S&P 500 hingga Dow Jones Anjlok Parah, Penurunan Terbesar sejak Pandemi Covid-19

S&P 500 merosot 5,97% menjadi 5.074,08, penurunan terbesar sejak Maret 2020.

oleh Natasha Khairunisa Amani Diperbarui 05 Apr 2025, 10:00 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2025, 10:00 WIB
Ilustrasi Bursa Saham. Foto: Freepik
Ilustrasi Bursa Saham. Foto: Freepik... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Pasar saham Amerika Serikat terpukul setelah China membalas dengan tarif baru atas barang-barang impor dari AS.

Melansir CNBC International, Sabtu (5/4/2025) saham Dow Jones Industrial Average melemah 2.231,07 poin, atau 5,5%, menjadi 38.314,86 pada hari Jumat. Ini menandai penurunan terbesar sejak Juni 2020 selama pandemi Covid-19.

Ini menyusul penurunan 1.679 poin pada hari Kamis dan menandai pertama kalinya Dow Jones kehilangan lebih dari 1.500 poin pada hari-hari berturut-turut.

Saham S&P 500 juga merosot 5,97% menjadi 5.074,08, penurunan terbesar sejak Maret 2020.

Adapun saham Nasdaq Composite, yang menaungi banyak perusahaan teknologi yang menjual ke China dan juga memproduksi di negara itu, anjlok 5,8% menjadi 15.587,79. Penurunan ini menyusul penurunan hampir 6% pada hari Kamis dan membuat indeks turun 22% dari rekor Desember, pasar yang lesu dalam terminologi Wall Street.

Saham teknologi memimpin penurunan pada hari Jumat (4/4) waktu setempat.

Saham Apple merosot 7%, sehingga kerugiannya untuk minggu ini menjadi 13%. Saham Nvidia juga tersungkur 7% selama sesi tersebut, sementara Tesla turun 10%.

Seperti diketahui, etiga perusahaan tersebut memiliki eksposur besar ke China dan termasuk yang paling terpukul oleh tindakan balasan Beijing.

Di luar sektor teknologi, saham Boeing dan Caterpillar, yang dikenal sebagai eksportir besar ke China mengalami penurunan terbesar di bursa Dow, masing-masing turun 9% dan hampir 6%.

"Meskipun pasar mungkin mendekati titik terendah dalam jangka pendek, kami khawatir tentang dampak perang dagang global terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang," kata Emily Bowersock Hill, CEO dan mitra pendiri di Bowersock Capital Partners.

Seperti diketahui, Presiden AS Donald Trump mengguncang pasar global dalam beberapa pekan terakhir dengan serangkaian kebijakan baru tarif impor. Langkah tersebut mendorong respon balasan dari China dengan tarif baru lainnya.

 

S&P 500 Merosot Lagi ke Level Terendah Sejak 2020

Perdagangan Saham dan Bursa
Ilustrasi Foto Perdagangan Saham dan Bursa (iStockphoto)... Selengkapnya

Diwartakan sebelumnya, ursa S&P 500 telah kehilangan total nilai pasar saham sebesar USD 2,4 triliun dalam aksi jual di Wall Street pada hari Kamis (3/4).

Mengutip US News, aksi jual tersebut mendorong kerugian harian terbesar sejak pandemi awal pandemi COVID-19 pada 16 Maret 2020.

Pada awal pekan, S&P 500 telah menurun hampir 5% setelah tarif besar-besaran yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump memicu kekhawatiran akan perang dagang habis-habisan dan resesi ekonomi global.

Pada Senin (31/3), bursa S&P 500 dan Nasdaq Composite membukukan kinerja kuartalan terburuk sejak tahun 2022. Mengutip Economistimes, S&P 500 di hari itu merosot 4,6% dan Nasdaq Composite anjlok 10,5% pada kuartal pertama 2025.

Kedua indeks acuan tersebut juga mengalami penurunan tajam pada bulan Maret 2025, mencatat persentase penurunan bulanan terbesar sejak Desember 2022, karena Presiden Donald Trump memberlakukan serangkaian tarif baru yang menimbulkan kekhawatiran akan perang dagang global.

Dow Jones Industrial Average tidak kebal terhadap kegelisahan tersebut, merosot 1,3% dalam tiga bulan pembukaan.

"Investor, kurang lebih pada kuartal pertama ini menyerah, karena Anda benar-benar tidak dapat melakukan perdagangan di sekitar ini," kata Adam Turnquist, kepala strategi teknis untuk LPL Financial.

Tujuh raksasa teknologi yang mendorong kenaikan selama pasar bullish yang berlangsung sepanjang tahun 2023 dan 2024, sangat membebani pasar ekuitas AS karena investor menjual nama-nama yang sedang tumbuh.

Pada hari Senin, baik S&P 500 maupun Dow untuk sementara waktu mengabaikan ketidakpastian seputar rencana tarif mendatang pemerintahan Trump, yang akan diumumkan pada Rabu besok (2/4).

IHSG pada 24-27 Maret 2025

Ilustrasi bursa saham Asia (Foto by AI)
Ilustrasi bursa saham Asia (Foto by AI)... Selengkapnya

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat kenaikan signifikan pada 24-27 Maret 2025. Kenaikan IHSG didorong aliran dana yang masuk ke saham.

Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Sabtu (29/3/2025), IHSG melonjak 4,03 persen ke posisi 6.510,62. Pada pekan lalu, IHSG susut 3,95 persen ke posisi 6.258,17.

Kapitalisasi pasar juga melonjak 2,81 persen menjadi Rp 11.126 triliun dari Rp 10.822 triliun pada pekan lalu. Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, IHSG menguat 4,03 persen dan disertai aliran dana yang masuk mencapai Rp 3,25 triliun. Penguatan IHSG didorong sejumlah faktor. Pertama, mulai masuknya kembali aliran dana investor asing ke IHSG.

Kedua, ada aksi korporasi emiten perbankan terutama kapitalisasi besar seiring adanya pembagian dividen. “Ketiga, ada pengumuman pengurus Danantara di mana juga diperkirakan menjadi sentimen positif dan mengangkat beberapa emiten BUMN, meskipun demikian investor juga akan mencermati dan menanti akan kinerja dari Danantara sendiri,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.

Keempat, Herditya menuturkan, menuturkan, gejolak politik yang berkembang di dalam negeri juga menjadi perhatian investor. Kelima, waktu perdagangan yang cenderung sempit dalam menyambut libur Nyepi dan Lebaran.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya