Usai Salat Id, Ratusan Jemaah Berziarah ke Makam Para Pejuang dan Ulama di Manado

Selain makam Permaisuri Sultan Hamengkobuwono V dan putra mahkotanya, ada juga KH Arsyad Thawil, seorang ulama dan pejuang asal Banten.

oleh Yoseph Ikanubun Diperbarui 31 Mar 2025, 13:31 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2025, 13:31 WIB
Sejumlah peziarah mendatangi kompleks pemakaman di Kelurahan Mahakeret Timur, Kecamatan Wenang, Kota Manado, Sulut, pada Senin (31/3/2025).
Sejumlah peziarah mendatangi kompleks pemakaman di Kelurahan Mahakeret Timur, Kecamatan Wenang, Kota Manado, Sulut, pada Senin (31/3/2025).... Selengkapnya

Liputan6.com, Manado - Pemandangan menarik terlihat usai pelaksanaan salat id pada, Senin (31/3/2025), di Kota Manado, Sulut.  Ratusan Jemaah tampak berziarah di Kompleks Pebukuran Islam yang terletak di Kelurahan Mahakeret Timur, Kecamatan Wenang, Kota Manado, Sulut.

Kompleks pekuburan ini sebenarnya bukan pekuburan biasa, karena punya nilai historis, nasionalis dan religius yang kental.

Bagaimana tidak, di kompleks pekuburan ini dimakamkan sejumlah ulama besar dari Banten, Minangkabau, para pejuang pemberontakan rakyat di Tolitoli, Sulawesi Tengah, bahkan ada juga permaisuri Sultan Hamengkubuwono V dan putera mahkotanya.

Lokasi makam terletak di pinggiran salah satu jalan utama di Manado, yakni Jalan Diponegoro. Pada bagian depan kompleks pemakaman, ada gapura bertuliskan "Tempat Pemakaman Permaisuri Sri Sultan HB V ‘Kanjeng Ratu Sekar Kedaton’ yang wafat 25 Mei 1919".

Di sisi kiri gapura itu juga berdiri dua papan penunjuk keterangan, yang pertama bertuliskan "Objek Wisata Makam Kajeng Ratu Sri Kedaton". Sedangkan, yang satunya bertuliskan "Cagar Budaya Makam Sekar Kedaton" dan Salumpaga Tolitoli.

Lokasi pemakaman itu terletak tak jauh dari Masjid Raya Ahmad Yani Manado. Perjalanan sedikit mendaki untuk masuk ke dalam kompleks makam itu. Di dalamnya bertebaran ratusan pusara yang kebanyakan nama-namanya identik dengan suku Jawa, Banten, serta Minangkabau.

Di bagian tengah pemakaman itu, berdiri sebuah bangunan berbentuk rumah kecil bercat putih dengan atap genting. Sebuah keterangan menempel di bagian depan bangunan bertuliskan: "Di sini Dimakamkan Permaisuri Sri Sultan Hamengkobuwono V “Kanjeng Ratu Sekar Kedaton” Wafat 25 Mei 1919. Dan Putranya Gusti Timur Muhammad Suryeng Ngalaga. Wafat 12 Januari 1901".

“Sudah menjadi semacam tradisi untuk berziarah ke makam para ulama, para pejuang dari berbagai daerah di nusantara,” ujar Ahmad, yang mengaku sebagai keturunan salah satu ulama dari Banteng yang jenazahnya dimakamkan di pekuburan itu.

Dia mengatakan, mereka yang datang berziarah itu merupakan keluarga keturunan para ulama, pejuang dari berbagai daerah di nusantara, hingga keturunan dari permaisuri Sultan Hamengkubuwono V.

“Di sini ada makam Kanjeng Ratu Sekar Kedaton yang adalah permaisuri Sultan Hamengkubuwono V yang dibuang ke Manado,” tuturnya.

Selain makam Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan putra mahkota, ada juga KH Arsyad Thawil, seorang ulama dan pejuang asal Banten yang melawan Belanda, wafat dan dimakamkan di kompleks tersebut.

Menghormati  jasanya, namanya akan diabadikan sebagai nama jalan di Manado, selain itu juga diusulkan menjadi Pahlawan Nasional.

“Setelah kalah dalam Perang Cilegon tahun 1888, Arsyad ditangkap bersama 100 pejuang lain yang terlibat dalam pertempuran tersebut. Dia dipenjara di Serang, lalu dipindahkan ke Batavia. Tak lama setelah dipenjara di Batavia, ia kemudian diasingkan ke Manado,” tutur Ketua MUI Kota Manado KH Yaser Bachmid.

Dia mengatakan, Arsyad meninggal di Manado, Sulut 19 Maret 1935 Masehi dan dimakamkan di Kelurahan Mahakeret atau yang dikenal dengan Kompleks Pekuburan Islam.

Ada juga makam dari sejumlah tokoh pejuang yang melakukan pemberontakan kepada Belanda di Tolitoli, Sulawesi Tengah tahun 1919. Peristiwa itu dikenal dengan nama Pemberontakan Salumpaga Tolitoli.

Pantauan Liputan6.com, hingga menjelang siang hari, ratusan peziarah masih berdatangan mengunjungi makam para leluhur tersebut.

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya