Komentar Dena Rachman tentang Pandangan Negatif Transgender

"Aku menghargai itu semua. Aku `aware` kalau ada masing-masing prinsip yang dianut atau dijunjung," ucap Dena Rachman.

oleh Sylvia Puput Pandansari diperbarui 17 Des 2015, 10:00 WIB
Diterbitkan 17 Des 2015, 10:00 WIB
20151204-Dena Rachman-GMS
Dena Rachman saat melakukan sesi pemotretan di Jakarta, Jumat, (4/12). (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Sudah beberapa waktu berlalu sejak Denada Rachman memutuskan untuk menjadi transgender, ia meninggalkan identitas dirinya sebagai seorang pria dan penyanyi. Ia pun beralih menjadi seorang wanita dengan pendidikan tinggi dan karier di bidang bisnis serta fashion.

Di negeri ini banyak orang tak sejalan dengan Dena. Mereka memandang keputusan Dena itu menyalahi kodrat dan kehendak Sang Pencipta. Bagaimana analisis Dena dan tanggapannya terhadap semua ini?

 "Aku orangnya open. Aku menghargai itu (perbedaan pendapat tentang transgender) semua. Aku aware kalau ada masing-masing prinsip yang dianut atau dijunjung. Jadi mungkin dia (orang-orang) pikir seperti itu. Kalau dia punya masalah dengan itu, ya itu berarti masalah dia bukan aku," ujar Dena tersenyum ketika berkesempatan mengunjungi Liputan6.com, di SCTV Tower, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Analisis Dena lebih mendalam lagi, ia sangat menyayangkan tentang doktrin yang tertanam dan tak ditelaah lagi kebenarannya. Namun ia tak menyalahkan itu semua. Bagi pebisnis sepatu Drama ini, ia akan tetap menghargai pemikiran yang sudah mengakar sejak dulu.

"Kalau aku selalu mikir bahwa, memang susah (menerima LGBT di Indonesia). Karena kita sudah terdoktrin sejak kecil  tentang nilai-nilai yang A, kalau misal kita D nah kita salah. Padahal mungkin belum tentu, jadi saling menghargai. Kalau mereka berpikir begitu ya aku nggak akan ngejudge mereka balik kok, kayak yang mereka lakukan sama aku. Aku sih nggak masalah," tutur Dena.

Menurut mantan penyanyi cilik itu Indonesia belum sepenuhnya siap untuk demokrasi dan kebebasan berbicara yang baik. "Kebebasan itu masih rancu. Bebas berpendapat tapi freedom of speech justru jadi hate speech. Kita nggak siap dengan konsekuensi demokrasi. Itu yang gagal dicerna, salah interpret. Tapi ya sudahlah ora urus," pungkas Dena. (*)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya