Liputan6.com, Jakarta Hamparan pasir kelabu di pesisir pantai Dunkirk, Prancis, tampaknya menjadi cerminan isi hati sekitar 400 ribu tentara Sekutu yang terperangkap di tempat ini. Dalam Perang Dunia II, tentara Inggris, Prancis, dan sejumlah negara Sekutu lain terdesak oleh pergerakan pasukan Adolf Hitler di kawasan ini.Â
Di darat, tentara Jerman memberondong mereka dengan tembakan. Dari udara, pesawat-pesawat tempur Nazi menggempur mereka dengan bom dan ultimatum yang menuntut mereka untuk menyerah. Pilihan untuk para tentara Sekutu yang kelelahan ini hanya menunggu siapa yang akan datang duluan menjemput mereka: kapal dari kampung halaman yang membawa mereka pulang atau malah ajal.
Advertisement
Baca Juga
Di salah satu sudut Dunkirk, Tommy (Fionn Whitehead), hanyalah satu di antara para tentara yang ditelan keputusasaan tersebut. Segala cara ia lakukan untuk bisa pulang. Termasuk pura-pura mengangkut tentara yang terluka dan menyusup ke kapal Palang Merah. Nahas, kapal yang hendak ia tumpangi malah dibom Nazi. Pantang menyerah, ia kembali mencoba melarikan diri dari Dunkirk bersama dua orang tentara lain (Harry Styles dan Aneurin Barnard).
Di langit, tiga tentara dari Angkatan Udara Sekutu terbang menuju medan pertempuran di Dunkirk. Tugas mereka adalah menembak jatuh pesawat Nazi yang berpatroli di daerah itu. Sayang, dalam sejumlah duel, udara pesawat Sekutu mulai berguguran dan menyisakan Farrier (Tom Hardy) yang terbang sendirian dengan pesawat yang tengah bermasalah.
Sementara nun di kampung halaman, seorang pelaut tua bernama Dawson (Mark Rylance) tergerak untuk berangkat ke Dunkirk dan menyelamatkan tentara yang terperangkap di sana. Di tengah jalan ia menyelamatkan seorang tentara yang terapung di laut (Cillian Murphy). Kehadiran sang tentara di kapalnya, ternyata membawa konsekuensi yang harus dibayar mahal oleh Dawson.
Film Perang yang Meneror
Sebuah film perang, banyak yang mudah jatuh dalam dua stereotipe yang sudah berulang kali dipakai. Antara glorifikasi aksi laga nan heroik para tentara di medan perang, atau romantisasi para tentara yang terpaksa berpisah dengan orang yang mereka cintai.
Namun sutradara Dunkirk, Christopher Nolan, menyajikan tema ini dengan perspektif yang berbeda. Ia menghadirkan ketakutan, teror, dan keputusasaan yang dihadapi para tentara di medan perang. Dan Nolan, berhasil melakukannya sejak menit-menit awal Dunkirk. Suasana teror dibangun terus menerus, nyaris tanpa henti, sejak film dimulai.
Dialog dalam film ini juga terbilang tak begitu banyak. Sekenanya saja, tapi tetap mengena. Keheningan antara para tokoh di film ini makin menguatkan tensi dalam film. Lagipula, siapa yang sempat berbincang hal-hal sepele bila setiap saat nyawa tiba-tiba bisa terlepas dari tubuh?Â
Dialog yang tergolong irit ini tentu menjadi tantangan besar untuk para pemain Dunkirk. Pasalnya, mereka harus piawai menyampaikan emosi yang dirasakan karakternya lewat bahasa mimik wajah dan gerak tubuh. Untungnya, visi sang sutradara Inception ini didukung penuh oleh para pemainnya. Termasuk para pemain muda dalam film ini.Â
Fionn Whitehead yang punya porsi besar dalam film ini, mampu mengimbangi performa para aktor dengan jam terbang tinggi, seperti Tom Hardy dan Mark Rylance. Bahkan Harry Styles—personel One Direction yang keikutsertaannya di Dunkirk awalnya dipertanyakan—juga mampu menghadirkan labilnya jiwa prajurit muda di medan perang.
Hal lain yang menarik dari Dunkirk adalah tak ada penekanan mengenai identitas sebagian besar karakternya, terutama soal nama. Penonton mungkin tak bakal bisa mengingat nama para karakter di film ini begitu keluar dari bioskop. Bahkan karakter penting yang dimainkan oleh Cillian Murphy hanya diberi keterangan sebagai "tentara yang gemetaran" di credit film ini.
Namun seperti kata Shakespeare, apalah arti sebuah nama. Karena toh dalam Dunkirk, para penonton telah berhasil digiring untuk peduli dengan nasib para pemainnya. Terhadap tentara-tentara muda bertubuh kurus yang ketakutan dan hanya ingin pulang ke rumah, juga dengan keberanian seorang pria tua dan pilot yang tengah menghadapi kesulitannya masing-masing.
Apalagi, dalam film ini terdapat sejumlah adegan singkat yang benar-benar menggambarkan kegetiran dan rasa putus asa para tentara Sekutu di Dunkirk. Salah satunya, saat tentara yang sedang terendam air laut, berbaris menunggu kapal penjemput, mendorong dengan pelan jenazah-jenazah kawannya yang terapung ke arahnya.Â
Advertisement
Cerita dari Darat, Laut, dan Udara
Dunkirk dibagi menjadi tiga bagian cerita yang berbeda: darat, laut, dan udara. Di darat adalah bagian pergulatan para prajurit muda yang diperankan oleh Fionn Whitehead dkk. Udara adalah medan pertempuran bagi Farrier, sementara di laut berjalan narasi perjuangan Tuan Dawson.
Meski sarat dengan muatan emosional, Dunkirk tak lantas menjadi film yang mendayu-dayu. Justru film ini banyak menyuguhkan adegan yang membuat jantung kebat-kebit. Tak hanya pada bagian pertempuran udara, namun juga detik-detik saat para tentara muda menghindari berondongan peluru dan mortir yang berdesingan sepanjang film.Â
Satu hal yang patut diperhatikan, Dunkirk memiliki alur yang tidak linear di antara tiga bagian cerita ini. Satu bagian memiliki rentang waktu yang lebih panjang dibanding bagian yang lain. Namun, ketiga bagian ini diceritakan secara selang-seling dengan alur maju-mundur, sehingga terlihat acak dan susah dicari benang merahnya. Barulah di bagian akhir, ketiga bagian ini saling berkelindan dan membentuk satu gambaran utuh.
Sementara itu, Dunkirk adalah peristiwa yang benar-benar terjadi di 1940. Sejarahnya, peristiwa ini merupakan aksi penyelamatan besar-besaran yang melibatkan ratusan pesawat tempur dan kapal laut. Sayang, hal ini tak begitu terlihat kolosal di atas layar. Terutama, bagian tentang Angkatan Udara yang hanya menceritakan tentang tiga buah pesawat dan pilotnya. Namun, hal ini masih bisa dipahami, mengingat film ini tampaknya memang lebih difokuskan terhadap cerita manusia-manusia yang terjebak di medan perang.
Kesimpulannya, lewat film yang mulai diputar di Indonesia mulai 21 Juli ini, Christopher Nolan kembali membuktikan kelasnya sebagai seorang sineas. Bahkan tak berlebihan bila Dunkirk menjadi salah satu kandidat yang kuat untuk berlaga di sejumlah penghargaan bergengsi pada tahun depan.