsen semen tertekan oleh melimpahnya pasokan dan rendahnya tingkat penggunaan kapasitas produksi, yang diperkirakan hanya di bawah 55%. Selain itu, persaingan ketat dengan pemain asal Tiongkok juga diprediksi akan terus memberikan tekanan pada margin keuntungan sektor semen.
Baca Juga
"Ke depannya, industri semen berpotensi diuntungkan oleh sejumlah faktor, seperti program subsidi perumahan untuk 3 juta rumah dari pemerintah, insentif berupa penghapusan atau pengurangan PPN, dan tren suku bunga rendah yang diharapkan dapat mendorong permintaan properti," ulas Analis Samuel Sekuritas, Fadhlan Banny dalam risetnya, dikutip Jumat (24/1/2025).
Advertisement
Bagi investor, harga saham-saham terkait semen yang cenderung rendah dapat menjadi peluang untuk mencari keuntungan dari perdagangan saham. Namun, ancaman tetap ada, seperti kemungkinan terjadinya keterlambatan dalam pelaksanaan program subsidi perumahan dari pemerintah, ditambah lagi dengan daya beli masyarakat yang masih rendah serta nilai tukar USD yang tinggi. Hal ini dapat membuat pendapatan dan kinerja pasar menjadi lebih buruk dari yang diharapkan, sehingga performa pasar bisa saja tetap berada di bawah ekspektasi.
Untuk sektor ini, Samuel Sekuritas menyematkan pandangan underweight dengan saham pilihan INTP. Dalam ulasannya, Fadhlan merekomendasikan beli pada saham INTP dengan target price 7.000. Lainnya, rekomendasi hold untuk saham SMGR dengan target price 3.200.
Â
Proyek IKN Melambat, Penjualan Semen Turun di 2024
Volume penjualan semen dalam negeri sepanjang 2024 mencapai 64,9 juta ton. Realisasi ini turun 0,9% jika dibandingkan dengan 2023 yang mencapai 65,5 juta ton. Turunnya penjualan semen ini karena permintaan yang melemah.
Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Lilik Unggul Raharjo menyatakan turunnya penjualan semen lebih banyak disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat pada sektor konstruksi.
"Melambatnya permintaan semen dari proyek- proyek Pemerintah baik di Jawa maupun wilayah lainnya seperti proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur juga menjadi penyebab turunnya penjualan semen," jelas Lilik dalam keterangan tertulis.
Beberapa wilayah pasar utama semen seperti Jawa tahun ini mengalami sedikit penurunan sebesar 0,1% dengan volume mencapai 33,5 juta ton, hampir sama dengan pencapaian 2023.
Kalimantan di 2024 masih tumbuh sebesar 11,2%, lebih rendah dari pertumbuhan tahun 2023 yang mencapai 22,1%. Hal ini disebabkan karena mulai lambatnya pembangunan seiring dengan kebijakan Pemerintah yang mengurangi anggaran untuk pembangunan terus proyek-proyek infrastruktur di Ibu Kota Nusantara.
Bali dan Nusa Tenggara di tahun 2024 mengalami pertumbuhan sebesar 3,3% dibandingkan tahun 2023, dimana pertumbuhan penjualan semen di Bali mencapai 15,8% yang lebih banyak disebabkan karena beberapa proyek penunjang sektor pariwisata yang tetap berjalan. Kondisi di wilayah lainnya seperti Sumatera, Sulawesi, Maluku dan Papua tidak jauh berbeda yang secara umum cenderung mengalami penurunan.
Dengan masih berlanjutnya pelemahan ekonomi global terutama di beberapa negara yang menjadi pasar utama ekspor seperti Bangladesh, Australia, dan Taiwan, namun demikian hal tersebut tidak berdampak melemahnya pembelian produk semen dari Indonesia.
Hingga akhir 2024 total ekspor semen dan clinker mengalami pertumbuhan sebesar 10,4% dengan total volume sebesar 11,9 juta ton. Hal ini dipicu dari masih tingginya permintaan clinker di pasar-pasar tradisional di luar negeri.
Â
Advertisement
Proyeksi 2025
Jika melihat tren perkembangan penjualan semen di dalam negeri, diperkirakan pada 2025 penjualan dalam negeri diperkirakan akan tumbuh sekitar 1%-2%, sedangkan ekspor diperkirakan masih akan tetap sama dengan capaian tahun-tahun sebelumnya, sehingga diperkirakan total penjualan semen baik dalam negeri maupun ekspor adalah sekitar 77 juta ton, dan tingkat utilisasi mencapai 65%.
Selain dari sisi penjualan baik dalam negeri maupun ekspor, Ketua ASI juga memberikan beberapa penjelasan bahwa industri semen juga akan menghadapi beberapa tantangan ke depan.
Contohnya, rendahnya utilisasi dan moratorium. Dengan capaian penjualan dalam negeri 2024 yang hanya sekitar 64,9 juta ton, dimana pertumbuhannya 0,9% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara total kapasitas pabrik semen di Indonesia berkisar 119,9 juta ton.
Sehingga utilisasi pabrik masih rendah berkisar 56,5%, diperlukan moratorium untuk pembangunan pabrik semen baru dengan beberapa pertimbangan diantaranya profitability menurun sehingga menghambat investasi inovasi teknologi yang diperlukan untuk menurunkan emisi CO2 industri semen, kontribusi pajak yang rendah, dan pengurangan tenaga kerja.
Dengan utilisasi yang masih rendah, maka export menjadi salah satu alternatif untuk membuat Industri semen tetap bertahan walaupun kompetisi regional sangat ketat karena excess-capacity juga terjadi di wilayah ASEAN, China, India, Pakistan. Harapan kedepan kepada Pemerintah adalah memberikan stimulus ekonomi untuk proyek-proyek infrastruktur nasional.