Liputan6.com, Yogyakarta Dewasa ini, musik campursari tak lagi jadi milik masyarakat Jawa saja. Melalui para punggawanya, termasuk musisi senior Didi Kempot, musik berbahasa jawa tersebut mampu menjelajah sejumlah negara Asia, bahkan ke Belanda.
Kontan, meskipun memiliki market yang berbeda, adalah sebuah keuntungan besar bagi band punk asal Yogyakarta, Endank Soekamti untuk bisa menyajikannya di Kolaborasoe.
"Di setiap album Endank Soekamti selalu ada bahasa Jawanya. Kami mengajak mas Didi Kempot karena beliau yang konsisten terhadap musik campursari dan sebagai ikon yang membawa musik daerah bisa diterima secara populer," ungkap sang vokalis, Erix melalui sebuah siaran pers.
Advertisement
Didi Kempot sendiri mengapresiasi dengan baik lamaran Endank Soekamti tatkala mereka berkunjung ke kediamannya.
"Suatu kebanggaan untuk saya ada rekan-rekan muda, yang mungkin usianya masih jauh di bawah saya semuanya. Dia saat ini cukup diterima di masyarakat, tapi dia masih berani ngajak Didi Kempot yang konotasinya penyanyi jowo," tutur Didi Kempot dalam salah satu wawancara di film dokumenter Kolaborasoe Rockumentary.
Di album Kolaborasoe ini, Didi Kempot dan Endank Soekamti sepakat menyanyikan lagu hits ciptaan Didi yang bertajuk Parangtritis.
Kalau ditanya hasilnya, perpaduan antara musik punk dengan campursari itu bisa disebut sebagai terobosan besar sekaligus puncak kekayaan musikalitas dari makna Kolaborasoe itu sendiri.
"Melalui kolaborasi ini kita bisa melakukan cross market. Jadi pasar-pasar yang awalnya kita nggak temui, sekarang jadi lebih luas. Dan itu adalah strategi dari album ini," tandas Erix kepada Liputan6.com.