Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, pemerintah belum akan mengambil kebijakan pembelian kembali (buy back) saham sebagai langkah mengantisipasi anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
"Sekarang belum pada level penurunan sebesar 2008 yang sangat banyak, karena pada saat itu Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ikut buy back," ujar dia di kantornya, Jakarta, Senin malam (19/8/2013).
Bambang bilang, pihaknya belum bisa melakukan upaya tersebut kecuali laju IHSG mengalami penurunan kembali dengan level yang cukup mengkhawatirkan. "Tapi sekarang belum sampai kondisi itu," tegas dia.
Pemerintah, lanjut dia, sudah menggelar rapat tingkat deputi di Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) untuk menganalisa dan menyikapi kondisi yang terjadi pada pasar modal, nilai tukar rupiah dan Surat Utang Negara (SUN).
"Gejolak yang terjadi hari ini utamanya adalah kombinasi dari kondisi global dan domestik. Kondisi global itu berbagai macam sentimen negatif yang membuat mata uang dan pasar modal berbagai negara di Asia merosot," terangnya.
Lebih jauh Bambang mengatakan, faktor global paling berpengaruh berasal dari spekulasi pengumuman kapan The Fed akan mulai menarik operasi stimulusnya dari pasar uang dunia.
"Spekulasinya ada yang bilang September, karena di bulan itu ada rapat The Fed. Dan itu pasti akan menimbulkan spekulasi untuk Indonesia yang capital inflow-nya masih tergantung pada asing akan berdampak negatif," ucapnya.
Dari faktor domestik, Bambang menuturkan, kenaikan defisit neraca transaksi berjalan (current account) di kuartal II mencapai sebesar 4,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kenaikan harga BBM terhadap impor migas belum bisa dilacak. Masih pendek sekali waktunya untuk melihat dampaknya," tukasnya. (Fik/Nur)
"Sekarang belum pada level penurunan sebesar 2008 yang sangat banyak, karena pada saat itu Pusat Investasi Pemerintah (PIP) ikut buy back," ujar dia di kantornya, Jakarta, Senin malam (19/8/2013).
Bambang bilang, pihaknya belum bisa melakukan upaya tersebut kecuali laju IHSG mengalami penurunan kembali dengan level yang cukup mengkhawatirkan. "Tapi sekarang belum sampai kondisi itu," tegas dia.
Pemerintah, lanjut dia, sudah menggelar rapat tingkat deputi di Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) untuk menganalisa dan menyikapi kondisi yang terjadi pada pasar modal, nilai tukar rupiah dan Surat Utang Negara (SUN).
"Gejolak yang terjadi hari ini utamanya adalah kombinasi dari kondisi global dan domestik. Kondisi global itu berbagai macam sentimen negatif yang membuat mata uang dan pasar modal berbagai negara di Asia merosot," terangnya.
Lebih jauh Bambang mengatakan, faktor global paling berpengaruh berasal dari spekulasi pengumuman kapan The Fed akan mulai menarik operasi stimulusnya dari pasar uang dunia.
"Spekulasinya ada yang bilang September, karena di bulan itu ada rapat The Fed. Dan itu pasti akan menimbulkan spekulasi untuk Indonesia yang capital inflow-nya masih tergantung pada asing akan berdampak negatif," ucapnya.
Dari faktor domestik, Bambang menuturkan, kenaikan defisit neraca transaksi berjalan (current account) di kuartal II mencapai sebesar 4,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kenaikan harga BBM terhadap impor migas belum bisa dilacak. Masih pendek sekali waktunya untuk melihat dampaknya," tukasnya. (Fik/Nur)